Headline

Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan

Fokus

Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.

Tarian untuk sang Penguasa Laut

Zuq/M-4)
07/2/2016 08:21
Tarian untuk sang Penguasa Laut
(MI/Abdillah Marzuqi)

TIGA pria memasuki arena tari. Tangan kiri mereka diselipkan di belakang punggung, sedangkan ta­ngan kanan ditekuk di depan perut. Setelah berputar badan beberapa kali, mereka lalu merendahkan tubuh sembari tangan kanan menghentak lantai. Jemari dan lutut kaki kiri di satu tumpuan, sedangkan telapak kaki kanan sebagai tumpuan lain. Mirip posisi start pada lari.

Rupanya tangan kiri belum boleh berubah posisi sedari awal gerakan. Ia tetap saja berada di belakang punggung, sebab seusai menghentak lantai, lagi-lagi tangan kanan yang diputar ke atas. Berhenti tepat di depan muka, tanpa melewati batas kepala.

Perlahan mereka berdiri, melakukan putaran tubuh penuh. Lagi-lagi tangan kanan yang dapat bagian. Awalnya, telapak kanan di bawah sekitaran area pinggul, lalu ditarik ke atas sampai depan muka dengan tempo cepat. Gerakan diulang beberapa kali.

Mereka kemudian bersimpuh dengan lutut sampai ujung kaki terlipat sebagai tumpuan. Paha atas tegak menopang tubuh. Kali ini, tangan kiri ikut bergerak. Bersama tangan kanan, tangan kiri berada di depan muka. Keduanya lalu dikibaskan ke bawah sembari tubuh turut merendah.

Tidak lengkap jika penari hanya tiga pria. Saat pria membungkuk, tiga penari wanita datang dari arah belakang. Berjalan gemulai agak cepat, mereka berputar di sela penari pria. Bergerak pinggul dengan tangan terbuka di samping yang terus berputar.

Penari pria memeragakan nelayan yang sedang mencari ikan. Sementara itu, penari wanita menarikan gerak ikan coelacanth. Mereka berenam bersepakat mengangkat gerak estetis bertajuk tari Coelacanth. Para penari itu ialah anggota Ikatan Waraney Wulan Minahasa (IWWM). Mereka didapuk sebagai pembuka acara grand launching Mercure Manado Tateli Beach Resort, di Manado, Jumat (29/1) lalu.

Tari itu merupakan tari garap­an yang bercerita tentang ikan coelacanth yang hidup di perairan Sulawesi. Bagian pertama tari ialah para nelayan yang tengah mencari ikan. Bagian berikutnya ikan menari di dalam air sembari menggoda nelayan. Sementara itu, terakhir ialah pertarungan antara nelayan dan ikan. Semua bagian dibalut dengan estetis. Gerakannya sederhana dan dengan alunan tempo cepat. Penari terus bergerak energik.

“Ceritanya tentang ikan coelacanth yang hampir punah diburu nelayan,” terang salah seorang penari, Vessy Kalagi.

Sulawesi Utara memang kaya dengan ragam seni beraroma laut. Sebelumnya, juga ada tari menangkap cakalang yang berasal dari Bitung.
Coelacanth bukan berasal dari bahasa lokal, sebab itu sebenarnya merupakan nama ikan yang hidup di perairan Sulawesi Utara dengan nama ilmiah Latimeria menadoensis. Para nelayan menyebutnya dengan ikan raja laut. Pertanyaannya, apa keistimewaan ikan itu sampai ada tarian khusus?

Ikan itu merupakan kebanggaan bagi masyarakat Sulawesi Utara. Saat ini, hanya ada dua coelacanth di dunia, yakni coelacanth komoro (Latimeria chalumna) di Afrika dan coelacanth sulawesi (Latimeria menadoensis) di Indonesia. Namun sayang, ikan itu hampir punah. Berdasarkan catatan IUCN, saat ini populasi spesies langka ini tidak diketahui.

Tari Coelacanth bukan sekadar tari. Namun, lebih pada upaya harmonisasi antara manusia dan alam. Di situlah seni lebih bermakna ketika merespons lingkungan, sebab seni adalah bagian dari budaya. (Zuq/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya