Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Cerita Lurik

Siti Retno Wulandari
10/4/2016 00:10
Cerita Lurik
(MI/ADAM DWI)

SOAL sejarah, lurik mungkin tidak kalah dengan batik. Di zaman Kerajaan Majapahit, keduanya sudah digunakan masyarakat dan masih bertahan hingga kini. Namun, soal pamor dan penyebarluasan, lurik bisa dikatakan tertinggal jauh dengan batik. Lurik hingga kini hanya populer di Jawa dan sangat jarang diolah menjadi busana mewah.

Nyatanya, meski terkesan jauh sederhana daripada batik, wastra yang asal katanya ialah lorek (bahasa Jawa yang berarti garis) ini memiliki cerita dan makna yang tidak kalah beragam dari batik. Inilah yang dipamerkan dalam pameran bertajuk Lurik, Garis-Garis Bertuah yang berlangsung sejak Kamis (29/3) hingga Sabtu (9/4) di Museum Tekstil Jakarta.

Ada sekitar 80 wastra lurik yang merupakan koleksi almarhumah Nian S Djoemena yang dipamerkan. Kurator kain yang juga relawan Museum Tekstil Benny Gratha, kepada Media Indonesia, menjelaskan bentuk dan warna garis pada lurik dibuat sesuai dengan aktivitas atau ritual penggunaannya, seperti prosesi pernikahan, selamatan untuk usia kehamilan tujuh bulan, dan dijadikan mahar. Berikut di antara lurik-lurik yang memiliki keunikan tersendiri.

1. Kumbokarno

Kain ini menjadi bukti bahwa warna lurik tidak melulu gelap. Di kain ini, warna-warni seperti merah, biru dongker, turqouise, dan abu-abu hadir bergantian dengan ukuran yang sama. Bagian tepi kain diikat dan sulur benang dibiarkan terpisah-terpisah. Meskipun berwarna-warni, kain yang motifnya diberi nama Kumbokarno tidak menyakiti mata, warnanya lembut.

"Kalau dahulu kan pewarnaannya dengan bahan alam, tetap terlihat kalem," tukas Benny sembari menjelaskan makna dari nama kain itu. Kumbokarno merupakan tokoh raksasa dalam pewayangan yang berjiwa satria, berani, serta tegas. Lurik yang berasal dari Jawa Tengah dengan model tenun sederhana ini biasa dikenakan laki-laki.

2. Gambang suling

Bagaimana seorang perajin bisa menenun dengan motif yang terlihat semrawut, tapi membentuk gambaran menawan? Itulah yang ditemukan pada lurik gambang suling dengan teknik ikat pakan dan ikat lungsi.

Wastra dengan warna dominasi biru putih dan di bagian pinggirnya berwarna hijau kekuningan ini berasal dari Jawa Tengah. Benny menjelaskan, untuk membuat lurik gambang suling, perajin harus terlebih dahulu mengikat benang pintal kapas baik yang akan ditenun sebagai lungsi atau pakan. Biasanya pemakai lurik ini pria yang diharapkan memiliki sifat sama dengan gending gambang suling yang mendengungkan optimisme.

3. Kluwung

Lurik asal Karang Moncol, Banyumas, ini memiliki makna pelangi yang merupakan keajaiban alam dan tanda kebesaran Tuhan. Paduan warna hitam, biru, dan abu pada kedua sisinya bisa harmonis karena dibuat dengan penghitungan tersendiri. Proses itu bukan saja memakan waktu, melainkan juga cukup rumit karena perajin sudah harus bisa membayangkan kain tersebut dengan detail sebelum memulai menenun.

"Biasanya digunakan untuk upacara tujuh bulan perempuan yang sedang mengandung. Atau digunakan untuk pengantin, yang kemudian diletakkan pada bagian bawah bantal kerobong pengantin. Tujuannya sama, supaya terhindar dari mara bahaya," tukas Benny.

4. Batik Lurik Motif Cuken

Paduan dua teknik tradisional yang sangat apik ini berasal dari Tuban, Jawa Timur. Benny menceritakan awalnya kain tersebut berwarna putih dan biru, lalu dicelup ke dalam warna merah sehingga menghasilkan lembaran lurik berwarna gelap. Kemudian sang perajin baru membubuhkan titik-titik dibagian ujung setiap kotak.

Seusai melakukan kaitan antara benang lungsi dan pakan, sang perajin langsung membakar malam dan membubuhkan canting di beberapa titik pada kain yang kemudian membentuk motif geometris. Untuk bahan baku kain, Benny menjelaskan perajin menggunakan kapas pintal tangan. Ada dua warna yang langsung dihasilkan buah kapas, yaitu putih dan cokelat.

5. Kunang Sekebon

Sisipan benang sintetis berwarna emas dan perak membuat kain lurik asal Jawa Tengah ini tampak mewah. Kain Lurik dengan motif kotak-kotak warna hitam dan putih itu persis seperti tekstil masa kini. Lurik kunang sekebon biasanya dikenakan pasangan pengantin saat berlangsungnya pesta resepsi. Kunan sekebon berarti kebun yang dipenuhi kunang-kunang lambang keindahan.

6. Tuluh Watu

Kain Lurik panjang dengan paduan warna biru, ungu, dan hitam ini merupakan hasil tangan warga Kudus, Jawa Tengah. Motif dan warnanya yang klasik mengingatkan kita pada perempuan-perempuan zaman dahulu yang kerap memakai kain lurik untuk ritual kerajaan, baik sebagai bawahan maupun kemben.

Tuluh watu diartikan sebagai batu yang bersinar dan dianggap sebagai penolak bala. "Hampir 90% sudah tidak diproduksi lagi, kalau dengan alat gedogan, lebarnya hanya 70 cm," pungkas Benny.(Wnd/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya