Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
LAYANAN film streaming kini menjadi dominan dinikmati banyak orang di dunia termasuk masyarakat Tanah Air. Di masa pandemi ketika bioskop ditutup ataupun dibatasi, orang-orang mencari alternatif untuk tetap bisa menikmati film. Di balik semarak menonton film via layanan streaming itu, ternyata muncul dua sisi yang menguntungkan dan merugikan.
"Positifnya bagi penonton Indonesia, saya pun mengalami seperti itu, publik lebih terpapar dengan film-film Indonesia yang lebih beragam. Dulu-dulu keluhan klisenya film-film Indonesia begitu-gitu saja," kata pengamat film dari Cinema Poetica, Adrian Jonathan Pasaribu, dalam program Nunggu Sunset di Instagram Live Media Indonesia, Kamis (25/3).
Baca juga: Kolagen Jaga Kesehatan Kulit dan Cegah Penuaan Dini
Menurut Adrian, layanan streaming membuka mata penonton banyak film karya sineas dalam negeri yang beragam dengan kualitasnya masing-masing. Misalnya, film pendek Tilik yang mendadak viral ditonton banyak orang.
Festival film pun yang biasanya cuma menjadi konsumsi kalangan terbatas kini bisa digandrungi lebih banyak penonton. Dia mencontohkan gelaran Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) yang digelar daring pada November lalu ternyata juga mendapat perhatian dari segmen penonton yang lebih luas.
"Festival film dulu hanya konsumsi komunitas, praktisi, pegiat, sekarang kayak menjadi normal. Ketika pandemi mereka (JAFF) menggelar acara daring kemudian semua jadi tahu ada JAFF. Dan tidak cuma JAFF, tapi banyak festival lain yang mengalami nasib serupa. Di titik itu positif menurut saya," kata Adrian.
Dari sisi pasar, pesatnya pertumbuhan penonton layanan streaming juga dinilai positif bagi industri. Pandemi menjadi momentum akselerasi bagi layanan digital.
"Kita tadinya mungkin hanya sekitar 3 jutaan pengguna layanan film streaming kemudian Januari kemarin sudah 7 jutaan menurut data beberapa firma riset. Itu positif dalam arti pasar baru," imbuhnya.
Meski begitu ia menilai ada sisi negatif dari tren itu. Salah satunya, hilangnya sifat komunal yang sudah membudaya dalam praktik menonton film. Pasalnya, penikmat film pun menonton ke bioskop atau festival bersama keluarga maupun teman. Seluruh insan perfilman pun, kata dia, selama ini bekerja dari aktivitas perjumpaan fisik.
"Kerumunan ini kan sebenarnya menghidupi perfilman kita. Di bioskop misalnya penghasilannya besar dari menjual makanan. Gerakan (film) independen juga hidup dari kerumunan, ada jaringan, ada pergaulan. Ini selama pandemi hilang dan Di titik ini mungkin cuma satu jawabannya, pandeminya harus diatasi," kata dia.
Dampak negatif lainnya ialah ancaman bagi pekerja film maupun eksibitor film. Dia mengatakan sekitar 90% pekerja film merupakan kategori rentan. Mereka dinilai semakin terhimpit ketika pandemi. Bioskop-bioskop pun, terutama jaringan kecil, amat rentan kondisinya di saat pandemi ini.
"Bioskop-bioskop kecil di daerah banyak bermunculan dengan jaringan lokal yang kecil. Ketika pandemi menyerang mereka sangat rentan karena kecil dan keuangan tidak stabil. Persoalan pasar tenaga kerja ini yang mengkhawatirkan ketika pandemi ini dan itu berdampak negatif," kata dia.
Aktor dan sutradara muda Umay Shahab juga mengakui pandemi ini berdampak besar bagi pembuatan film. Banyak tantangan yang dihadapi saat memproduksi film yang juga berpengaruh para proses. Proses pembuatan film juga harus disesuaikan lantaran kebutuhan untuk menerapkan protokol kesehatan.
"Harus ada dana tambahan untuk swab. Kita juga harus memilih daerah-daerah zona hijau. Enggak bisa memilih daerah zona merah atau sembarang tempat. Secara cerita juga harus disesuaikan. Ada adegan tertentu yang ingin mengumpulkan orang akhirnya juga kan enggak bisa," kata sutradara film Ku Kira Kau Rumah itu.
"Jadi memang pandemi ini adalah momen untuk para film maker beradaptasi sekencang mungkin. Bukan cuma film maker aja, semua lini usaha lagi ditempa sekencang-kencangnya. Jadi adaptasi atau mati," kata dia. (Dhk/A-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved