PADA Juni 2015, nama Indonesia kembali harum di mata dunia. Kali ini bukan dari ajang olahraga atau pendidikan, melainkan lomba tari internasional bernama The Llangollen International Musical Eisteddfod yang diselenggarakan di Llangollen, North Wales, Britania Raya. The Llangollen International Musical Eisteddfod ialah festival seni tahunan yang berlangsung minggu kedua Juli. Festival itu pertama kali berlangsung pada 1947 dan menjadi salah satu festival seni terbesar di dunia. Tim Garuda Berbudaya atau tim Gardya menjadi penyumbang medali untuk 'Merah Putih' di ajang itu.
Siswa-siswi SMP dan SMA Garuda Cendekia, Jakarta, itu berhasil mengalahkan kontestan dari berbagai negara lain di dunia. Hanif Arfandi, anggota tim tari Gardya, mengaku senang bergabung dalam tim. Ia merasa, bergabung dengan tim tari itu menjadi kebanggaan besar karena bisa menghargai budaya-budaya Indonesia. "Saya dulu hobinya main drum dan sudah beberapa kali juga menang kompetisi, tapi dengan bergabung ke kelompok tari ini, saya senang karena bisa belajar budaya-budaya Indonesia lewat tarian ini," ungkap Hanif. Rasa bangga juga dirasakan Ratu Nadya. Pasalnya, ada juga anak berkebutuhan khusus yang tergabung dengan tim yang meraih juara satu di ajang internasional. "Di tim kami memang ada yang berkebutuhan khusus, ada tiga orang. Mereka lebih ke disleksia arah, jadi kalau kita sebut ke kanan, dia ke kiri. Tapi berkat latihan dan support dari seluruh tim, alhamdulillah mereka bisa mengikuti tarian dengan sempurna," jelas Ratu.
Tari tradisional Ajang yang berlangsung pada 7-12 Juli 2015 itu menjadi penampilan pertama tim Gardya. Di ajang itu, mereka menunjukkan beberapa tarian tradisional yang ternyata menarik perhatian juri. Tidak, disangka mereka berhasil meraih 3 kemenangan di 3 kategori yang diikuti. Kemenangan itu ialah juara 1 untuk kompetisi Koreografi Tarian Rakyat Tradisional (Choreographed/Styled Traditional FolkDance Competition), juara 2 untuk kompetisi Tarian Rakyat Tradisional Tingkatan Anak-Anak (Childrens Traditional Folk Dance Competition), dan juara 3 untuk kompetisi Tarian Rakyat Tradisional (Traditional Folk Dance Competition).
"Yang saya senang dalam lomba ini karena ada siswa SMP dan SMA. Ada anak-anak sekolah di sini yang memang secara bakat mereka mampu, tapi ada yang memang mereka sama sekali tidak tahu sama sekali budaya Indonesia lalu menjadi tahu," ungkap Kepala Sekolah Garuda Cendekia, Penniati Rasahan. Rasa bangga itu masih dirasakan Penniati hingga kini. Apalagi, ia sempat tidak yakin anak-anak didiknya masih mencintai, bahkan bangga akan seni tari dan budaya tradisional yang seiring waktu semakin terkikis keberadaannya.
"Saya bangganya luar biasa karena anak-anak yang tadinya saya pikir banyak terbawa arus-arus luar, tapi ternyata mereka justru sangat mencintai dan bagus sekali seni budaya kita dibawa mereka semua. Jadi, ada sebuah kebanggaan bahwa seni kita mudah-mudahan tidak cepat punah," sambungnya. Sedikit menoleh ke belakang, sebagian besar siswa-siswi dari sekolah Garuda Cendekia bukanlah penari dan belum pernah mengetahui segala sesuatu tari tradisional Indonesia.
Hal itu tentu menjadi tantangan besar bagi pelatih dalam mempersiapkan tim tari yang akan berkompetisi di ajang internasional tersebut. Apalagi, di antara tim itu, ada tiga orang siswa yang memiliki kebutuhan khusus yang ikut unjuk kebolehan. Berkat kerja keras dan latihan yang disiplin, serta dukungan moral dan semangat dari orangtua serta guru-guru di sekolah, tim yang terdiri atas 31 personel itu berhasil menorehkan hasil yang luar biasa. Bagi tim Gardya, kemenangan, prestasi, dan pengalaman ini sangatlah berarti. Pasalnya, ini kali pertama mereka mengikuti kompetisi tari internasional dan langsung keluar menjadi juara. Sebuah prestasi yang sangat membanggakan sekaligus pengalaman yang tentunya tak akan pernah terlupakan.