Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Prestasi Melampaui Keterbatasan

(M-1)
06/3/2016 08:16
Prestasi Melampaui Keterbatasan
(DOK. PRIBADI)

MARI berkenalan dengan Paramuditaya Dyan Prabaswara, peraih penghargaan juara umum Global Information Technology Competition (GITC) tingkat Asia Pasifi k dengan predikat global IT leader. Ajang kompetisi keterampilan TI remaja disabilitas se-Asia Pasifi k itu memberikan juara umum kepada Dyan atas keberhasilannya menyabet medali emas dalam kategori e-life map challenge dan medali perak dalam kategori e-tools challenge. Sebagai juara umum, Dyan juga akan berangkat ke Seoul, Korea, untuk menjalani pelatihan TI selama seminggu sebagai hadiah dari Korean Society for the Rehabilitation of Persons with Disabilities (KSRPD). Di akhir acara ulang tahun Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (13/2), Dyan menyempatkan diri berbincang kepada Muda sebelum bertolak ke Korea keesokan harinya. Yuk kita simak perjuangannya.

Halo Dyan, ceritakan dong tentang diri kamu!
Awalnya, waktu kecil saya itu cukup aktif, lari-lari terus dan sering jatuh. Nah, akhirnya berdampak pada saraf saya. Istilahnya saraf terjepit. Saraf saya yang terjepit ialah glukoma. Saya mulai low-vision sejak umur dua setengah tahun. Orangtua awalnya melihat saya kok miringmiring jalannya dan tidak bisa lihat benda-benda di sekitar. Lalu pada umur lima tahun, saya operasi mata kiri dan kanan. Yang kiri berhasil, yang kanan bisa dibilang gagal.

Selamat di GITC kamu dapat tiga medali, ceritakan dong!
Di GITC itu kan ada banyak kategori. Saya mendapat dua kategori individu, sebagai juara e-life map itu mendapat emas dan e-tools mendapat perak. Karena saya memenangi dua kategori tersebut, saya mendapat juara umum, yakni global IT leaders. Jadi, saya mendapat tiga medali. Hadiahnya saya training di Korea Selatan selama 1 minggu.

Bagaimana dengan kuliahmu di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS)?
tahun. Awalnya saya konfirmasi dengan pihak sana. Mereka bilang tidak bisa bantu soalnya persaingannya untuk umum. Fakultas Sistem Informatika itu peringkat dua terpopuler di UNS. Jadi, saya bersaing dengan mahasiswa normal. Tidak ada kuota khusus. Namun, saya nekat untuk daftar ke UNS. Saya tidak bilang-bilang ke divisi yang mengurusi penyandang disabilitas. Saya jaga-jaga takut dipin dahkan ke program studi disabilitas meskipun nilai saya cukup karena saya penyandang disabilitias. Memang ada beberapa universitas yang menolak mahasiswa disabilitas meskipun nilainya cukup untuk masuk ke sana.

Bagaimana kamu menanggulangi kesulitan saat kuliah?
Ketika dosen atau guru menjelaskan lewat media papan tulis, saya hanya bisa mendengarkan. Kecuali ada yang menjelaskan menggunakan LCD, saya bisa meminta soft file. Saya menggunakan alat yang bisa menyorot papan tulis atau LCD sehingga bisa melihat di alat itu. Saya juga menggunakan kaca pembesar dan juga screen-reader. Jadi, nanti screen reader itu bisa membaca tulisan lewat suara.

Pada 14-19 Februari, kamu akan ikut pelatihan TI di Seoul, apa yang akan kamu lakukan di sana?
Di Korea nanti saya seperti studi banding. Nanti saya akan mempelajari bagaimana mereka menangani penyandang disabilitas, bentuk kepedulian mereka, planning mereka tentang teknologi, dan sebagainya.

Cita-cita kamu kan programer, apakah kamu memiliki rencana untuk membuat aplikasi yang bisa membantu penyandang tunanetra?
Memang screen reader sudah banyak beredar dan dibutuhkan untuk penyandang tunanetra. Aku sudah memiliki ide untuk membantu mereka, tapi itu buat lomba pekan kreativitas mahasiswa yang saingannya mahasiswa nondisabilitas. Jadi, belum bisa aku share, masih rahasia gitu mas, takut ada yang meniru.

Keku rangan screen reader itu?
Kurang cepat aksesnya ketika kita membaca, misalkan, saat membuka website. Kalau nondisabilitas, mereka bisa langsung memilih tombol– tombol tertentu yang ada di website. Kalau menggunakan screen reader itu, kami harus mendengarkan satu per satu agar bisa membayangkan tampilan website. Selain itu, tidak semua yang ada di layar itu bisa dibaca screen reader.

Pandangan kamu mengenai penanganan kaum disabilitas di Indonesia itu seperti apa sih?
Menurut saya, Indonesia harus belajar ke negara-negara maju. Bahkan, di Inggris itu penyandang disabilitas diberi tunjangan ketika belum mendapat kerja. Begitu mereka mendapat kerja, tunjangan itu dikurangi. Nah mereka juga tetap mendapat pekerjaan yang layak. Pokoknya kaum disabilitas bisa bekerja di bidang apa pun tanpa adanya diskriminasi. Di Asia, juga ada Thailand dan Jepang yang memberikan tunjangan.

Harapan kamu sebagai penyandang disabilitas kepada Indonesia?
Saya berharap Indonesia lebih perhatian kepada penyandang disabilitas, terutama dalam aksesibilitas dan apresiasi. Saya juga berharap Indonesia bisa menyisihkan dana bagi kaum disabilitas untuk membuat sarana dan prasarana maupun lembaga di bidang disabilitas. Jika pemerintah dapat melakukan hal tersebut, kami merasa dihargai sebagai bagian dari masyarakat Indonesia.

Rencana ke depan?
Ingin S-2 dan S-3 di luar negeri. Pastinya berusaha mendapat beasiswa. Kalau tidak, bingung juga membiayai sendiri. Berharap juga bisa bekerja di luar negeri. Nanti saat pulang ke Indonesia, sudah sukses, bisa membangun Indonesia menjadi lebih baik dan lebih bersahabat bagi kaum disabilitas. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik