Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Irama Lautan Teduh

MI/IWAN J KURNIAWAN
09/8/2015 00:00
Irama Lautan Teduh
()
DARI balik tirai, musikus hawaiian Ambon, Izzach Souisa, 80, menongolkan kepala.  Rambut putihnya tampak sedikit basah. Itu menandakan ia baru selesai mandi. Gaya dan penampilannya rapi dan necis.  Ia mengenakan sepatu dan celana putih plus baju batik bercorak warna terang.  Tak berapa lama, mobil angkutan umum sewaan pun datang.  Ia bersama kelompok musiknya, Manuhala Sou Hawaiian Band, bergegas naik. Sejurus, mobil meninggalkan kediaman yang juga dijadikan padepokan, di Kawasan Gudang Arang, Kota Ambon, Maluku, pekan lalu.

Malam itu, mereka menuju ke Lapangan Pattimura yang berada di depan Kantor Gubernur Maluku. Jarak tempat itu dari rumahnya hanya memakan waktu 10 menit.  Opa Caca, sapaan akrab Izzach, terlihat memegang erat gitar steel hawaiian (Lapsteel hawaiian guitar) miliknya. "Kami membawakan lagu-lagu berbahasa Melayu Ambon. Biasanya bercerita tentang keindahan alam dan kekayaan laut yang melimpah. Penampilan ini karena diundang. Kalau tidak ada undangan, hanya diam di rumah," ujar Opa Caca seusai melantunkan tembang Nusa Ina.

ebagai salah satu grup hawaiian di Ambon, dia memang masih minim menerima permintaan undangan untuk manggung. Tidak adanya pendonor yang mau membayar mahal membuat Manuhala Sou hawaiian Band kerap hanya tampil pada ajang-ajang tertentu. "Setiap kali tampil, paling dapat 5 juta. Itu pun harus dibagi 7-11 orang," cetusnya.  Selain acara seremonial pemerintahan, mereka tampil atas undangan konglomerat lokal dan hajatan nikah.

Hampir 50 tahun menggeluti dunia musik hawaiian, Opa Caca menjadi tetua yang masih tersisa. Selain Opa Caca, ada gitaris hawaiian yang sangat tersohor namanya di Ambon, bahkan Indonesia. Ia ialah Bing Leiwakabessy dan Zeth Lekatompessy. Mereka semua memiliki album, tapi besifat indie.  Hampir seluruhnya direkam di studio-studio lokal. Pemasaran pun untuk kalangan terbatas. Opa Caca dan Bing merupakan dua tokoh yang pernah membawa nama Ambon tampil ke Jakarta pada 1963.

Kala itu, keduanya tergabung dalam kelompok Tifa Hita Hala, The Moluccan Orchestra Ambon. Mereka sempat rekaman di kawasan kota di tahun tersebut. Mereka saat itu datang bersama rombongan yang berjumlah 15 musikus asal Maluku. Setelah era 1960-an, Opa Caca memutuskan untuk pulang kampung. Ia merasa tidak nyaman memainkan musik hawaiian di Jakarta karena suasana yang berbeda.

"Main di Ambon lebih terasa sentuhan alamnya. Saya memutuskan untuk pulang karena lebih cinta Ambon," kisahnya. Berbeda dengan Bing yang merupakan peraih Maestro Kebudayaan Daerah Maluku di Bidang Musik hawaiian, ia baru saja tampil di Jakarta, sebulan lalu. Ia datang ke Ibu Kota untuk menerima penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia atas totalitas di jalur hawaiian. "Musik hawaiian Ambon punya ciri khas, yaitu pada irama lautan teduh," papar Bing.

Musik sebagai jati diri
Berbeda dengan Bing, Opa Caca memang lebih senang bermusik di kampung. Ia pernah ke Ternate untuk mengajarkan musik hawaiian kepada generasi muda. Namun, Opa Caca baru membentuk kelompok lagi pada 1980-an dengan nama Sirsaoni Hawaiian Group. Ia pun bermain bersama generasi di bawahnya. Mereka ialah Yan Manuhutu dan Cak Labobar (gitaris), Etus Aipassa (ukulele), Semy Leinusa (basis), Frans Salelua (rumbaris), Mes Alfons (pemukul tifa), dan Rido Rehata (vibrafom).

Dari Sirsaoni Hawaiian Group, Opa Caca mengalami perpecahan. Dia membentuk lagi kelompok Manuhala Sou Hawaiian Band. "Saya selalu membuat kelompok baru karena selalu saja ada yang keluar. Bermusik di Ambon belum bisa dijadikan sebagai mata pencaharian karena minim dukungan pemerintah," keluhnya. Keberadaan musik hawaiian yang berkembang di Ambon tidak terlepas saat perang Dunia II usai.

Pengaruh budaya kolonialisme dan musik Barat yang kuat membuat generasi muda di sana sangat terpengaruh pada era 1930-1940-an. Keberadaan musik hawaiian memang tak terlepas dari pengaruh Amerika Serikat. Namun, hawaiian Ambon berbeda. Pasalnya, selain unsur hawaiian, ada unsur tifa, ukulele, dan alat musik tradisional khas Ambon lainnya. Keberadaan musik hawaiian Ambon yang lebih dikenal dengan istilah musik pulau atau musik laut merupakan sebuah jati diri.

Musik hawaiian Ambon menjadi ciri khas. "Ini asli karena ada unsur lokalitas. Memang pengaruh budaya Barat itu ada, tapi bukan berarti musisi menghilangkan ciri khas etnik Ambon," ungkap Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Ambon Henry Marijes Sopacua. Minim regenerasi Keberadaan musik hawaiian di kalangan generasi muda memang jarang yang meminati. Di samping alatnya yang mahal, regenerasi pun berjalan mandek. Itu membuat para musikus hawaiian masih didominasi kawula tua.

Generasi muda lebih condong membentuk vokal grup.  Ada yang menyanyi di kegiatan keagamaan, berkesenian di komunitas, dan bernyanyi hanya ada ajang-ajang lomba. Semuanya kerap digelar di tingkat provinsi. "Setelah kerusuhan 1999, musik sudah menjadi wadah untuk perdamaian. Tidak ada lagi dikotomi antara Muslim dan Nasrani. Semuanya menyatu untuk menunjukkan kedamaian. Musik bagi orang Maluku adalah napas," tandas Henry, yang juga musikus itu. Keberadaan musik-musik yang berkembang di pulau-pulau kecil di Ambon masih bersifat regional.
 
Orang-orang di sana lebih senang menyanyikan lagu berbahasa Ambon. Tidak menutup kemungkinan, mereka menyanyikan lagu berbahasa Inggris dan Belanda. Pemerintah Kota Ambon sudah menetapkan Ambon sebagai Kota Musik (City of Music). Itu kian membumi saat digelarnya Festival Musik hawaiian setiap tahunnya. Setiap kabupaten selalu mengutus utusannya. Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon Stevanus Tiwery menyatakan keseriusan itu disebabkan musik hawaiian Ambon merupakan musik tradisional masyarakat setempat.

Ia merasa itu sebagai bagian dari kebudayaan daerah Maluku yang harus di lestarikan bersama. "Kita tahu, di dunia ini hanya ada dua daerah musik hawaiian, yaitu di Hawaii dan Ambon. Kita bukannya meniru, melainkan melestarikan warisan musisi dahulu," papar Stevanus. Perkembangan musik hawaiian di Ambon memberikan sumbangsih penting. Apalagi, kini Ambon sudah bersolek sebagai Kota Musik.

Ini bukti bahwa pulau yang dahulunya penghasil cengkih terbaik dunia itu ingin agar musik tetap bergaung terus. Musikolog Bayu Wirawan dalam kesempatan berbeda menilai unsur laut telah memberikan ide bagi pencipta dan musikus daerah untuk berkarya. "Karakteristik daerah dan geografis bisa dikatakan musik pulau atau musik laut di kawasan Indonesia timur begitu kuat," tutur alumnus Berklee College of Music, Boston, Amerika Serikat, itu.

Lewat budaya menyanyi dan memainkan musik, ada pameo dalam masyarakat Maluku. Ketika dua atau tiga orang Maluku berkumpul, di situlah mereka pasti bernyanyi. Maluku bukan sekadar penghasil rempah-remah, melainkan juga pemasok musikus dan penyanyi ternama di negeri ini.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik