Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KESADARAN tentang diri yang berbeda dimiliki Hendrika Mayora Victoria sejak kecil. “Saya sendiri merasa bahwa waktu kecil saya sudah berbeda saat saya bermain pun peran yang saya mainkan saya lebih merasa seperti peremuan, seperti main masak-masakan, rumah-rumahan, saya menjadi ibu,” kata transpuan yang akrab disapa Mayora ini saat menjadi bintang tamu Kick Andy episode Jingga Di antara Hitam dan Putih.
Berupaya untuk tumbuh sebagaimana harapan keluarga, Mayora yang lahir di Maumere dan besar di Merauke ini, melanjutkan pendidikan formasio biarawan dan berkhaul menjadi seorang bruder.
Namun, sekuat apa pun Mayora melawan naluri diri, pada akhirnya ia tidak bisa membohongi jati diri. Maka pada 2016, Mayora membuat surat pengunduran diri dari biara.
“Saya merasa hidup tidak berarti. Saya merasa berdosa dengan diri saya, dengan Tuhan, dan orangtua saya. Saya mau lompat di Jembatan Tujuh Wali-wali. Namun, saya bersyukur saya bertemu dengan anak perempuan dan dia cerita punya masalah. Akhirnya, saya berpikir, dia bisa kuat, kok saya tidak bisa kuat,” kenang transpuan berusia 35 tahun itu.
Pada 2018, Mayora memutuskan untuk pindah ke Yogyakarta hingga ia bertemu rekan-rekan transpuan yang menginspirasinya untuk menemukan jati dirinya. Maka di usia 32 tahun barulah Mayora, yang memiliki nama lahir Henderikus Kelan, berani mengekspresikan diri sebagai transpuan.
Identitas itu terus ia gunakan saat kembali Merauke meski sempat tidak diterima keluarga. Dengan dukungan kakak sepupunya, Mayora juga terbuka bersosialisasi dan ikut berbagai kegiatan kemasyarakatan. Dia menjadi pembawa acara perkawinan atau hajatan keluarga, mengadakan kegiatan kesenian dan pembinaan keimanan anak di gereja, menjadi ketua kelompok kerja yang membawahi pengajaran Pancasila, pola asuh keluarga, hingga memberi penyuluhan ketika ada wabah penyakit.
Mayora juga mendirikan Fajar Sikka, organisasi untuk membantu solidaritas kelompok keberagaman gender dan seksualitas. Seiring berjalannya waktu, organisasi tersebut tidak hanya untuk komunitas LGBT, tetapi juga untuk semua kelompok minoritas.
Aktif berkegiatan dalam masyarakat dan juga dalam PKK membuat Mayora terpilih menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Ia mengalahkan lima kandidat lainnya dan merupakan transpuan pertama yang menjadi pejabat publik di Indonesia.
Mayora yang kini menempuh studinya di jurusan hukum Universitas Nusa Nipa berharap keberadaan kelompok minoritas di jabatan publik memberi harapan akan solidaritas dan toleransi keberagaman di masyarakat. (*/M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved