Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
DENGAN didominasi warna merah dan emas, panggung kecil itu terlihat megah dengan arsitektur khas bangunan Tiongkok', lengkap dengan ukiran dinding berbentuk naga.
Tak lama kemudian, bunyi gemerincing irama thua jwee atau slompret dan beberapa alat musik lainnya seakan mengajak para pengunjung untuk mendekat demi menyaksikan pertunjukan wayang potehi di Mal Ciputra, Jakarta Barat, Rabu (18/1).
Menjadi salah satu rangkaian acara perayaan Imlek bertajuk Shanghai Broadway di Mal Ciputra Jakarta, pementasan wayang potehi ini hadir setiap hari dari 11 Januari hingga 11 Februari 2017 setiap pukul 15.00 dan 18.00 WIB.
Sebelum nonton, yuk cari tahu lebih dalam bareng Medi!
Sejarah
Sobat Medi sudah tahu apa wayang potehi? Iya, sebuah kesenian klasik yang lahir dari 'Negeri Tirai Bambu'. Jika Indonesia punya wayang kulit, wayang golek dan wayang orang, Tiongkok pun punya wayang potehi. Kesenian ini diperkirakan bahkan sudah berumur lebih dari 3.000 tahun dan berasal dari Tiongkok.
Tradisi wayang potehi sudah ada sejak Dinasti Jin (265-420 Masehi) dan berkembang pada Dinasti Song (960-1279). Wayang potehi ini masuk ke Nusantara melalui orang-orang Tionghoa yang datang untuk melakukan perdagangan sekitar abad ke-16.
Saat masuk pertama kali di Indonesia, wayang potehi dimainkan dalam bahasa Hokkian. Namun seiring dengan berkembangnya waktu, bahasa dan latar cerita yang disuguhkan pun menyatu dengan budaya Indonesia. Kini, banyak dalang wayang potehi yang bukan dari peranakan Tionghoa, tetapi dari suku lain seperti suku Jawa.
Cara memainkan
"Potehi berasal dari kata serapan dialek Hokkian, yakni poo yang berarti kain, tay berarti kantong, dan hie artinya wayang. Jadi berarti pertunjukan wayang kantong," kata Pak Sugyo Waluyo, dalang wayang potehi.
Menurut sang dalang yang akrab disapa Pak Subur ini, cara memainkan potehi memang seperti memasukkan tangan ke kantong. Bentuknya yang terbuka di bagian tengah ini memudahkan tangan dalang untuk masuk dan melenggak-lenggokkan wayang pada tangannya lo sobat.
Ya, seperti sarung tangan yang memiliki ruang tapi diberi berbagai aksesori sehingga membentuk boneka.
Berbeda dengan wayang asli Indonesia yang menggunakan tongkat sebagai pegangan, sebuah wayang potehi dimainkan dengan menggunakan kelima jari tangan. Tiga jari tengah yakni telunjuk, jari tengah, dan jari manis berfungsi mengendalikan bagian kepala wayang, lalu ibu jari dan jari kelingking berperan menggerakkan bagian tangan wayang. Namun, saat Medi menyaksikannya, ada empat wayang yang sedang tampil dipanggung. Memang bisa ya?
"Ya bisa karena dalang dibantu asisten untuk memegang 1 atau 2 wayang pada panggungnya," kata Pak Subur. Dia pun mengungkapkan seorang asisten harus berada di sampingnya dan harus cermat memahami jalan cerita untuk membantu dalang memunculkan wayang selanjutnya yang akan muncul.
Hal ini disebabkan dalam satu kali pementasan, Pak Subur bisa membawa lebih dari 100 wayang beragam karakter dan puluhan aksesori mini lainnya seperti meja, kursi, benda pusaka dan lainnya agar suasana terlihat semakin hidup.
Oh ya Sobat Medi, di belakang panggung wayang potehi, selain dalang dan asistennya terdapat 3 orang lagi untuk memainkan alat musik, seperti tambur, kendang, suling, kecer dan rebab. Pemusik biasanya memainkan dua hingga tiga alat musik lo sobat. keren kan?
Kisah klasik
Di balik tirai dan arsitektur ukiran itu, sang dalang mengintip lewat sela-sela sambil piawai menggerakkan tangannya sambil berbicara. Pak Subur ini bercerita tentang kisah klasik Tingkok tempo dulu berjudul Cap Pwee Lo Hoan Ong yang mengangkat cerita berdirinya Dinasti Tang pada 557 Masehi. Dengan mengisahkan raja yang terkenal bernama Lie Sie Bin, Ut Ti Kiong Sie Djien Koei dan lainnya, ke-18 raja ini memberontak ingin memperluas daerah kekuasaan. Entah itu dengan cara menipu atau berbohong. "Di dalam kisah wayang potehi, semua perilaku manusia ada seperti perampokan, pembunuhan, manipulasi, penipuan," kata Pak Subur.
Pada beberapa pementasan, kisah wayang potehi pun mengalami perubahan seiring perjalanan waktu. Kisahnya beragam seperti Sun Go Kong atau Legenda Kera Sakti, begitu pun dengan bahasanya yang menggunakan bahasa Indonesia diselingi Jawa.
Nah seru kan sobat? Kalau begitu, yuk ajak keluargamu menonton Wayang Potehi juga. Wayang ini biasanya ditampilkan pula pada kelenteng-kelenteng apalagi saat perayaan Imlek seperti dekat-dekat ini! (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved