Headline
Kemenlu menyebut proses evakuasi WNI mulai dilakukan via jalur darat.
Kemenlu menyebut proses evakuasi WNI mulai dilakukan via jalur darat.
TAHUN ini menandai seabad jejak sejarah bapak perfilman Indonesia, Usmar Ismail. Sepanjang hidupnya, pria yang berpulang pada 2 Januari 1971 itu menghasilkan 25 film. Syuting hari pertama film Darah dan Doa yang kemudian dirilis 1950, disepakati sebagai hari film nasional.
Sebagai peletak arah sinema Indonesia pada masa itu, Usmar betul-betul memikirkan bagaimana bentuk dan 'warna' sinema Indonesia menurut pemikirannya.
Film Lewat Djam Malam (1954), dianggap oleh banyak kalangan sebagai karya masterpiece-nya. Film itu digarap setelah Usmar pulang dari menempuh pendidikan di UCLA, Amerika Serikat (AS). Meski pria kelahiran Bukitting itu telah memulai mengarahkan film sejak sebelum Darah dan Doa (1950), tetapi kedua filmografi sebelumnya yaitu Tjitra (1949) dan Harta Karun (1949), tidak diakuinya.
Jika menilik kembali beberapa karya Usmar, terlihat kejeniusannya dalam medium audio visual. Salah satu yang mencuat adalah modernitas dalam sinemanya.
Misalnya saja, dalam Lewat Djam Malam, imaji keindonesiaan justru disampaikan Usmar lewat tokoh Laila, seorang pelacur yang berinteraksi dengan tokoh utama Iskandar.
Iskandar, tokoh utama di Lewat Djam Malam merupakan veteran yang akhirnya kembali ke kehidupan masyarakat. Ia pun mengalami trauma. Dalam salah satu adegan, ia berkunjung ke rumah temannya. Di sanalah ia bertemu dengan Laila. Meski ditaruh sebagai karakter seorang pelacur, Usmar malah tidak menempatkan Laila sebagai karakter femme fatale, perempuan seksi yang berbahaya, atau predikat yang biasanya melekat pada karakter pelacur pada umumnya.
Justru, Laila ditaruh sebagai karakter yang memberikan imaji tentang Indonesia yang modern, pasca perang. Akademisi dan pengkaji film Intan Paramaditha menilai, kliping-kliping gambaran yang jadi properti Laila punya peran vital.
"Apa sih sebenarnya yang ingin dicapai dengan menghadirkan tokoh pelacur seperti ini? Kenapa tidak dengan yang menggodai, memang ada adegan menggoda, tapi justru dia sibuk dengan klipingnya. Saya menangkap ini semacam gagasan, impian dan cara membayangkan Indonesia itu sendiri. Setelah perang itu seperti apa, kehidupan modern Indonesia," terang Intan dalam sesi diskusi Usmar Ismail Mise en Scene, yang merupakan seri rangkaian diskusi 100 Tahun Usmar Ismail, melalui kanal Youtube Rumata Art Space, Senin malam, (22/3).
"Maka yang dimunculkan adalah kolase, ada potongan gambar baju, rumah bagus, dan itu semua (kolase) kayak tempelan, bukan sesuatu yang utuh, mesti merekanya satu per satu. Ini keren banget, Kemudian di sini si pelacur digambarkan sebagai seorang yang mendokumentasikan kehidupan modern. Si Laila tidak ubahnya seorang arsiparis yang mendokumentasikan impian di kehidupan modern,".
Intan juga menyebut, unsur modernitas dalam sinema Usmar Ismail bisa ditelisik dari segi naratif. Misalnya, bahasa yang digunakan dalam film Usmar seperti di Lewat Djam Malam, tampak berjarak dengan kehidupan sehari-hari.
"Itu adalah upaya untuk memunculkan gagasan idealisme bahasa Indonesia yang benar adalah seperti itu. Barulah bahasa-bahasa yang digunakan lebih luwes, digunakan di Tiga Dara," tambahnya.
Sementara itu, produser dan sutradara Ifa Isfansyah juga melihat bahasa menjadi salah satu jalan masuk menerjemahkan modernitas dalam sinema Usmar, dengan berkaca pada situasi pada masa tersebut.
"Saya membayangkan kondisi psikologis pada masa itu, sebagai bangsa yang baru merdeka, modernitasnya adalah bagaimana kita yang berbeda itu jadi satu kesatuan dan terpusat. Kesatuan menjadi penting, itu isunya yang dibawa," papar Ifa.
"Benar-benar satu bangsa dan satu bahasa. Lalu, perkembangan sinema saat itu sangat eksklusif, enggak mungkin produksi film sampai ke pelosok yang susah dijangkau. Jadi, bagaimana untuk bisa benar-benar bisa mewakili semuanya? Jadi tentu dengan pilihan bahasa yang benar-benar Indonesia, menjadi cara yang modern saat itu," pungkasnya. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved