Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Wawancan, Tradisi Tutur Perkawinan Adat Lampung

Jafar Fakhrurozi
19/12/2021 05:30
 Wawancan, Tradisi Tutur Perkawinan Adat Lampung
(Pencipta dan penutur Saiful Hambala sedang menyampaikan wawancan./DOK PRIBADI PENULIS)

SALAH satu tradisi lisan Lampung yang masih berkembang hingga saat ini ialah wawancan. Wawancan berkembang dalam subkultur budaya Lampung Saibatin. Pada kultur Lampung Pepadun itu dikenal dengan nama pepaccur. Meski intensitasnya mulai menurun, kita masih menemukan tradisi itu dalam ritus kehidupan masyarakat, terutama masyarakat asli Lampung.

Wawancan merupakan jenis karya sastra bergenre puisi yang ditulis dan didendangkan untuk keperluan ritual pemberian gelar adat Lampung (adok). Pemberian gelar tersebut diberikan kepada pengantin saat acara pernikahan dilangsungkan. Dalam wawancan terkandung pesan atau nasihat yang diberikan kepada pengantin. Selain itu, dalam wawancan dikisahkan riwayat hidup kedua mempelai.

Secara bentuk, wawancan termasuk genre puisi. Wawancan ditulis dalam bentuk bait. Setiap bait terdiri atas empat atau enam baris. Tidak ada aturan mutlak untuk jumlah bait, bergantung pada sedikit atau banyaknya pesan yang disampaikan. Kalau dilihat dari struktur sajaknya, wawancan dapat dikategorikan kepada syair dan pantun. Namun, wawancan tidak dapat disamakan dengan pantun yang notabene memiliki sampiran dan isi. Semua baris dalam setiap bait wawancan mengandung isi. Pola persajakan akhir (rima) wawancan dapat dikatakan serupa pantun, yakni ab-ab.

Struktur teks meliputi pembuka, isi, dan penutup. Diawali dengan ucapan salam khas Islam dan salam khas Lampung: tabik pun. Selain ucapan salam, dalam pembuka disampaikan sapaan hormat kepada para pemimpin adat dan permohonan maaf kepada hadirin. Pada bagian isi, wawancan mengandung pesan dan nasihat tentang kehidupan, terutama seputar rumah tangga. Di sini, dikisahkan juga latar belakang kehidupan calon pengan­tin hingga mereka menikah.

Dalam wawancan juga terdapat doa yang dipanjatkan untuk kedua mempelai agar perkawinan dan rumah tangga mempelai berjalan bahagia dan sejahtera. Pada bagian akhir wawancan, disampaikan permintaan maaf dan ucapan perasaan syukur/pujian kepada Tuhan, diakhiri dengan mengucapkan salam penutup menggunakan salam Lampung atau salam Islam.

Wawancan memiliki fungsi dan makna yang penting bagi masyarakat Lampung. Pentingnya wawancan dapat dilihat dari isinya, yakni berupa pesan, petuah, dan ajaran bagi masyarakat dalam aspek pendidikan, adat, budaya, sosial, dan sebagainya. Wawancan dapat menjadi sarana pewarisan pengetahuan tentang adat Lampung. Secara umum, pesan atau nasihat itu berkenaan dengan kehidupan berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan beragama.

Gelar pemimpin

Dalam perspektif adat, wawancan dapat dikatakan sebagai penjaga nilai-nilai adat dan tradisi Lampung. Salah satu aspek adat yang dihadirkan wawancan ialah pemberian gelar adat (adok). Melalui adok tersebut, diletakkan identitas keke­rabatan dan kasta tertentu. Adok ialah sebutan kehormatan kepada seorang yang telah dewasa dan berumah tangga yang diresmikan melalui upacara adat di hadapan baik tokoh-tokoh adat maupun kerabatnya. Dalam adat Lampung, gelar tersebut disematkan untuk menandai status sebagai penyimbang (pemimpin). Dapat dikatakan bahwa adok ialah sebutan untuk gelar kebangsawanan masyarakat Lampung.

Pemberian gelar adat diberikan kepada kedua pengantin saat mereka akan melangsungkan pernikahan. Momen pemberian gelar pada saat perkawinan memiliki arti bahwa terdapat perubahan fase dari remaja ke dewasa. Fase saat bujang atau gadis memasuki kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, mereka pantas untuk diberi gelar adat sebagai penghormatan dan tanda bahwa keduanya telah resmi berumah tangga. Gelar adat itu diterima dari klan bapak dan dari klan ibu, dilakukan baik di tempat mempelai pria maupun di tempat mempelai perempuan.

Penyebutan adok


Ada adok yang disebutkan di tengah wawancan dan ada pula yang disebutkan setelah pembacaan wawancan. Adok terdiri dari dua kata. Setiap kata menggambarkan makna tertentu. Kata pertama merupakan strata sosial dalam Saibatin, sedangkan kata kedua bermakna identitas sosial seperti karakter, sifat, atau doa yang merepresentasikan diri pengantin.

Strata sosial dalam adok memiliki tujuh tingkatan yang dikategorikan ke dalam dua kelas, yakni bangsawan (pandia pakusakha) dan punggawa (khakhayakhan). Pandia pakusakha terdiri atas lima tingkatan yakni (1) batin – batin, raja – radin; (2) radin – minak; (3) minak – enton; (4) kimas (tihang, lidah)– adi (mas); (5) mas (bangsa, jaga) – sinang (cahya). Punggawa memiliki dua tingkatan, yakni (6) layang – anggin, muda – anggin dan lain-lain; (7) bunga – rayi, morep – rayi, dan lain-lain.
Tiap adok tersebut memiliki keduduk­an yang berbeda sehingga berbeda pula hak dan kewajiban yang melekat padanya. Kedudukan dari tiap gelar mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda pula. Perbedaan itu dapat dilihat dalam acara-acara adat di masyarakat seperti dalam pernikahan. Tentu, seorang yang bergelar khaja/bangsawan tidak boleh dijadikan sebagai tukang atau pekerja kasar.

Melalui adok, masyarakat diharapkan dapat menghormati pemimpin dan senantiasa menjunjung tinggi budaya leluhur. Ketujuh gelar adat tersebut tidak bisa dipisahkan karena semuanya memiliki keterikatan yang erat hubunganya antara satu tingkatan dan yang lainnya untuk saling menguatkan dan mengukuhkan.
Selain sebagai simbol adat, wawancan menjadi saksi perkawinan masyarakat Lampung. Dalam wawancan dikisahkan riwayat hidup kedua mempelai mulai latar belakang keluarga, sosial, hingga ekonomi. Juga cerita tentang jalinan asmara yang dibangun sampai akhirnya masuk jenjang perkawinan.

Menurut salah seorang pencipta dan penutur wawancan, Saiful Hambala, wawancan dibuat berdasarkan pesanan dari keluarga pengantin. Keluarga pengan­tin mengisahkan segala informasi yang perlu ditulis dalam wawancan. Pencipta menyu­sun ulang dengan bahasa yang relevan sesuai dengan format wawancan.
Tujuan penulisan kisah pengantin dalam wawancan ialah merepresentasikan identitas, sejarah, dan asal usul, serta upaya transmisi nilai-nilai keluarga ke generasi berikutnya. Dalam wawancan juga disebutkan doa untuk kebahagiaan pengantin dan nasihat-nasihat tentang cara berumah tangga agar keduanya dapat menjalani rumah tangga dengan baik. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya