Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
ADNAN Hasyim Wibowo dan Tri Ardian Rinalda ialah duo pelajar SMA Unggulan CT ARSA Foundation, Sukoharjo, Jawa Tengah. Keduanya baru-baru ini meraih prestasi pada suatu kompetisi sains berkat air liur.
Kebanyakan pelajar mungkin akan memikirkan persoalan yang serius dan rumit ketika mengawali sebuah penelitian. Namun, tidak bagi dua siswa kelas XI MIPA ini. Mereka memilih mengerjakan sebuah penelitian secara asyik dan menyenangkan, yang lantas membawa mereka menjuarai Indonesian Fun Science Award (IFSA) 2.0. Judul penelitiannya cukup menggelitik, Korelasi Antara Kandungan Air Liur terhadap Tingkat Kecerewetan.
Lantas bagaimana keseruan mereka selama penelitian? Simak petikan wawancara Media Indonesia bersama Andan dan Ardian, Rabu (22/4) lalu, melalui aplikasi obrolan.
Bagaimana awal ide meneliti korelasi air liur dengan kecerewetan siswa?
Adnan: Awalnya saya penasaran dan ingin meneliti sesuatu yang jarang diperhatikan orang lain. Sempat tebersit di otak saya tentang kotoran hidung, telinga, air mata, juga air liur. Air liur jadi sesuatu yang sangat dekat dengan kita, tapi justru kadang tidak tahu apa yang di dalamnya. Dan air liur ini kan ada di mulut, yang mana mulut biasanya kita pakai untuk berbicara. Terus kepikiran ada orang yang kebanyakan ngomong atau cerewet, saya lalu penasaran apakah ada hubungan di antara kedua hal ini.
Ardian: Ada juga salah seorang teman kami terkadang merasa terganggu dengan keberadaan siswa yang cerewet karena saat mereka berbicara ludah mereka juga ikut tersebar ke mana-mana. Lalu, akhirnya kami penasaran, dari mana sih datangnya kecerewetan itu? Apakah ada hubungannya dengan air liur yang muncrat-muncrat itu?
Apa tanggapan teman-teman?
Adnan: Tanggapan teman-teman beragam. Ada yang menganggap penelitian ini aneh, enggak jelas, buang-buang waktu, menjijikkan, dan sebagainya. Tapi juga banyak yang menganggap bahwa penelitian ini keren, unik, menarik, asyik, dan lain lain. Tapi mayoritas merespons positif walau sebelumnya menjawab, ‘hah, emangnya ada hubungannya ya?’.
Bagaimana pembagian tugas di antara kalian?
Adnan: Kami saling bantu saja dalam proses pengerjaan. Namun, ada kalanya kami fokus pada pembagian tertentu. Misalnya, ketika pembuatan survei, saya fokus dalam pembuatan kuesioner dan Ardi mencari responden.
Saat pengujian kandungan, Ardi fokus pengumpulan data dan saya fokus pada analisis data.
Ardian: Adnan fokus ke bagian kecerewetannya, pembagian kelompok cerewet dan tidak cerewetnya.
Ada kesulitan selama penelitian?
Adnan: Kesulitan kami pertama berkaitan dengan manajemen waktu karena kami bersekolah di boarding school yang jadwal kesehariannya sangat padat dan penggunaan gawai dibatasi.
Kedua, sulit mencari jurnal dan referensi penelitian terdahulu karena topik yang kami pilih jarang diteliti orang lain, terutama masalah kecerewetan. Yang banyak itu tentang kepribadian ekstrover. Kami juga kesulitan ketika mengumpulkan sampel air liur karena ada banyak kontrol yang kami lakukan untuk meminimalkan variabel pengganggu dalam penelitian.
Bagaimana studi kuantitatifnya?
Adnan: Penelitan kuantitatif kami lakukan dengan cara survei dan juga eksperimen. Survei kami bagi dua, yaitu survei individu dan survei populasi. Pada survei individu, 10 responden kami minta untuk mengisi kuesioner pertanyaan tentang kondisi tertentu yang mengklasifi kasikan kecerewetan mereka.
Ardian: Pada survei populasi, seluruh siswa di sekolah kami minta untuk menilai skala kecerewetan dari 10 siswa yang kami jadikan responden dengan skala 1-5. Kami juga uji kandungan, meliputi pengukuran suhu, PH, uji biuret (protein), uji lugol (amilum), dan uji benedict (glukosa). Pada uji biuret, lugol, dan benedict, kami amati kepekatan perubahan warnanya untuk menentukan besarnya kandungan zat yang diuji dan dinyatakan dalam skala juga.
Bagaimana studi kualitatifnya?
Adnan: Penelitian kualitatifnya kami lakukan dengan cara menganalisis dan mendeskripsikan data yang kami dapatkan ditambah dengan wawancara kepada beberapa pihak yang ahli dalam bidang yang bersangkutan untuk memvalidasi data penelitian kami.
Bagaimana hasil penelitiannya?
Adnan: Kelompok yang terdiri dari orang-orang yang terindikasi cerewet memiliki nilai lebih tinggi pada uji biuret dan suhu. Namun, lebih rendah pada uji PH daripada kelompok yang terdiri dari orang-orang yang terindikasi tidak cerewet.
Ardian: Semakin cerewet seseorang, semakin tinggi pula suhu dan kadar protein air liurnya. Sebaliknya, semakin cerewet seseorang, maka semakin rendah pula PH air liur orang tersebut.
Dampak apa yang kalian harapkan dari penelitian ini?
Adnan: Kami harap penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatan kecerewetan dan keaktifan seseorang untuk mengembangkan hal-hal positif. Misalnya, lebih aktif di dalam kelas saat pembelajaran, dan juga dapat digunakan untuk efi siensi berbagai bidang, misalnya dalam perekrutan tenaga kerja. Kami juga berharap ada peluang pengembangan lebih lanjut sehingga ada banyak lagi penelitian yang berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari kita.
Ardian: Banyak muncul public speaker baru yang berangkat dari kecerewetan yang positif karena dapat dikendalikan dengan asupan makanan. Selain itu, kami berharap ada lembaga yang menjadikan penelitian ini sebagai rujukan dalam proyeknya.
Bagaimana minat studi lanjut kalian di jenjang berikutnya?
Adnan: Sebelumnya saya berharap dan bertekad untuk melanjutkan studi ke jurusan kedokteran atau psikologi UGM. Namun, setelah IFSA 2.0 ini, saya berpikir-pikir lagi mengenai beasiswa di Swiss German University (SGU) dan juga saya tertarik dengan jurusan di sana terutama life science yang memang sesuai dengan minat saya.
Ardian: Saya mempunyai minat untuk melanjutkan studi di Teknik Informatika, ITB.
Adakah orang terdekat, sosok, atau ilmuwan dalam negeri dan luar negeri yang menginspirasi kalian?
Adnan: Sosok ilmuwan yang saya kagum akan diri, karya, dan perjuangannya ialah Ibnu Sina, Al Khawarizmi, Al Jazari, Carl Sagan, Noval Yuah Harari, Neil Degrasse Tyson, Ernest Mayr, dan masih banyak lagi yang saya kagumi dan idolakan untuk dijadikan referensi dan motivasi untuk terus berkarya.
Ardian: Al Khawarizmi, Archimedes, dan Stephen Hawking. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved