Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
AKHIR 2014, Melie Indarto yang semula bekerja di majalah fesyen ternama di Jakarta, memilih untuk kembali ke kampung halamannya, Pasuruan. Ia harus melanjutkan bisnis keluarganya di bidang konstruksi.
Setelah selesai dengan rutinitas pekerjaannya, Melie sering menyempatkan diri untuk berkeliling dan blusukan ke desa-desa yang belum pernah ia kunjungi di seputaran Pasuruan, di antaranya Desa Wonorejo dan Desa Darmajati yang terkenal sebagai sentra tenun dan batik di Kabupaten Pasuruan.
Dalam kesempatan tersebut, perempuan kelahiran Surabaya, 7 September 1989, itu sering menemukan para penenun dan pembatik tradisional yang usahanya terancam lantaran tidak memiliki penerus.
Setelah mendengarkan keluh kesah dari para penenun dan pembatik yang ia kunjungi, Melie merasa tersentuh dan memutuskan untuk membantu para perajin ini memasarkan produk-produknya.
“Mereka sangat open minded. Malah mereka yang minta untuk dibantu marketing dan ekspresi motif. Mungkin karena dianggap enggak lagi modern, regenerasinya juga hilang,” ungkap Melie menceritakan pengalamannya dalam acara Kick Andy episode Muda yang Berdaya, yang tayang hari ini.
Selama dua tahun, Melie berkolaborasi dengan para perajin tradisional di Pasuruan hingga pada medio 2017, ia resmi meluncurkan jenama wastra tradisional ‘Kaind’.
Selain membantu pemasaran produk-produk wastra dari para perajin di Pasuruan, Melie juga rutin mengajak anakanak muda Pasuruan untuk belajar membatik.
“Ibaratnya itu kalau mereka belum lihat ada yang sukses belum mau ikut-ikutan, jadi harus terus diajak,” terangnya.
Tak hanya itu, Melie juga aktif melakukan pendampingan kepada beberapa kelompok petani ulat sutra di Desa Lawang, Pasuruan. Sejak didampingi tangan dingin Melie pada paruh akhir 2018, para petani ulat sutra di Desa Lawang pun dapat meningkatkan kuantitas produksinya.
“Ulat sutra yang kami budi dayakan adalah ulat sutra jenis eri yang tidak memerlukan treatment khusus seperti jenis ulat sutra bombyx mori yang sering dibudidayakan orang-orang karena varietas yang kami budayakan berbeda, ulat sutra jenis eri ini lebih gampang budi dayanya,” jelas Melie.
Melalui Kaind, Melie berusaha untuk mengangkat kembali eksistensi kesenian budaya tenun dan batik asli Pasuruan. Saat ini telah ada sekitar 200 perajin dan petani ulat sutra yang tergabung dalam ekosistem produksi Kaind, yang rata-rata para perajin tersebut ialah kaum ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. (Bus/M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved