Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Impor Bahan Baku dan Modal Meningkat

Erandhi Hutomo Saputra
17/2/2018 08:41
Impor Bahan Baku dan Modal Meningkat
(ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

KENAIKAN impor secara signifikan sebesar 26,44% pada Januari 2018 tidak membuat pemerintah khawatir.

Sebabnya, kontributor utama impor tersebut berasal dari impor bahan baku dan bahan modal. Tercatat, impor bahan baku dan bahan modal sepanjang Januari 2018 melonjak masing-masing 24,76% dan 30,90%.

Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2018 mengalami defisit US$670 juta. Nilai impor pada Januari 2018 mencapai US$15,13 miliar atau meningkat 26,44% dari periode yang sama tahun sebelumnya, US$11,97 miliar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kenaikan impor yang didominasi bahan baku dan bahan modal itu merupakan indikator positif. Sebabnya, hal itu menunjukkan adanya geliat industri manufaktur dan investasi.

"Kalau importnya dalam bentuk bahan baku atau barang modal itu suatu indikator yang sehat, apakah itu dari sisi manufaktur maupun dari sisi investasi," ujar Sri Mulyani di Kantor Pusat Ditjen Bea & Cukai Jakarta, Kamis (15/2).

Meski demikian, Sri Mulyani mewaspadai besaran defisit agar tidak muncul persepsi negatif terkait dengan risiko eksternal Indonesia. Untuk itu, sisi ekspor harus selalu ditingkatkan.

"Kemampuan kita dalam ekspor dan meningkatkan capital inflow di Indonesia menjadi penting supaya defisit yang berasal dari impor ini tidak menimbulkan persepsi mengenai eksternal risk kita," ucapnya.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita berpendapat defisit neraca perdagangan pada Januari lebih disebabkan meningkatnya harga komoditas migas.

Sementara itu, impor migas pada Januari tercatat sebesar US$2,14 triliun, sedangkan nilai ekspor hanya sekitar US$1,28 triliun. Hal itu menyebabkan defisit untuk migas sebesar US$859,5 juta.

"Kalau kita lihat migas berkontribusi agak besar karena memang kenaikan harga dari migas itu sendiri sehingga nilai dari impor kita meningkat," pungkasnya.

Migas dan Pertanian Turun

Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan defisit neraca perdagangan yang terjadi pada saat ini disebabkan turunnya kinerja ekspor di sektor migas dan pertanian.

Pada Januari tahun ini, perdagangan ke luar negeri dari sektor pertanian hanya US$0,21 miliar atau turun 6,76% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Hal itu diperparah dengan penurunan beberapa harga komoditas, seperti kopra dan minyak kernel.

Sementara itu, sektor migas hanya berkontribusi terhadap ekspor sebesar US$1,28 miliar atau merosot tajam 14,85% dari Desember tahun lalu.

Di tengah defisit yang terjadi, terdapat satu komoditas yang muncul dan menarik perhatian karena menorehkan kinerja ekspor yang fantastis, yakni perhiasan.

Pada Desember 2017, nilai ekspor perhiasan hanya US$323,4 juta, sedangkan pada Januari 2018 nilainya mencapai US$576,9 juta atau melonjak 78,4%. "Permintaan ke negara tujuan seperti Singapura, Hong Kong dan Swiss memang sedang meningkat," ucap Suhariyanto.

Untuk memperbaiki kinerja ekspor, Suhariyanto mengatakan harus ada upaya diversifikasi baik produk maupun pasar.

(Pra/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya