Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Uji Teknik Fotografi lewat Pameran

Fathurrozak
31/5/2020 03:05
Uji Teknik Fotografi lewat Pameran
(MI/Duta)

TRI Devi mengakrabi kamera sudah sejak kelas 5 SD. Namun, ia baru mulai menyeriusinya ketika SMA. Saat kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), ia meneruskan minatnya menekuni fotografi.

Tidak berbeda jauh dengan Devi, Rayhan Akmal, mahasiswa Fakultas Hukum UGM, juga sudah mengulik kamera sejak lama. Ketika itu ia belajar dengan salah seorang temannya di SMP. Keduanya merupakan pameris dalam pameran prapelantikan calon anggota Unit Kegiatan Mahasiswa UFO (Unit Fotografi) UGM, 17 sampai 24 Mei lalu.

Pameran prapelantikan bertema Slow speed itu memamerkan hasil foto dari 38 peserta calon anggota UFO UGM. Ini menjadi kali perdana pameran dilaksanakan secara da ring dengan memajang foto di suatu laman. Biasanya, pameran yang rutin diadakan ini dilangsungkan di ruang sidang 2, Gelanggang UGM.

“Pameran prapelantikan pertama kali diadakan ketika UFO saat kepengurusan angkatan ke-15 (sekarang 26). Saat itu, pameran prapelantikan diinisiasi sebagai bentuk implementasi pembelajaran yang sebelumnya diajarkan pada runtutan kegiatan pendidikan lanjut yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Ruang sidang 2 di Gelanggang UGM menjadi tempat strategis untuk mengadakan pameran prapelantikan, yang sebatas pengimplementasian teknik fotografi dalam fotonya,” jelas Ketua UFO Yohanes Marko saat dihubungi Media Indonesia, Kamis, (21/5).

Sebelum melangsungkan pameran, para pameris harus menempuh pendidikan dasar dan lanjut selama delapan bulan. Mereka belajar mengenai materi fotografi dasar seperti segitiga aperture, jenis lensa dan kamera, serta komposisi. Termasuk belajar mengenai speed priority, flash, dan manajemen pameran. Barulah mereka bisa berpameran dengan menentukan tema secara kolektif para calon anggota.

Raden Roro Dita Putri Kurniasari, mahasiswa teknik kimia yang juga menjadi pameris, memamerkan karya fotonya yang berjudul Perubahan Kultur Transportasi di Yogyakarta. Ia menangkap komposisi antara andong yang tengah mangkal dan bus yang melaju sebagai latarnya.

“Keutuhan konsep foto yang saya ambil yaitu mengenai perubahan kultur transportasi di Yogyakarta. Saya menampilkan andong bersanding dengan bus supaya kesan perubahan kultur lebih jelas,” cerita Dita, Jumat (22/5).

“Catatan awal dari kurator tentang foto saya, bahwa saya mengambil foto terlalu dekat sehingga ada objek yang terpotong. Lalu catatan pada kurasi selanjutnya, kurator menilai bahwa sudut pengambilan foto saya kurang maksimal dan menyebabkan objek inti saya terkesan aneh. Pada kurasi kelima, saya sudah mengambil foto dengan baik dan lolos untuk pameran,” ungkap Dita mengenai proses kurasi yang  berlangsung selama dua bulan sebelum hasil akhirnya dipamerkan.

Meski tajuknya ialah prapelantikan, proses kurasi tetap dilangsungkan dengan matang. Proses kurasi setidaknya berlangsung hingga dua bulan. Dikuratori Rendika Wijayanto yang merupakan angkatan UFO 23 dan Fatih Ammar, anggota Divisi Hunting UFO, pameran prapelantikan ini bertujuan mengukur penguasaan materi selama pendidikan dasar dan lanjut untuk menguji kemampuan teknis.

“Belum berhubungan dengan fotografi konseptual dan penuangan idealisme fotografer dalam karyanya. Meski demikian, calon anggota juga sudah diharapkan untuk dapat menuangkan ide-ide kreatif dengan tema teknis yang telah ditentukan secara kolektif,” tegas Marko.


Variasi kecepatan rana

Bila Dita datang dengan konsep kontras lewat dua moda transportasi, Rayhan Akmal dan Tri Devi memilih untuk menyajikan potret manusia. Rayhan, dengan fotonya berjudul Ungkapan tak Kasat Mata mengusung foto hitam putih. Adapun Tri Devi bermain dengan latar cahaya warnawarni dan menonjolkan objek inti dengan dominasi warna hitam dalam fotonya berjudul Hitam Menawan.

“Jadi saya mengajukan konsep multiple portrait. Dalam foto tersebut ada beberapa ekspresi yang berbeda, tetapi diekspresikan hanya oleh seseorang. Proses foto ini dilakukan dengan cara si model beberapa kali bergerak sesuai arahan yang disesuaikan dengan shutter
speed yang sudah saya atur,” cerita Rayhan mengenai fotonya, Sabtu, (23/5).

Untuk menghasilkan karya tersebut, Rayhan membutuhkan waktu selama empat bulan. Ia merasa tidak menemukan kesulitan saat sesi pemotretan meski harus berganti model dari yang sudah ia tentukan. Tri Devi, yang menyusun storyboard terlebih dulu sebelum pemotretan,
cukup repot saat eksekusi.

“Saat itu kebetulan hanya ada aku sebagai fotografer dan temanku sebagai model. Kamera terpasang di tripod dan diatur waktunya secara otomatis. Ada tiga hal yang harus dilakukan, yaitu menekan tombol shutter, memastikan pencahayaan tepat menyorot model dan latar, dan terakhir melakukan gerakan naikturun untuk latar yang sudah dibuat sebelumnya. Karena hanya ada satu orang untuk produksi, yaitu aku sendiri, akhirnya aku harus melakukan tiga hal tersebut sendirian dengan cepat dan tepat. Cukup melelahkan, tapi juga menyenangkan,” kenang Devi yang juga membuat latar untuk fotonya secara DIY (do it yourself).

UFO UGM merupakan unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang sudah ada sejak 1991. “UFO sendiri dapat berdiri karena sebagai hasil dari kolektivitas anak Gelanggang UGM kala itu, yang tersebar dan terdiri dari beberapa unit, di antaranya anak-anak Mapagama, Balairung Press, Selam, dan beberapa unit lainnya,” terang Marko.

Dalam pameran ini, pengurus UFO membebaskan pameris dalam mengeksplorasi tema dan narasi yang dimunculkan. Namun, tetap dengan pendekatan teknik slow speed. Meski ada tombol suka pada laman yang memajang foto pa meran, tidak ada pemeringkatan dan penilaian foto terbaik lantaran ini ialah ajang apresiasi. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik