Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Sadar Lingkungan sedari Sekarang

Fathurrozak
14/6/2020 01:45
Sadar Lingkungan sedari Sekarang
(MI/Duta)

PENYUARA telinga (earphone) bekas yang sudah tidak berfungsi, kabel bank daya (power bank), dan pengisi daya (charger). 

Itu merupakan sebagian materi sampah elektronik yang dikumpulkan para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) sepanjang Maret hingga Mei lalu. Saat ditimbang, bobot sampah-sampah itu mencapai 38 kilogram (kg).

Bukan hanya mahasiswa fakultas hukum, aksi mengumpulkan sampah elektronik itu juga dilakukan mahasiswa dari fakultasfakultas lain di UI.

Para mahasiswa Fakultas Teknik UI menghimpun sekitar 14 kg sampah elektronik dan kertas. Sementara itu, mahasiswamahasiswa di fakultas psikologi menyumbang setidaknya pengumpulan 32 kg sampah pada tiga bulan terakhir. Secara keseluruhan, sampah elektronik dan kertas yang dikoleksi mencapai kurang lebih 250 kg selama kurun Maret sampai Mei 2020.

Upaya pengumpulan sampah tersebut merupakan salah satu inisiasi yang digalang departemen lingkungan hidup Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI. Nantinya, sampah yang terakumulasi akan didaur ulang. Inisiasi ini masuk program bernama Waste for Scholarship (WFS), yang memanfaatkan sampah dikonversi menjadi rupiah dan digunakan sebagai dana beasiswa mahasiswa.

“Konversi yang kami targetkan, yaitu Rp4 juta untuk disalurkan menjadi beasiswa. Selama pandemi ini, program WFS tetap berjalan dengan adanya titik-titik pengumpulan yang tersebar di Jabodetabek,” ungkap Kepala Departemen Lingkungan Hidup (DLH) BEM UI 2020 Galang Prakasa saat dihubungi Media Indonesia, Rabu (10/6).

Program WFS berjalan sejak tahun lalu. Di tahun kedua ini, beberapa inovasi dilakukan, seperti bekerja sama dengan pihak ketiga untuk membantu pengelolaan sampah. Selain itu, sampah elektronik juga menjadi ‘sumbangan’ baru untuk WFS. Nantinya, dana yang terkumpul dari konversi daur ulang sampah akan disalurkan ke empat mahasiswa terpilih. Masing-masing akan mendapatkan beasiswa Rp1 juta.

“Syarat (penerima) adalah mahasiswa yang sudah bergerak dan memiliki rencana konkret untuk lingkungan ke depannya. Beasiswa akan diberikan pada akhir kepengu rusan BEM UI dalam bentuk uang tunai. Proses seleksi mahasiswanya pun dilakukan orangorang berpengalaman di bidang lingkungan,” papar Galang.

Sebagai departemen yang sudah eksis 10 tahun di kepengurusan eksekutif kampus, DLH BEM UI mengupayakan beberapa rencana untuk membentuk gaya hidup yang lebih hijau di area kampus. Selain menyasar mahasiswa, kini mereka juga punya beberapa fokus isu lingkungan yang lebih luas. 

Namun, tetap tidak keluar dari kerangka menyadarkan kepedulian lingkungan di lingkup kampus. Galang dan teman-teman di tingkat eksekutif kampus berupaya mendorong kebijakan yang mampu mengakomodasi kesadaran lingkungan lebih komprehensif.

“Advokasi yang kami lakukan dimulai dari ling kup BEM UI. Kami menerapkan aturan untuk seluruh program kerja BEM UI 2020 agar tidak menggunakan botol plastik dan stirofoam dalam pelaksanaan kegiatannya. Untuk tingkat fakultas, kami mengimbau BEM fakultas dan program vokasi untuk melakukan hal serupa. Selanjutnya, di tingkat kampus, sudah ada beberapa kantin yang tidak lagi memakai wadah stirofoam dalam penyajian makanan. Kami juga mengadvokasi terkait dengan pengadaan water refill station di titik strategis dan kesejahteraan hewan di kampus UI.”


Lebih konkret

Berbeda dengan BEM UI, BEM Kema Unpad (Universitas Padjadjaran) baru memiliki departemen lingkungan hidup pada periode tahun ini. 

Pembentukan departemen dipantik serentetan peristiwa alam beberapa waktu belakang yang mendorong Badan Eksekutif Mahasiswa Unpad memasukkan isu lingkungan ke agenda kepengurusan mereka. Kepala Departemen Lingkungan Hidup BEM Kema Unpad, Thoriq Alfi Muhibban, menyebutkan, sebagai tahun perdana munculnya departemen ini, mereka berfokus pada isu ‘kampus hijau’ di lingkungan universitas.

“Bagaimana green campus itu sebenarnya? 

Kami membantu sosialisasikan ini ke mahasiswa. Karena ini mungkin sering terdengar, didengungkan, tapi bagaimana konkretnya itu belum jelas. Kami mencoba membuat pedoman pelaksanpelaksanaan kegiatan karena di sini (Unpad) belum ada spesifi kasinya terkait dengan dampak lingkungan. Pedoman pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan yang memperhatikan dampak lingkungan, seperti harus adanya tempat sampah terpilah dan tidak menggunakan botol plastik di setiap kegiatan mahasiswa,” papar Thoriq.

Soal upaya mendorong mahasiswa untuk meminimalisasi konsumsi air kemasan ini tampaknya juga yang paling menonjol dari yang dikampanyekan departemen pimpinan Thoriq. Kampanye pemanfaatan jalatista keran air siap minum--yang tersebar di beberapa sudut kampus, terus digencarkan.

Selain itu, juga memberikan botol minum semialuminium ke mahasiswa. “Jalatista itu sudah ada sejak 2018-2019 untuk minum mahasiswa. Bentuknya memang lebih mirip wastafel daripada keran minum yang langsung ke mulut. Bentuknya cukup jelek, enggak cocok buat minum, dan sedikit tinggi posisinya. Ini jadi kendala mahasiswa kurang minat memanfaatkan jalatista meski masih terpakai di beberapa fakultas tertentu.”

Bukan tanpa kendala, penggunaan jalatista juga sempat diterpa isu higienitas. “Tahun lalu, ada isu tersebar, yaitu air di jalatista kurang bersih. Kemudian, sempat ada riset dan perbaikan dari Unpad dan sekarang sudah bisa dimanfaatkan kembali. Namun, memang isu yang sempat berkembang masih bisa dirasakan. 

Saat ada yang mau pakai jalatista, pasti ada yang teringat bahwa air di situ belum bersih, enggak bisa dipakai. Tahun ini, tentu berada di tahap penyesuaian kembali penggunaan jalatista agar lebih bisa dimanfaatkan.”


Mendorong rektorat berperan aktif

Kemunculan departemen atau kementerian lingkungan hidup di badan eksekutif mahasiswa tentu akan berdampak pula pada advokasi yang dijalankan. Dengan sumber daya yang dimiliki, mereka bisa mendorong pihak rektorat universitas untuk lebih sadar regulasi yang berbasis lingkungan.

“Regulasi luasnya belum tercapai. Kita sudah mengajukan saran ke rektorat untuk memberikan aturan jelas. Contoh peraturan rektorat terkait pelarangan penggunaan botol plastik. Walau hanya imbauan, itu sudah membuat sivitas sadar dan mau ‘menuruti’ walaupun masih saja ada beberapa kesempatan yang masih susah untuk diberlakukan seperti itu. Sayangnya, dari imbauan tersebut masih belum ada sanksi tegas. Kementerian lingkungan hidup sedang menyusun konsep baru bersama pihak rektorat untuk mewujudkan green campus sesungguhnya,” papar Menteri Lingkungan

Hidup Eksekutif Mahasiswa (EM) Universitas Brawijaya (UB) Wini Suci As Zahra, Kamis (11/6). Kementerian lingkungan hidup di EM UB terbentuk pada 2018 saat sebelumnya bergabung dengan kementerian lain. Pemisahan itu bertujuan menciptakan dampak yang lebih konkret mengenai isu lingkungan bagi mahasiswa. Tampaknya, kesadaran lingkungan di lingkup mahasiswa kini menjadi gerakan bersama. Tidak hanya secara individual, tetapi juga didorong melalui kelembagaan untuk mengadvokasi kebijakan yang lebih sadar pada dampak lingkungan di kampus.

Hampir mirip dengan yang ada di UI, di UB juga memiliki program beasiswa dari pengumpulan sampah, yang disebut Beasiswa Sampah (BS). Beasiswa tersebut diberikan bagi mahasiswa berprestasi dan kurang mampu yang dijalankan sejak pertama kali kementerian ini tercetus.

“Cara kita untuk mengumpulkan beasiswa ini dengan cara mengumpulkan sampahnya. Ada beberapa subprogram untuk mengumpulkan sampah. Seperti pick-up service, BS on event, dan hal serupa lainnya. Sampah yang kita terima berupa sampah anorganik seperti kertas, botol plastik, dan kardus. Mengumpulkan dengan cara menjemput tiap sampah dari pendonatur, pilah sampah yang masih layak dan bernilai, lalu kita jual sampah tersebut ke pengepul sampah.”

Dalam setahun, menurut Wini, setidaknya terkumpul hingga 40-50 kg sampah. Jumlah tersebut bisa dikonversi menjadi dana beasiswa sebesar Rp4 juta-7 juta. Adapun dalam situasi pandemi saat ini, program Beasiswa Sampah masih berjalan dengan pelayanan penjemputan sampah ke mahasiswa dan masyarakat di kawasan kampus.

Di luar lingkungan kampus, para departemen lingkungan hidup ini juga memiliki program yang menyasar masyarakat tertentu. Misalnya, saat ini DLH UI tengah menggodok program pengadaan PLTS di salah satu desa di Bogor. Pemilihan desa tersebut nantinya mempertimbangkan potensi sumber energi setempat dan kesiapan warga serta sistem keberlanjutannya. Sementara itu, DLH Unpad memiliki program Gema Nirmala (Gerakan Mahasiswa Benahi Ruang Manusia dan Alam) dengan turun ke desa Margaluyu, Tanjungsari, Sumedang. Sanitasi air dan pengelolaan sampah menjadi program fokus mereka. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik