Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Tumbuh di Dunia Sastra dan Tarik Suara

Galih Agus Saputra
15/11/2020 00:10
Tumbuh di Dunia Sastra dan Tarik Suara
Balqis Vania Gitta(Dok. Pribadi)

DI usianya yang ke-16, Balqis Vania Gitta telah mengoleksi beragam prestasi, khususnya di bidang tarik suara dan deklamasi. Remaja asal Lampung itu baru-baru ini menjuarai lomba baca puisi Sapardi Djoko Damono yang diadakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Didukung oleh lingkungan keluarganya, kecintaan Balqis kepada dunia musik dan sastra ternyata telah terpupuk sejak kanak-kanak. Namun, dunia hukum ialah cita-cita masa depannya. Setidaknya sampai saat ini.

Untuk lebih mengenal sosok penyandang titel Bintang Radio Indonesia-ASEAN 2019 tingkat Lampung ini, yuk simak obrolan Muda dengannya, Rabu, (4/11) melalui sambungan telepon.

Kamu punya banyak prestasi di bidang deklamasi dan tarik suara. Bagaimana awalnya?
Kalau menyanyi itu dari TK, tetapi baru benar fokus itu waktu SD. Begitu juga dengan sastra, mulainya dari SD, tetapi punya fokus untuk sampai juara itu dari SMP.

Untuk sastra itu awalnya bukan untuk lomba, tetapi kalau ada yang meminta dikirim karya, misalnya, tentang kota begitu, saya kirim, dan alhamdulillah masuk. Akhirnya dari sana saya kemudian belajar terus.

Untuk menyanyi, mungkin karena dulu di TK suka nyanyi-nyanyi, guru saya lalu menunjuk saya waktu ada perlombaan memperebutkan piala wali kota. Ya, sudah mau, dan menang piala wali kota.

Dari situ juga kemudian banyak yang menawari ikut lomba, misalnya, paduan suara berempat begitu, guru-guru di Lampung sering minta saya untuk ikut. Mulai fokus itu kelas 3 SD, lalu di kelas 5 ikut Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) dan alhamdulillah dapat juara tiga.

Masih ingat lagu apa yang pertama kali dinyanyikan di muka umum?
Pertama kali waktu TK itu, saya ingat bawakan lagu Ambilkan Bulan Bu. Reaksi guru-guru pertama kali, waktu saya turun panggung itu seperti senang. Banyak yang nanyain juga dari TK mana, lalu datang tawaran-tawaran buat lomba itu, termasuk akhirnya ikut FLS2N.

Tahun lalu kamu jadi juara Pop Religi dan Gambus di Pemilihan Duta Lembaga Seni dan Qasidah Indonesia (Lasqi). Apa menyanyi di dua aliran ini?
Pop religi itu setahu saya, pop, tetapi keagamaan. Waktu itu saya bawakan lagu Dealova. Kalau gambus itu lebih kental ke arah klasik.

Jujur kalau ditanya lebih susah mana, lebih susah gambus. Kenapa? Karena di situ ada makhraj-nya yang kita tidak boleh salah. Salah sedikit artinya sudah berbeda, pelafalannya harus sesuai, terlebih cengkoknya dengan dangdut itu sebenarnya berbeda. Jadi jangan sampai cengkok yang kita bawakan di gambus itu jadi cengkok dangdut dan buat saya ini jadi ilmu baru karena belajarnya juga lumayan sulit.

Kalau ketertarikanmu dengan dunia sastra bagaimana?
Kebetulan mama dan papa memang orang sastra, apalagi papa. Jadi, Balqis masuk dunia sastra dan alhamdulillah ikutan lomba di nasional sampai akhirnya menang juga.

Saya ingat pertama kali tertarik dengan dunia sastra itu waktu perpisahan SD. Waktu itu saya diminta untuk membacakan puisi dengan diiringi paduan suara. Di situ ternyata guru-guru Balgis menangis. Teman-teman Balqis, turun-turun dari panggung juga menangis.

Puisinya waktu itu saya ciptakan sendiri, kolaborasi dengan papa, judulnya Terima Kasih Guruku. Waktu itu pada bilang, saya mendalami sekali baca puisinya. Kebetulan juga ada yang merekam kan, dan waktu kita lihat lagi di rumah, papa bilang bagus juga baca puisinya.

Setelah itu terus berlanjut?
Iya, dari situ saya semakin termotivasi. Saya jadi semakin ingin tahu, ingin belajar dan dibantu papa. Guru-guru juga membantu, sampai akhirnya ikut lomba lagi dari Balai Bahasa, dapat juara satu di provinsi. Itu pertama kali ikut lomba, lebih tepatnya waktu kelas tujuh. Tapi mulai menulis syair itu sebenarnya sudah dari SD, waktu menang di KPCI (Konferensi Penulis Cilik Indonesia). Kalau waktu di KPCI itu saya menulis syair tentang keberagaman Indonesia.

Kalau begitu memang sedari kecil kamu sudah tidak asing dengan dunia literasi dan sastra ya?
Iya, sedari kecil mungkin karena saya mengetahui papa seorang sastrawan jadi sedari kecil juga Balqis ingin tahu bagaimana dunia sastra. Dan alhamdulillah, papa itu tipe orang yang sabar kalau Balqis tanya apa saja.

Terus kemarin bisa ikut lomba membaca puisi Pak Sapardi itu, kan biasanya Balqis memang aktif ikut lomba sebelum pandemi. Nah, setelah pandemi ini informasi kan susah, tapi alhamdulillah Balqis tahu ada lomba dari Mendikbud lalu berpikirnya waktu itu bisa belajar juga dari teman-teman di berbagai daerah. Waktu lihat pengumuman, alhamdulillah, ternyata juara satu. Waktu itu saya baca puisi beliau yang judulnya Selamat Pagi Indonesia.

Selain mendiang Pak Sapardi, ada penyair lain yang juga kamu kagumi?
Taufiq Ismail. Melihat dari karyanya, dan karena saya juga penggemar puisi impresif, jadi saya suka melihat tata bahasanya. Beliau memakai bahasa yang bermakna dalam. Kalau dibaca itu harus ditelaah dulu maknanya, dan maknanya itu, menurut saya, keren. Puisinya mungkin pendek sekitar empat baris, hanya saja dari situ, dia bisa benar-benar menggambarkan kejadian. Membuat imajinasi kita membayangkan kejadian dalam rangkaian kata-kata.

Menurutmu, yang sedari kecil dekat dengan dunia literasi, seberapa penting dunia literasi untuk saat ini, terutama di kalangan muda sesusiamu?
Terutama di masa pandemi ini sangat penting, sih. Banyak jalur yang bisa kita gunakan juga untuk mengembangkan, seperti internet. Banyak juga kan web literasi yang bisa kita buka. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.

Tapi, sekarang dari internet banyak juga berita yang tidak sesungguhnya. Jadi, kita juga harus pintar-pintar memilih. Tidak bisa langsung percaya begitu saja, apalagi kalau menjatuhkan salah satu pihak. Sebagai anak muda, di situlah tantangan kita. Bagaimana kita memilah dan menyikapi sesuatu, tidak langsung percaya begitu saja. Saya pikir itulah tantangan utama generasi Balqis saat ini.

Sekarang ini, kamu sedang sibuk apa?
Kalau untuk menyanyi, sekarang ini Balqis sedang persiapan untuk kontrak tampil di tahun baru, di salah satu hotel berbintang. Kalau untuk sastra, ada beberapa yang sedang Balqis ciptakan karena kemarin juga sempat punya antalogi puisi yang ingin dikembangkan lagi. Isi antaloginya tentang orangtua, keluarga, dan cerita tentang anak-anak. Banyak bercerita tentang keseharian, judulnya Antalogi Puisi Balqis Vania Gitta.

Beberapa waktu lalu, kamu juga sempat dapat beasiswa ke Jepang, dan studi banding ke Malaysia?
Iya, waktu itu sempat lolos program AFS pertukaran pelajar ke Jepang. Sebenarnya akan berangkat tahun ini. Namun, karena kondisi masih seperti ini, jadinya belum ada kabar lagi. Tapi, saya berpikir positif saja, Tuhan pasti punya rencana dan alhamdulillah, karena ditunda, saya bisa jadi lebih produktif. Kemarin juga bisa ikut lomba Bintang Radio, menang lomba puisi, yang mungkin kalau saya sudah di sana, tidak bisa ikut lombalomba itu.

Sebelum pandemi sebenarnya juga sudah sempat ikut comparative study. Januari ikut studi banding ke Nanyang University, belajar banyak juga bagaimana persiapan belajar dan hidup di sana kalau misalnya sendirian sebagai mahasiswa. Waktu itu saya berangkat sendiri, dari Lampung ke Jakarta, lalu ke Malaysia, Singapura, dan Thailand, kurang lebih selama 10 hari.

Dari hasil kunjungan itu, seperti apa rencanamu untuk studi lanjut pasca-SMA?
Sekarang ini saya sedang mempersiapkan untuk studi di bidang hukum. Banyak juga sebenarnya yang bertanya kenapa tidak kuliah di jurusan sastra atau menyanyi, tetapi saya berpikirnya ingin berkontribusi untuk negara dan bangsa. Saya ingin jika, insya Allah, nanti diterima di jurusan hukum, menjadi penerus yang memajukan bangsa dan negara ini. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya