Headline

Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.

TKI in Style

13/3/2016 01:00
TKI in Style
(MI/Ramdani)

PENAMPILANNYA ibarat persilangan dancer Hip Hop Amerika dengan anggota girl band Korea. Topi dan kaus gaya sporty dipadu hotpant dengan ikat pinggang besar, kemudian sepatu bot dengan kaus kaki tinggi.

Masih ada lagi, rambutnya warna jagung dan kacamata model aviator. Dengan sederet dandanan kekinian itulah Nana berpose dengan penuh percaya diri di atas jembatan di pusat Kota Taipe, Taiwan. Bersama Nana ada pula Maria Ulfa yang tidak kalah semringah. Mengenakan rok hitam dengan lapisan bahan menerawang, jaket merah, topi fedora dan bot platform, ia berpose sambil membelakangi kamera.

Jangan tertipu warna rambut, atau bahkan bahasa Mandarin yang lumayan lancar. Nana dan puluhan perempuan lain yang tidak kalah modis itu bukanlah fashionista lokal, melain­kan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Saban Sabtu dan Minggu, mereka tumplek blek di sekitar Taipe Main Station (TMS). Bukan hanya dari Taipe, TKI itu datang dari kota-kota lain demi melepas rindu sekaligus menikmati hasil kerja, salah satunya dengan cara berdandan modis tadi.

“Gaya ini adalah ekspresi dan ungkapan jati diri saya. Dari hasil jerih payah bertarung di negara orang. Sebagian saya kirim untuk keluarga di kampung halaman, sebagian lagi saya tabung dan untuk membeli berbagai barang”, aku Arum, 27, asal Kendal, Jawa Tengah, yang siang itu bergaya ala kelompok vokal CherryBelle.

Sementara bagi Nana yang asal Tulungagung, dandanan super itu ialah wujud mengecap manisnya dunia yang tidak mungkin bisa ia lakukan di kampungnya. Jika kembali ke Indonesia, yaaaa saya kembali ke selera asal. Mungkin tak lagi ngopi-ngopi di Setarbuk (Starbucks),” ucapnya.

Di Taiwan, umumnya TKI bekerja sebagai tenaga informal pengasuh manula sekaligus pembantu rumah tangga, dengan penghasilan 16.000-20.000 NTD, atau sekitar Rp6,4–Rp8 juta per bulan. Angka itu hampir mustahil di dapat di dalam negeri bagi pekerja tanpa pendidikan tinggi ini.

Lewat uang itu pula, banyak yang berhasil menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi. Maka, ketika rencana pemerintah menghentikan pengiriman TKI sektor informal ke luar negeri pada 2017 terdengar, keresahan pun merebak di antara mereka.

Tidak banyak daya bisa mereka lakukan kecuali berharap bahwa janji pemerintah untuk memberikan pelatihan hingga mereka bisa terkatrol menjadi tenaga terampil (skilled worker). Artinya, kesempatan bekerja di luar negeri masih bisa terbuka, juga mimpi mereka mengubah nasib keluarga masih bisa ­berlanjut. Semoga saja. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya