Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Soundrenaline tidak lagi Cadas

Iwan J Kurniawan
13/9/2015 00:00
Soundrenaline tidak lagi Cadas
(Antara)
UDARA sore begitu gerah. Itu tak membuat puluhan ribu penonton mengeluh. Malahan, mereka tampak senang bermandi terik matahari jingga yang mulai meredup perlahan di kawasan Garuda Wisnu Kencana, Badung, Bali. Di balik pahatan bebatuan dan patung Garuda Wisnu Kencana, sebuah helatan musik Soundrenaline ke-13 dihajat selama dua hari. Ada semacam sinyal, terutama kepada pengunjung yang mayoritas penonton lokal, juga wisatawan yang sedang berlibur di Pulau Dewata. Identitas dan eksistensi masih musikus pertunjukkan di ajang musik tersebut. Setidaknya, dengan helatan tersebut, musik Indonesia semakin menjadi raja di rumah sendiri.

"Masak lagu-lagu sana (luar) melulu yang dijadikan panutan," pekik vokalis Naif, David Bayu Danangjaya, akhir pekan lalu. Memang ada benarnya juga nada miris yang David lontarkan. Keberadaan musik Indonesia--sebagai identitas--semakin merosot.  Bahkan, David mengindikasikan regenerasi musik Indonesia mengalami stagnan. Terlepas dari kemirisan itu, kehadiran Naif di Soundrenaline memberikan bukti penting. Mereka menjadi salah satu band yang dinantikan pada ajang musik tahunan ini. Tentu saja, bukan berarti para penggemar terpaku pada Naif semata. Pada penampilan mereka, David masuk dari sisi kiri panggung.

Sambil menyalami penonton, ia pun membuka aksi dengan tembang andalan Mobil Balap. Selain David, ada Emil (basis), Jarwo (gitaris), dan Pepeng (penggebuk drum). Tidak hanya Naif yang jadi sorotan. Kehadiran sederet kelompok musik seperti Slank, Rif, Netral, Jamrud, Gigi, dan sejumlah band lainnya kian mengukuhkan ajang musik yang dibaptis sejak 2002 itu punya gengsi tersendiri. Itu berarti festival tersebut memang dikhususkan sebagai bagian untuk mencuri hati para penggemar. Namun, perlu diakui, perjalanan Soundrenaline mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pada perhelatan ketiga pada 2004, bisa jadi itu sebagai ajang terbaik. Pasalnya, hadir band rock ternama. Ada The Weeknd (Kanada) dan The Cassanovas (Australia). Untuk lokal, ada Slank dan God Bless.

Pengaruh Slank
Soundrenaline ke-13 menyimpan kisah sejumlah kesuksesan. Pada hari kedua, kehadiran Slank mampu membuat mata penonton terpaku. Bayangkan saja, sebelum Kaka dkk naik panggung, ada seremonial terlebih dahulu. Belasan penari kecak masuk dari belakang panggung. Mereka meneriakkan suara 'cak cak cak' yang khas. Di saat mereka berkumpul di tengah panggung, muncul lady dancer yang seksi hingga free style boy dancer. Penonton bersorak-sorak karena terhibur sejenak oleh perempuan yang berpakaian serbamini.

Sejurus, awak Slank pun masuk panggung. Kaka (vokalis), Bimbim (penggebuk drum), Ivanka (basis), dan Ridho (gitaris) pun membuka performa dengan lagu Mars Pemilu. Tentu saja, kehadiran Slank sebagai bintang pada festival tersebut memang terasa getarnya. Itu membuat Wolfmother, kelompok hard rock asal Australia, yang tampil setelah Slank pun, seakan hanya melengkapi ajang Soundrenaline kali ini. "Puas bermain di sini. Saya tak menyangka band Indonesia sudah mampu menjadi raja di negeri (mereka) sendiri," puji Andrew James Stockdale, gitaris sekaligus vokalis Wolfmother, seusai tampil.

Festival itu memang patut kita acungi jempol. Pertama, ajang tersebut mampu meraup 80 ribu penonton dalam dua hari. Kedua, ajang itu mampu menghadirkan band terbaik dalam negeri untuk disajikan kepada wisatawan. Meski demikian, pesta musik tersebut masih perlu dibenahi ke depannya, yakni pada pengurasian penampil, lalu penataan sekuriti untuk lebih profesional berjaga di pintu masuk venue. Para musikus DJ, misalnya, tidak begitu tampak mendapatkan sambutan.

Pada saat DJ Anton dan DJ Yasmin tampil, misalnya, sepi penonton. Bahkan, hanya panitia dan segelintir kru saja di bawah panggung. Tentu saja, kehadiran Soundrenaline sudah berubah. Pada awal-awalnya, ajang itu lebih mengedepankan konsep musik rock, tetapi kini sudah meleleh jadi multigenre. Kesakralan rock sudah memudar karena bercampur dengan musik pop, house music, dan seriosa. "Awalnya perubahan ini menjadi ketakutan kami. Namun, begitu pelaksanaan, mengakomodasi empat genre di dalam satu event membuat kami percaya ini sukses," papar Manager Director Kilau Indonesia Novrial Rustam.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik