Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kuliner Betawi, sebagaimana juga sifat kultur masyarakatnya yang multietnik, nyatanya juga memperlihatkan keragaman budaya yang memengaruhi etnik Betawi itu sendiri. Hadirnya pendatang dari India, Arab, China, Belanda, dan Portugis menyebabkan akulturasi budaya, termasuk dalam kuliner. Selain itu, perbedaan letak geografis, misalnya wilayah pesisir pantai, wilayah tengah Kota Jakarta, dan di pinggiran kota, turut membawa adanya perbedaan dalam kuliner Betawi.
Pengaruh akulturasi itu, misalnya, etnik China menyumbangkan makanan, seperti bihun, bakmi, bakso, taoge, tauco, dan kecap. Sementara itu, orang Belanda menyumbangkan masakan semur (smoor), yakni daging (dapat juga tahu, tempe, bahkan jengkol) yang dimasak dengan kecap, risoles, dadar gulung, makaroni, lapis legit, dan sebagainya. Orang India menyumbangkan makanan, seperti martabak manis dan martabak telur, serta bumbu-bumbu masak berupa rempah-rempah yang ada di Indonesia, termasuk ada pengaruhnya dalam nasi uduk. Orang Arab menyumbang beberapa jenis masakan, seperti nasi kebuli, nasi samin, nasi goreng kambing, gulai tangkar, dan minuman kopi jahe. Selanjutnya, orang Portugis menyumbangkan pengaruh, seperti pada bolu karamel, talam singkong, dan lain-lain.
Secara garis besar, kuliner ialah makanan dan minuman yang merupakan kebutuhan pokok. Namun, ia bukan sekadar pelepas dahaga dan lapar, melainkan juga merupakan unsur budaya yang bersifat universal. Makanan dan minuman berwujud sebagai kebudayaan fisik karena merupakan hasil olahan manusia. Selain itu, juga berwujud sebagai kebudayaan aktivitas, yaitu tindakan atau kegiatan dalam mengolah masakan dan minuman. Makanan dan minuman juga merupakan wujud kebudayaan ide atau gagasan, misalnya dalam hal memikirkan bagaimana mengolah masakan itu menjadi enak dan nikmat atau bermanfaat untuk dikonsumsi.
Berdasarkan domisilinya, makanan dan minuman Betawi dibedakan atas tiga kelompok, yaitu mereka yang tinggal di tengah kota, pesisir dan pulau, serta yang bermukim di pinggir/udik atau tinggal di kampung-kampung di sekitar kota.
Perbedaan lokasi tempat tinggal ini menyebabkan adanya sedikit perbedaan dalam hal kuliner yang mereka konsumsi. Misalnya, orang Betawi Kota biasa menyantap sayuran yang disebut sayuran Bogor, seperti wortel, kubis, dan tomat. Orang Betawi yang tinggal di kampung-kampung punya sayur besan yang menggunakan bahan telur terubuk yang banyak didapat di pasar-pasar di pinggir kota. Sebaliknya, orang Betawi Kota banyak ada yang menyukai jengkol, tetapi banyak pula yang tidak menyukainya. Adapun dalam laksa orang pesisir, kuahnya ditambah ikan tenggiri yang dihancurkan. Bahan masakan yang disantap masyarakat betawi ialah apa yang disediakan alam yang terdapat di kebunnya. Misalnya, jantung pisang dapat dijadikan bahan urap dan pete-petean (petai China), ataupun bahan-bahan sayur asem.
Belakangan, Lembaga Kebudayaan Betawi sedang memperjuangkan agar aer manis, salah satu kuliner khas Betawi ini, bisa ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tak benda dari Jakarta. Barangkali hanya sedikit dari kita yang pernah mendengar aer manis. Minuman ini nyatanya tidak banyak dikenal meski merupakan minuman khas dari Betawi. Apakah itu aer manis?
Hampir seperti minuman tradisional lainnya, aer manis merupakan minuman yang dibuat dari rempah-rempah, seperti halnya wedang jahe, wedang uwuh, ataupun bandrek. Aer manis pun biasanya disajikan dalam keadaan hangat untuk menyambut dan menghormati tamu yang datang.
Sayangnya, minuman tradisional bisa dibilang terlupakan. Padahal, pada masa dahulu, aer manis tidak pernah luput dari meja orang Betawi. Meski demikian, memang diakui pesebaran aer manis terbatas di daerah pusat Kota Jakarta, atau yang sering disebut sebagai Betawi Tengah.
Cucu Sulaiha, pemerhati kuliner Betawi yang juga anggota Dewan Pakar Persatuan Wanita Betawi, mengatakan di masa kini aer manis seolah terlupakan. Aer manis tak popular lagi di kalangan generasi milenial masa kini, barangkali karena cara membuatnya yang sedikit susah. Padahal, aer manis menyimpan filosofi berharga dalam kehidupan orang Betawi.
Menurut dia, aer manis ialah upaya tuan rumah yang merasa sangat gembira dan sukacita menerima tamu yang datang ke rumahnya. Maka, aer manis pun disuguhkan kepada tamu yang datang, sebagai penghilang dahaga sebelum makanan lain dihidangkan, terutama jika besan yang datang, tuan rumah merasa sangat perlu menghargai dan menghormati dengan menyajikan aer manis.
“Dengan demikian, tamu merasa diperlukan karena tuan rumah sampe repot-repot. Kalau teh dan kopi itu gampang membuatnya,” ujar perempuan yang akrab dipanggil Oma Cucu itu.
Aer manis ialah sajian minuman yang terbuat dari air, serei (sereh), gula batu, ditambah tangkwe, sukade, dan pacar cina. Meski demikian, Oma Cucu menyebut, penggunaan pacar cina hanya sebagai variasi saja, sebab kadangkala orang akan sering rancu dengan sekuteng karena penggunaan pacar cina ini.
Maharani Kemal, pakar kuliner Betawi, menyebut aer manis yang berkembang sekarang ini sebenarnya merupakan kreasi saja. Awalnya, aer manis hanyalah berupa sajian sereh dan gula batu. Rasanya memang manis dan ditujukan buat tetamu.
Suguhan aer manis ini pun dapat diibaratkan sebagai upaya untuk menjaga tali silaturahim antarsaudara, keluarga, maupun teman. Tidak hanya manis dan menyegarkan, minuman ini juga menyehatkan karena mengandung serai yang memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Salah satunya dalam menurunkan kadar kolesterol dan asam urat.
Kapan aer manis mulai dikenal? Kedua pakar tersebut tidak bisa memastikan. Semuanya meneruskan dari nenek moyang. Namun, dapat dipastikan bahwa pengaruh China tampak dalam penggunaan sukade dalam jenis minuman ini meski ternyata etnik Tionghoa sendiri juga tidak mengenal aer manis.
Aer manis dapat diibaratkan sebagai welcome drink pada zaman dahulu kala. Orang tua Betawi zaman dulu sering mengatakan, tamu yang datang diberikan aer manis itu pasti girang.
“Orang tua kite zaman dahulu sering bilang gini, ‘besan kalau disediakan aer manis itu pasti girang. Kenapa? Karena aer manis melambangkan kegembiraan dan sukacita dalam menyambut tamu. Kita juga ikhlas dan redho menerima tetamu,” kata Oma Cucu.
Peran dapur
Dalam budaya orang Betawi, dapur ialah wilayah yang sangat penting bagi seorang perempuan. Bahkan, dapur juga menjadi tempat untuk mendidik generasi penerus, seperti anak, menantu, saudara, ataupun keponakan. Sekalipun tidak diajari secara langsung, anak perempuan, terutama yang sudah baligh, memiliki kewajiban untuk memasak di dapur. Segala hal perihal resep maupun ilmu rumah tangga diajarkan di dapur. Karena, dalam dapurnya orang Betawi itu terdapat bale atau dipan yang menjadi area perundingan. Seorang anak bisa paham membuat sesuatu karena diajarkan atau memperhatikan secara langsung.
Menurut Maharani, bila ibu tidak sempat mengajarkan si anak, bisa jadi neneknya atau tantenya yang akan mengajarkan, misalnya membuat kue nastar menjelang Idul Fitri.
“Begitulah dapur menjadi transmisi paling efektif untuk mentransfer ilmu,” ujarnya.
Meski demikian, ia mengakui di masa kini ada beberapa makanan Betawi yang hampir punah, seperti mi rebus Betawi dan apem cungkit. Bukannya tidak laku atau digemari, tapi karena membuatnya susah. Bisa jadi resepnya yang menggunakan banyak rempah yang sulit didapat atau memang teknik memasaknya yang perlu keahlian khusus.
“Apalagi, masakan Betawi itu tidak hanya bisa mengandalkan sontekan resep, tapi harus benar-benar memperhatikan. Jika teknik dan cara mencampur bumbunya lain, rasa yang didapat juga berbeda,” ucap pakar kuliner Betawi ini.
Demikianlah, makanan dan minuman Betawi dengan ciri khasnya telah mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia karena rasanya yang ‘ngangenin’, sederhana tapi nikmat. Oleh karena itu, tradisi pewarisan nilai-nilai melalui dapur juga harus terus digalakkan agar tak terputus pada generasi muda. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved