Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Keluarga Horaman Saragih Kekuatan Visi Ibu

(*/M-1)
17/10/2021 05:05
Keluarga Horaman Saragih Kekuatan Visi Ibu
Keluarga Horaman Saragih Kekuatan Visi Ibu(MI/SUMARYANTO BRONTO)

PASANGAN Horaman Saragih dan Pinta Uli Sitorus juga lebih mengedepankan warisan pendidikan ketimbang harta. Demi tekad itu, suami-istri yang berasal dari Pematang Siantar, Sumatra Utara, tersebut lebih meng­alokasikan dana untuk pendidikan anak-anak.

Kini, tiga putra mereka telah berhasil meraih gelar doktoral, sedangkan dua putra lainnya merupakan kandidat doktor. Semangat pendidikan tak hanya diberikan kepada anak-anak mereka, lima menantu mereka juga dibiayai bersekolah untuk menempuh pendidikan S-2.

“Jadi, harta itu kami temui notaris bahwa harta kita tidak bisa diperjualbelikan, tapi hasilnya harus menyekolahkan anak sampai setinggi-tingginya. Menantu saya dan anak saya jangan sampai susah menyekolahkan cucu-cicit saya,” kata Horaman sebagai bintang tamu Kick Andy episode Warisan bukan Harta yang tayang hari ini.

Di balik kesuksesan mereka mengantarkan anak-anak menempuh pendidikan hingga S-3, perjalanan hidup Horaman dan Pinta juga terhitung tak mudah. Ia telah menjadi yatim di usia 1 tahun. Setelah lulus SMA, Horaman mendaftar ke Akademi Militer di Magelang, tetapi tidak lulus dalam sebuah tes. Karena tidak ingin pulang kampung dengan kegagalan, ia nekat mengadu nasib di Bandung.

“Saya tidak mau pulang ke Medan atau ke Siantar. Lebih baik mati saya di Jawa daripada di Sumatra karena anggapan saya surga dekat dari Jawa. Semua famili pulang dari Jawa hebat-hebat. Larilah ke Bandung, famili tidak ada, makannya dari menjual karcis (calo),” kenang Horaman.

Setelah setahun menjadi loper koran, ia lulus Akademi Industri Militer Pabrik Senjata dan Mesin (Pindad). Sementara itu, dorongan dan dukungan finansial untuk menjadi sarjana ia dapatkan setelah menikah dengan Pinta.

Pinta bukan saja terkenal sebagai kembang desa, melainkan juga seorang perempuan berpikiran maju. Untuk membantu suami, ia membuka toko kelontong dan membiayai sekolah sarjana Horaman dengan menjual kalungnya. Hasilnya, sang suami dapat merintis karier di Departemen Tenaga Kerja.

Pinta bercerita ia dan suami bahu-membahu mengurus anak. “Saya masak, nyuci, semua setengah 4 pagi, beres semua jam 5. Setengah 6 aku ke pasar belanja untuk sembako jualan. Bapaknya udah mandiin anak-anak, udah siap di meja apa pun yang ada. Saya rajin buat bakwan, makanan, tapi anak-anak ini enggak ada saya kasih seratus perak pun buat jajan,” kenang Pinta.

Pinta menambahkan, jika anak-anaknya sudah belajar sesuai dengan waktu belajar mereka, ia akan memberikan susu encer untuk mereka. “Umpamanya mereka bela­jar sesuai dengan jam, saya bikin susu encer. Susunya enggak bisa kental, enggak cukup,” ujar Pinta.

Kepedulian akan pentingnya pendidikan juga diwujudkan keluarga itu ke masyarakat. Mereka membangun yayasan di Pekanbaru, Riau. Yayasan tersebut menyediakan sekolah menengah pertama (SMP) secara gratis yang diperuntukkan orang-orang suku Sakai (sekumpul­an masyarakat yang terasing dan hidup masih secara tradisional dan nomaden di kawasan Pulau Sumatra). Suku-suku lainnya juga diperbolehkan untuk bersekolah di SMP tersebut, tetapi ditarik biaya yang rendah.

Bagian penting dalam pendidikan yang Pinta telah terapkan ialah pentingnya pendidikan moral dan agama untuk anak-anaknya. “Anak-anak dulu sewaktu kecil selalu saya bawa ke gereja, sekolah minggu. Jadi, terus saya anterin lima-limanya. Sampai sekarang tidak pernah mau melawan,” pungkas Pinta. (*/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya