Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
PEMERINTAH terus berupaya agar tarif listrik terjangkau oleh masyarakat. Untuk itu, berbagai sumber energi yang ada di Tanah Air dikerahkan. Pemerintah pun sudah punya target menciptakan energi baru terbarukan (EBT) 23% dalam bauran energi nasional pada 2025. Untuk mencapai ambisi itu, pemerintah memiliki tantangan untuk mempercepat kapasitas terpasang yang saat ini baru 7.500 megawatt (Mw).
Untuk mengembangkan EBT itu, kemarin, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan bersama para pakar di bidang energi membahas pengembangan energi ramah lingkungan itu di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta. Acara itu dihadiri pula oleh Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana.
Dalam paparannya, Jonan menyampaikan kebijakan dan visi pemerintah mengenai pengembangan 'harta karun energi' yang ada di Indonesia. Selain cukupnya ketersediaan, energi terbarukan, kata dia, pemerintah menghadapi tantangan karena harus memenuhi syarat keterjangkauan bagi penggunanya.
Dalam acara itu juga disinggung mengenai inovasi dalam penerapan energi ramah lingkungan. Harapannya semakin banyak warga bisa mengakses listrik. Menurut Jonan, upaya penyediaan listrik yang terjangkau itu tidak melulu harus dari pemerintah, tetapi juga swasta. Dia menegaskan siapa pun yang ingin berinvestasi di Indonesia dalam pengembangan sektor kelistrikan harus dapat menyediakan listrik dengan tarif yang terjangkau.
Salah satu yang berminat ialah perusahaan asal Bulgaria. Mereka menawarkan teknologi murah dan mudah untuk program kelistrikan di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Bulgaria melalui International Power Supply (IPS) akan bekerja sama dengan PT LEN, ITB, dan Universitas Pertahanan untuk membuat kajian mengenai teknologi pengembangan.
Harus terjangkau
"Kalau IPS (International Power Supply) mengembangkan listrik di sini, tarifnya harus affordable (terjangkau)," tegas Jonan.
Alexander Rangelov, Direktur Manajer IPS, mengatakan teknologi yang mereka miliki diyakini akan mudah diterapkan di Indonesia. "Kami ingin berkontribusi (kelistrik-an Indonesia), menawarkan sesuatu yang lebih murah daripada listrik dari fossil fuel. Selain itu, pembangunan teknologi ini juga cepat," imbuh Rangelov.
Menurutnya, sebelum tahap pengembangan teknologi, IPS dan berbagai institusi pendidikan yang sudah berkomitmen akan melakukan riset yang nantinya mampu dipakai untuk pengembangan dan peningkatan elektrifikasi.
Jonan menegaskan tugas utama pemerintah ialah memastikan energi yang dihasilkan adil bagi seluruh lapisan masyarakat. "Mengolah infrastruktur energi itu salah satu tugas dari investor dan pemerintah daerah terkait. Nah, tugas utama kami sebagai Kementerian ialah memastikan energi tersebut berkeadilan," ujarnya.
Jonan juga mengatakan jumlah penduduk di Indonesia banyak dan luas wilayah Nusantara sebagian di antaranya sulit dijangkau. "Apakah bisa mewujudkan bauran energi lebih dari 23% pada 2025? Jawabannya bukan bisa atau tidak. Bukan hal yang mudah memang. Tapi kami sudah mempersiapkan itu semua dari sekarang," katanya.
(E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved