PENGALAMAN menjadi anggota delegasi untuk acara kepemudaan di Amerika Serikat telah mempertemukan I Wayan Juliantara dan Kris Ayu Madina. Dua pemuda asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi untuk membangun daerah asalnya.
Sepulang dari Amerika, keduanya sempat bersepakat untuk membuat suatu program pemberdayaan masyarakat untuk pengolahan limbah. Sayang, program itu tak bertahan lama lantaran konsep kegiatannya belum terlampau matang.
Tidak kapok, keduanya tetap menjalankan program pemberdayaan masing-masing. Ayu dengan perlindungan anak dan perempuan, sementara Juli dengan isu lingkungan. Setahun kemudian, keduanya bertemu lagi dan sepakat membuat program kewirausahaan sosial untuk memberdayakan masyarakat di Lombok.
“Kami sepakat membuat suatu produk yang ramah lingkungan yang akan diproduksi ibu-ibu di Lombok,” papar Ayu saat menjadi narasumber Kick Andy episode Muda yang Berdaya, yang tayang hari ini.
Pada 2016, Ayu dan Juli pun merintis Gumi Bamboo di Desa Karang Sidemen, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Gumi Bamboo merupakan sebuah platform usaha sosial yang bergerak dalam penyediaan produk peralatan rumah tangga yang ramah lingkungan dengan bahan tanaman bambu.
“Awalnya bersama beberapa warga untuk membuat sedotan bambu. Waktu itu kami kesulitan mengajak ibu-ibu yang lain untuk bergabung, mereka kebanyakan memilih untuk bekerja memecah batu saat kami ajak. Selain hasilnya lebih jelas, membuat sedotan atau sendok dari bambu memerlukan ketekunan dan ketelitian, begitulah alasan yang mereka ungkapkan pada kami,” terang Ayu (25).
Sementara itu bagi Juli (27), ide untuk membuat peralatan rumah tangga dari bambu ini menjadi solusi atas keresahan yang ia rasakan tentang sampah plastik di Lombok. Ia percaya bahwa produknya selain dapat berkontribusi dalam peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat, juga dapat menjadi alternatif pengganti plastik.
“Bukan berarti dengan saya melakukan ini, masalah sampah plastik di Lombok bisa teratasi,” jelas Juli.
Kini Gumi Bamboo telah mampu mempekerjakan 49 perajin bambu yang mayoritas ibu-ibu setempat dan telah mengekspor produknya ke berbagai negara di Eropa, Amerika, dan Australia. Mereka mengaku juga pasar internasional lebih cerah karena pemahaman isu lingkungan yang sudah lebih baik di sana.
Di tengah kesibukannya tersebut, Ayu dan Juli pun masih menyempatkan diri untuk memberikan pelatihan dan edukasi kepada ibuibu setempat tentang pembuatan berbagai peralatan rumah tangga berbahan bambu. Selain itu, mereka juga rutin melakukan penanaman pohon bambu untuk menyeimbangkan emisi produksinya.
“Ekspor itu bagi kami artinya ada emisi karbon. Selain untuk mencukupkan produksi, kami juga rutin mengadakan penanaman pohon bambu untuk setidaknya menyeimbangkan emisi yang kami keluarkan,” pungkas Ayu. (Bus/M-1)