Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Albertus Gregory Tan Solidaritas untuk Gereja dan Umat

(*/M-1)
19/9/2021 05:15
 Albertus Gregory Tan Solidaritas untuk Gereja dan Umat
Albertus Gregory Tan(MI.Permana)

AKSI sosial tanpa berlama-lama memulai juga dilakukan Albertus Gregory Tan. Lebih dari satu dekade lalu, pria yang akrab disapa Greg ini berkunjung ke sebuah gereja di Sumatra Utara.

Kondisi gereja yang tidak layak membuat pria kelahiran Jakarta itu merasa terdesak membantu. Tanpa menunggu lama, pada 14 Februari 2011, ia membuat gerakan solidaritas bernama Program Peduli Gereja Katolik di Facebook.

"Saya datang ke tempat itu hanya untuk membantu seorang pastor melayani umat yang ada di sana. Pengalaman tersebut menyentuh dan membekas di hati saya. Setelah pulang itu, saya merasa ada dorongan yang sangat kuat untuk saya harus membantu, harus berbuat sesuatu cuma saya enggak tau gimana caranya," kata Greg yang menjadi narasumber Kick Andy episode Bukan sekadar Kata yang tayang malam ini.

Sayang, gerakan Greg untuk renovasi gereja itu banyak mendapat kecaman dan fitnah karena masyarakat belum terbiasa dengan penggalangan dana melalui medsos. “Jadi sesuatu yang betul-betul tabu ketika orang meminta donasi, sumbangan itu lewat media sosial, yang kita enggak saling kenal, kita enggak tahu apakah betul seperti itu keadaan atau enggak. Jadi, yang saya dapatkan pada saat itu hanya kecaman dan fitnah," kenang pria berusia 31 tahun itu.

Greg mengungkapkan dalam masa sulit itu ia mendapat donasi dari seorang warga Amerika Serikat, tetapi dengan besaran hanya US$1 atau setara Rp10 ribu pada saat itu. Sekilas nilai uang itu mungkin terasa miris meski begitu Greg memilih melihat positif.

"Ternyata ada pintu lain yang dibuka dalam arti ternyata dari sekian banyak orang yang tidak percaya kepada saya, ternyata ada orang yang menaruh kepercayaan walaupun US$1," papar pria lulusan sarjana Ilmu Administrasi Pemerintahan Universitas Indonesia tersebut.

Kemampuan Greg dalam memandang hidup dengan positif diakui merupakan tempaan dari kehidupan keluarganya. Saat krisis moneter 1998, bisnis percetakan keluarganya habis tak bersisa sehingga membuat dirinya harus berjualan gorengan di kampus untuk membiayai pendidikannya.

Meski begitu, Greg juga tidak melihat masa sulit itu sebagai derita, tetapi sebuah keadaan yang memang harus dijalani dan disyukuri.

Dalam menjalani gerakan sosial bagi gereja, kegigihannya terbayar dengan donatur yang berdatangan seiring waktu. Perkembangan medsos juga mendukung gerakan itu semakin dikenal dan diterima masyarakat.

Hingga kini, aksi Greg bersama rekan-rekannya telah berhasil merenovasi 150 gereja di seluruh Indonesia. "Sudah merata sih dari Sumatra sampai ke Papua. Itu semuanya ada dan memang bulan Agustus ini tepat 150 gereja," jelas anak kedua dari dua bersaudara tersebut.

Semakin suksesnya Gerakan Peduli Gereja Katolik membuat Greg kemudian mendirikan Yayasan Vinea Dei (Kebun Anggur Tuhan). Tak hanya berfokus pada pembangunan gereja, Yayasan Vinea Dei juga membidik pendidikan Katolik, khususnya untuk anak-anak didik Katolik di pelosok Indonesia yang putus sekolah dan ingin melanjutkan ke sekolah hingga ke perguruan tinggi.

Jalur donasi pun dibuka untuk siapa pun yang ingin membantu gerakan ini. Greg menjelaskan jika donasi bukan hanya datang dari Indonesia, melainkan juga dari luar negeri dan juga lintas agama.

"Lintas agama karena memang berangkat dari keprihatinan yang sama. Mereka melihat masih banyak saudara-saudara mereka yang untuk berdoa saja tidak layak. Jadi betul-betul berangkat dari kemanusiaan juga," pungkasnya. (*/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik