Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
PULUHAN karung yang diberi tanda nama kelas itu mengait pada paku yang menancap pada dinding samping depan sekolah. Setelah pelajaran selesai, para siswa SMP N 273 Jakarta menyempatkan ke tempat itu untuk sekadar membuang sampah.
Tak tanggung-tanggung, semua tas penuh dengan sampah plastik botol yang sudah diremukkan. Kamis, (10/3) siang itu, Diva Fadila dan dua orang teman lainnya mengumpulkan botol plastik yang dia temukan di sekolah. Mereka memasukkan itu ke karung milik kelas
mereka.
Karena tiga tas yang berisi botol plastik itu, karung mereka hampir penuh dan mengungguli karung milik kelas lainnya. “Kita sengaja mencari botol plastik yang ada di sekolah. Kami jadi senang buang sampah,” kata Diva Fadila.
Bank sampah merupakan konsep pengumpulan sampah kering atau sampah anorganik dengan manajemen layaknya perbankan. Namun, bedanya, yang ditabung bukanlah uang, melainkan sampah. Seluruh warga sekolah terlibat langsung.
Para guru dan pelajar, misalnya, menabung sampah, menjadi nasabah, dan memiliki buku tabungan layaknya lembaga perbankan.
Cegah gunungan sampah
Sejak Bank Sampah SMPN 273 yang berdiri pada 17 Desember 2015 lalu, sekolah itu menjadi pilot project bagi sekolah-sekolah lain. “Banyak sekolah-sekolah lain yang datang ke sini untuk belajar dan melakukan studi banding dalam melaksanakan bank sampah,” kata Muhammad Rizwal Maulana, kelas 7 B, sekretaris OSIS SMPN 273 Jakarta.
Ya, kini banyak sekolah yang akan mengikuti jejak sekolah itu untuk melaksanakan bank sampah. Tak dapat dimungkiri, semakin hari jumlah sampah semakin menggunung. Setiap hari Jakarta memproduksi sampah tidak kurang dari 6.000-7.000 ton di tempat pembuangan akhir (TPA) di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Sampah menjadi masalah ketika menumpuk hingga menimbulkan bau tak sedap.
Bank Sampah pun merupakan bagian dari kepedulian warga sekolah terhadap lingkungan sekolah dan rumah. “Mengajarkan peserta didik untuk membiasakan hidup bersih, juga memupuk kesadaran dalam diri setiap individu sebagai pribadi yang cinta lingkungan,” kata Sri Suwaryanti, Ketua Bank Sampah.
Pada prosesnya, semua siswa di setiap kelas akan mengumpulkan sampah berupa plastik, kardus, maupun kertas. Paling banyak, satu kelas dalam seminggu dapat mengumpulkan hingga 4 kg plastik botol “Rencananya setiap bulan hasil pengumpulan ini akan diakumulasikan.
Bagi yang paling banyak, akan mendapatkan pewangi ruangan,” kata Yuhilah, koordinator Bank Sampah. Agar kas OSIS makin gemuk Seminggu sekali, tepatnya Jumat, para kelompok kerja (pokja) sampah akan menimbang dan menjualnya kepada pengepul.
Harga dari jenis sampah pun berbeda-beda, mulai Rp500 per kg untuk sampah boncos atau kertas hingga Rp1.750 untuk sampah plastik botol. Hasil penjualan ini akan masuk kas OSIS untuk keperluan bersama, seperti pentas seni. “Sedini mungkin menanamkan kecintaan kepada limbah sampah karena sampah sekali pun dapat menghidupi mereka,” lanjut bu Yuhilah.
Selain itu, SMPN 273 pun menggarap pengomposan atau pembuatan kompos dari daun-daun yang jatuh di sekitar sekolah maupun bekas sayur dan kulit buah dari rumah. Pengomposan ini baru berjalan tiga minggu. Kompos digunakan sebagai pupuk tanaman di sekolah. “Dengan adanya composting ini, kami bisa menanam berbagai tanaman di sekolah. sekarang sudah ada tanaman-tanaman baru di sini,” kata Rizwal.
Sampah yang selama ini menjadi masalah tak terselesaikan ini semakin akrab dengan kita. Jika kita memperlakukannya dengan benar, sampah sekali pun bisa bermanfaat bagi kehidupan kita. Kesadaran membuang sampah pada tempatnya perlu dipupuk sejak dini. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved