Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
MUDA menjumpai komunitas Indonesia Vegetarian Society (IVS). Shanti Paramita, mahasiswi Universitas Pelita Harapan, dan Rianto Wijaya, mahasiswa Universitas Trisakti, yang merupakan dua anggota komunitas itu berkisah tentang pilihan istimewa mereka.
Shanti mengaku sudah menerapkan pola hidup vegetarian sejak lahir dan mulai menerapkan pola hidup vegan sejak 2005. “Seorang vegetarian tidak makan daging, ikan, atau unggas, tapi mungkin masih makan produk hewani lain, seperti susu, keju, telur, atau yoghurt, sedangkan seorang vegan menghilangkan semua produk hewani dari dietnya, termasuk susu,” kata Shanti. Pemacunya, kata Shanti, ialah saat sang ayah mengajaknya menonton tayangan fi lm mengenai praktik tak layak yang dilakukan di peternakan.
“Mereka menyiksa ayam penghasil telur dan sapi penghasil susu. Ketika itu saya merasakan jika saya masih minum susu dan makan telur, tidak ada bedanya dengan saya memakan daging mereka secara utuh. Akhirnya saya bertekad menerapkan pola hidup vegan,” cerita Shanti.
Lebih sehat
Rianto mengaku menjadi vegan seusai mengikuti seminar IVS tentang gaya hidup vegan yang lebih sehat. “Apalagi, ketika mengetahui telur merupakan salah satu penyumbang kolesterol. Selain itu, organ pencernaan kita itu sebenarnya diperuntukkan mencerna makanan yang berbasis nabati, bukan hewani,” terang Rianto.
IVS memang berperan cukup krusial bagi perkembangan pola hidup vegan di Indonesia. Bagi Shanti, IVS sangat penting untuk memberikan informasi kepada kaum vegan bagaimana pola makan yang baik. Terkadang mereka membuat acara, seperti bazar yang sangat memiliki daya tarik bagi para pemula vegan. Mereka juga membuat seminar yang pembicaranya pakar kesehatan vegan dam membahas kaitan vegan dengan etika serta keadaan dunia sekarang seperti global warming,” terang Shanti.
Eksis di global
Sejak berdiri pada 8 Agustus 1998, IVS mempunyai 68 cabang di kota-kota besar maupun kecil di Indonesia. “Kegiatan tiap-tiap cabang bervariasi dari seminar, talkshow, sharing, demo, dan lomba masak, bakti sosial, bazar makanan vegetarian, jalan sehat, tes medis, dan konsultasi gratis,” terang Fentra Budiman, pengurus IVS. Istimewanya, IVS mendapatkan kesempatan menjadi tuan rumah Kongres Vegetarian Asia Tenggara, Kongres Vegetarian Asia 2009 di Batam, dan Kongres Vegetarian IVU sedunia pada 2010 di Jakarta dan Bali.
Berat di awal
Shanti mengakui memilih pola hidup berbeda yang tak mudah. Awal perubahan dari vegetarian menjadi vegan sangat berat. Ia mengaku penikmat telur dan susu, bahkan keduanya makanan favoritnya. “Telur biasanya saya konsumsi empat butir dalam seminggu dan susu bisa setiap hari. Sangat berat untuk bisa melepaskan dari cengkeraman itu.
Melepaskan sebuah kebiasaan makan yang melekat di lidah bukan hal yang mudah,” terang Shanti. Namun, berkat tekadnya yang kuat untuk jadi vegan, ia perlahan mampu menahan keinginannya mengonsumsi produk mengandung telur dan susu seperti roti dan biskuit. “Camilan saya, yang biasanya luar biasa banyak, jadi benar-benar tinggal sedikit sekali pilihannya.
Tapi, perubahan berat badan saya rasakan, badan juga lebih segar dan ringan. Entah apa jadinya kalau saya sekarang tidak menerapkan pola hidup vegan, mungkin sangat gemuk,“ seloroh Shanti sambil tertawa.
Baik Shanti maupun Rianto mengaku tidak pernah tergoda untuk kembali memakan daging karena mengetahui keburukannya. Bahkan, mereka mengaku teman-temannya sampai bingung dengan tekad Indonesia Vegetarian Society (IVS). mereka untuk menjadi vegan. “Mereka bingung bagaimana saya bisa menahan nafsu dan hidup dalam pilihan makanan yang sangat terbatas.
Banyak juga teman mengatakan makanan saya seperti kambing. Saya hanya tertawa karena tahu ini baik untuk tubuh,” jelas Shanti. Shanti juga menceritakan ia sering membawa bekal ke kampus karena minimnya makanan olahan nabati. “Banyak teman saya yang tertarik dengan makanan saya. Mereka baru mengetahui makanan vegan bukan hanya sayur dan buah, melainkan juga banyak sekali variasi yang dapat dikonsumsi seorang vegan,” kata Shanti.
Yang muda yang vegan
Muda juga menemui dr Dimas Erlangga Luftimas MKes untuk mengetahui pengaruh pola hidup vegan bagi remaja. “Remaja merupakan fase perkembangan pesat secara fi sik dan psikis. Hormon pertumbuhan dan hormon seks diproduksi optimal,” kata Dimas.
“Memang pola hidup vegan tidak bisa memenuhi semua kebutuhan nutrisi yang diperlukan tubuh. Secara prinsip, terdapat beberapa bahan yang tidak dapat dipenuhi hanya dari tetumbuhan, contoh vitamin B12, “ jelas Dimas.
“Prinsip utama kecukupan nutrisi ialah keseimbangan. Hanya memfokuskan pada salah satu zat tidak baik. Tubuh manusia tersusun dari sel yang masing-masing mengandung seluruh nutrien dari makanan. Kekurangan nutrien tertentu dapat mengakibatkan struktur dan fungsi sel menurun. Tubuh dapat mengalami permasalahan,“ ungkap Dimas.
Kendati begitu, kata Dimas, belum ada laporan khusus mengenai pengaruh diet vegan terhadap penyakit-penyakit tertentu. “Namun, secara teoretis, kita dapat mempertimbangkan masalah tersebut sebagai akibat dari diet vegan,” jelas Dimas.Kamu jadi galau? Yuk simak cerita Rianto. “Tiap tahun ada donor darah sering ikutan dan sampai sekarang belum pernah tidak lolos pengecekan,” tegas Rianto. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved