Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Dede Koswara: Pengusaha Penerjang Pandemi

Bagus Pradana
06/12/2020 02:45
Dede Koswara: Pengusaha Penerjang Pandemi
Dede Koswara(MI/SUMARYANTO BRONTO)

TIDAK seperti anak muda kebanyakan, Dede Koswara mantap memilih profesi sebagai petani. Dede memang terbiasa dengan kehidupan petani karena kedua orangtua yang bertani labu acar.

Namun, bukannya ia tidak punya kesempatan alih profesi. Setelah menamatkan SMK pada 2008, lelaki kelahiran 1989 itu ditawari sang ayahnya untuk berkuliah.

“Bapak sudah nawarin, mau kuliah enggak? Saya jawab, enggak mau. Saya takut kalau saya jadi sarjana terus saya enggak balik ke desa. Jadi sarjana tapi takut nganggur, makanya saya pilih jadi petani saja,” papar Dede saat menjadi bintang tamu Kick Andy, episode Pandemi Ketulusan, yang tayang hari ini.

Dede, bahkan tidak gengsi mengawali usaha dengan menjadi sopir pengangkut sayur dari kampungnya di Ciwidey ke Pasar Induk Caringin, Kota Bandung. Usaha tersebut ia lakukan selama kurang lebih lima tahun, sembari mencari peluang penjualan untuk komoditas labu acar andalannya.

Pada 2016, ia bisa membuka pasar baru di Kawasan Tangerang, dan menjadi salah satu pemasok utama komoditas labu acar untuk Pasar Induk Kemang dan Pasar Induk Tanah Tinggi di Tangerang hingga hari ini. Setelah keberhasilan itu, ia merangkul anak-anak muda di sekitar kampungnya untuk ikut membudidayakan labu acar.

Awalnya hanya ada 15 hingga 25 anak yang bergabung dengannya, tetapi jumlah tersebut semakin bertambah seiring dengan meningkatnya produksi labu acar di Ciwidey. “Saya ajakin teman-teman yang nyupir angkutan sayur. Awalnya mereka enggak mau, tapi setelah melihat hasilnya, dulu sopir sekarang punya mobil. Bagi anak muda, petani itu ya pegang cangkul dan kotor. Tapi sekarang enggak begitu, bertani itu keren,” tutur Dede.


Kelompok Tani

Tak lama berselang, ia pun menginisiasi pendirian sebuah kelompok tani yang dinamai Gabungan Kelompok Tani Regge Generation. Kelompok ini mayoritas anggotanya ialah anak-anak muda lulusan SMP-SMA berusia 20-30 tahun. Kini telah sekitar 2.100 petani yang bergabung dengan kelompok tersebut dan menggarap lahan sekitar 350 hektare.

Setiap harinya mereka mampu menghasilkan 20 ton hingga 60 ton labu acar segar dengan omzet berkisar antara Rp50 juta hingga Rp120 juta per harinya. Berkat kerja keras Dede, Ciwidey pun kini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil labu acar setelah Lembang.

Untuk menyubsidi para anggotanya dari ancaman fl uktuasi harga, Dede pun menerapkan sistem kas. Setiap petani wajib membayar uang kas sebesar Rp100 per kilogram labu acar yang dijualnya. Dana yang terkumpul digunakan untuk menyubsidi harga bilamana harga labu di pasaran mengalami penurunan, maupun dialokasikan untuk berbagai kegiatan sosial lainnya, seperti pelatihan pertanian maupun bakti sosial.

Saat ini Dede sedang berusaha merealisasikan rencana pembangunan agrowisata di kampung halamannya dengan tujuan utamanya, yaitu untuk memberdayakan masyarakat, “Sedang dikonsep, namanya Kampung Wisata Labu Acar,” pungkasnya. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik