Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
TUNANETRA bisa berdaya, mandiri secara ekonomi, jika keterbatasan mereka diatasi. Dari inisiatif untuk berkontribusi itulah kacamata cerdas ini tercipta.
Bersama keempat temannya, Ahmad Andriyanto, mahasiswa Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, membuat teknologi terbaru bernama K-Netra dengan menyisipkan sensor jarak dan sensor suhu pada kacamata. Dengan menggunakan kacamata itu, penyandang tunanetra bisa beraktivitas tanpa takut menabrak orang atau barang di sekitarnya. Inilah perjalanan risetnya!
Ceritakan dong tentang produk yang kalian ciptakan!
Namanya K-Netra, teknologi kacamata cerdas berbasis sensor ultrasonik dan TPA 81 untuk penyandang tunanetra. Sensor Thermal Array TPA 81 adalah sensor yang membaca radiasi panas. Bentuknya sih masih prototipe atau bentuk fi sik pertama dari satu objek yang direncanakan dibuat dalam satu proses produksi. Kami memakai bahan kayu agar lebih kuat tapi ringan.
Butuh waktu berapa lama untuk mendesain?
Kira-kira 5 bulan karena memang produk ini awalnya hanya untuk mengikuti suatu perlombaan dari dinas pendidikan. Produk ini dikerjakan 5 orang dalam sebuah tim, yakni saya, Ahmad Andriyanto (departemen teknik nuklir dan teknik fi sika), Gita Ade Wijaya dan Hari Wibawa (departemen teknik elektro dan teknologi informasi), serta Suci Fauziah Hilmi juga Aries Setiawan (departemen teknik mesin dan teknik industri).
Mengapa terinspirasi menciptakan kacamata untuk tunanetra?
Kebetulan salah satu teman satu tim sering melihat penyandang tunanetra berjualan karpet, tangannya terlalu sibuk dan kesusahan untuk membawa karpet, sedangkan tangan satunya membawa tongkat. Akhirnya, kami menawarkan solusi ini. Saya rasa bisa membantu para tunanetra untuk sekadar berjalan, tentu kedua tangannya akan lebih maksimal membawa karpet.
Mengapa kacamata?
Sebelumnya kami mencari referensi dan hasilnya memang ada yang melakukan teknologi serupa, tapi dalam bentuk tongkat atau sepatu, sementara kacamata hanya ada di luar negeri. Jika dipakai beraktivitas apalagi di dalam ruangan, tentu kedua barang itu ada kelemahannya. Tongkat bisa saja mengenai barang-barang di sekitarnya, sepatu yang digunakan pun bisa kotor. Sementara kacamata juga biasa dipakai tunanetra dan nyaman buat mereka tentunya.
Cara kerjanya?
Kami memakai sensor jarak yakni ultrasonik yang memberikan sinyal yang menjadi input-an untuk microcontroller untuk mengetahui ada lubang ataupun benda hingga radius 5 meter berada di sekitarnya. Jika microcontroller sudah mendapatkan input-an, langsung diteruskan ke buzzer atau komponen elektronik sehingga akan memberikan informasi tentang keberadaan objek yang tertangkap oleh sensor SRF-04 berupa bunyi alarm dan getaran.
Kami pun memasang fitur lainnya yakni sensor suhu untuk mengetahui benda hidup atau benda mati di sekitarnya, karena kan tunanetra sendiri kurang responsif dan terkesan kurang tidak sopan karena keterbatasan melihat mereka. Rancangan kacamata K-Netra dilengkapi dengan sensor ultrasonik, sensor TPA 81, Arduino Uno, GPS dengan menggunakan GSM yang dihubungkan dengan komputer server.
Alarm dan getaran itu berada di kacamata?
Untuk keluaran, berupa peringatan, itu ada di kotak lain yang bisa dipasang di pinggang atau saku. Tujuan awal kami memang bukan hanya ingin mendeteksi, melainkan ingin mereka bisa ‘melihat’ kembali. Namun, dengan deadline yang sempit, kami tidak sampai pada hal tersebut.
Apakah nantinya akan diperbarui?
Ya, dalam lomba itu kami mendapatkan dana bantuan sebesar Rp7,5 juta yang akan kami gunakan untuk memperbaruinya, ditambahkan perangkat seperti kamera atau yang lainnya.
Sejauh ini sudah ada rencana untuk memasarkannya?
Belum sih, karena masih ada prosedur dan masih perlu diperbarui. Jika nantinya ada perusahaan yang ingin bekerja sama, tentu kami akan menerima tawaran tersebut. Jika kami buat akan dibanderol Rp3 juta-Rp4 juta, jika ada perusahaan yang terlibat dalam proyek ini, mungkin akan jauh lebih murah lagi.
Menurutmu, seberapa efektif alat ini dalam membantu para tunanetra?
Sekitar 60%-70% karena kami tidak bisa menggantikan mata aslinya.
Tantangan yang kalian hadapi?
Sejauh ini sih enggak ada, bahan yang digunakan pun cukup mudah didapat di toko-toko, bahan frame kacamata pun memanfaatkan perajin lokal dari Yogyakarta. Kami pun didukung kampus.
Harapan kalian terhadap riset ini?
Harapannya alat ini bisa cepat diperbarui dan diselesaikan. Produk ini pun dapat dikenal sebagai hasil anak bangsa dan mampu bersaing dengan produk lain untuk membantu masyarakat umum. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved