Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) menilai kondisi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua cukup aman setelah para pemegang saham sepakat untuk menyuntikkan modal kepada bank itu agar rasio kredit bermasalah dan kecukupan permodalannya dapat memenuhi ketentuan OJK.
OJK pun merasa cukup yakin bahwa manajemen baru yang ditempatkan pemegang saham di Bank Papua dapat menyelesaikan permasalahan kredit macet yang sahamnya dimilikinya Pemerintah Daerah Papua.
"Mereka sudah rapat umum pemegang saham (RUPS) Ming-gu lalu. Ada dua keputusan yang diambil. Pertama, membentuk pencadangan sehingga NPL netto di bawah 5%, kemudian tambahan modal dari para pemilik sehingga CAR-nya tetap di atas profil risiko dan masih ada kapasitas untuk pemberian kredit baru. Jadi Bank Papua sudah ada solusi yang tepat," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon saat dihubungi, Rabu (28/6).
Dalam laporan keuangan Bank Papua per 31 Maret 2017 tercatat, angka rasio kredit ber-masalah (NPL) secara <>gross sebesar 19,93% dan 9,49% secara netto. Angka itu jauh lebih tinggi ketimbang periode sama tahun lalu, yaitu NPL gross 10,42% dan NPL netto 3,57%. Ketersediaan modal (CAR) sebesar 16,82% atau lebih rendah daripada tahun lalu yang sebesar 18,30%.
Selanjutnya, kata Nelson, menjadi tugas dan pekerjaan rumah bagi pengurus baru untuk menurunkan NPL gross. Caranya antara lain dengan hapus buku atau melalui peningkatan kredit baru dengan lebih selektif agar kredit macet tidak berulang.
"Pengurus Bank Papua baru-baru. Tentu mereka tahu kapan harus menyalurkan kredit baru, ke sektor apa, dan lainnya. Mereka sudah ahli dalam risk management," ujarnya.
Sejak 2010, strategi bisnis Bank Papua memang lebih ke kredit produktif, seperti kredit modal kerja dan investasi, setelah sebelumnya perusahaan tersebut lebih fokus kepada kredit konsumtif.
Persoalan kredit bermasalah timbul karena bank tersebut belum memiliki infrastruktur yang kuat untuk menggarap kredit produktif yang umumnya disalurkan dalam jumlah besar.
Berbenah
Direktur Utama Bank Papua F Zendarto mengakui kredit bermasalah di bank yang dipimpinnya itu cukup tinggi, yakni mencapai Rp2,06 triliun. Dari jumlah tersebut, yang dianggap macet mencapai sekitar Rp1 triliun.
"Memang tingkat kredit macet di Bank Papua tinggi. Saat ini sedang diupayakan agar para kreditur segera mengembalikan dana yang dipinjam," kata Zendarto.
Persoalan kredit bermasalah di Bank Papua harus dianggap serius karena telah berlangsung cukup panjang dan bisa membuat pemegang saham terus-menerus menyuntikkan modal.
Bila dibandingkan nilai kredit bermasalah dengan modal dasar Bank Papua sebesar Rp4 triliun, rasionya telah mencapai 50% dari modal. Persoalan kredit bermasalah juga akan terus membebani keuangan perseroan karena menekan profitabilitas.
Pada 2015, laba Bank Papua masih tercatat Rp331 miliar. Sementara itu, pada 2016 turun drastis hingga hanya tersisa sepertiga yakni Rp111 miliar.(Ant/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved