KITA mengetahui waktu, tetapi belum tentu kita semua merasakan waktu. Waktu sering kali berjalan bergerak membisu, membawa kita pergi tanpa kita rasakan kehadirannya.
Waktu dalam bahasa agama antara lain berarti massa yang dapat diukur. Dia ialah saat tertentu yang ditetapkan untuk memulai dan mengakhiri suatu aktivitas.
Ada waktu salat, itu berarti ada saatnya yang tertentu dia memulai dan dia harus berakhir. Jangan memulai sebelum waktunya. Jangan salat zuhur sebelum waktu zuhur.
Allah SWT menyatakan kehidupan manusia ini ialah waktu-waktu.
Mereka bertanya kepada-Mu, mengapa bulan itu terlihat kecil? Sedikit demi sedikit membesar, lalu kemudian purnama.
Kemudian, mengecil sedikit-sedikit, lalu menghilang? Tuhan berkata tentang hal tersebut tidak menjawab dengan jawaban ilmiah. Namun, menjawabnya dengan berkata, “Itulah waktu-waktu buat manusia.”
Perjalanan hidup kita itu seperti bulan. Kita pernah tidak tampak di permukaan bumi ini. Lalu, kita tampak kecil, purnama dewasa, kemudian berkurang dan berkurang.
Alangkah cepatnya semenit jika dibandingkan dengan sejam. Alangkah cepatnya sehari ketimbang seminggu. Seminggu ketimbang dengan sebulan. Sebulan jika dibandingkan dengan setahun. Sungguh cepat. Kita tidak sadar.
Padahal, kata Sayyidina Ali, waktu itu modal manusia. Jika Anda kehilangan waktu hari ini, jangan duga waktu itu akan kembali lagi besok. Namun, kalau Anda kehilangan materi, Anda kehilangan ilmu. Anda masih bisa mengharapkan ilmu atau materi itu datang esok.
Karena itu, hati-hatilah dari penundaan kerja, obrolan kosong, canda berlebihan, tidak berkonsentrasi, tidak menolak apa yang mestinya ditolak karena itu semua ialah pencuri-pencuri waktu Anda.