Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
ANJING telah hidup berdampingan dengan manusia setidaknya selama 40.000 tahun, tetapi hal tersebut tidak lantas menjadikan manusia lebih paham terhadap anjing. Menurut sebuah studi baru dari Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi, kunci untuk memahami anjing sangat tergantung dari mana Anda berasal.
Federica Amici, seorang ahli ekologi perilaku, meneliti 89 orang dewasa dan 77 anak-anak dari latar belakang budaya yang berbeda untuk menguji kemampuan mereka membaca ekspresi wajah anjing.
Terdapat perbedaan budaya yang mempengaruhi cara manusia memperlakukan anjing. Di keluarga Eropa, anjing dianggap sebagai anggota keluarga serumah bersama manusia. Berbeda dengan keluarga yang hidup di negara-negara Muslim, di mana anjing lebih sering tinggal di luar dan tidak selalu dianggap sebagai anggota keluarga.
Penelitian ini dimulai dengan meminta para responden yang berasal dari berbagai latar belakang budaya untuk membedakan ekspresi kemarahan, kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, dan ekspresi netral yang tergambar dalam beberapa foto anjing.
Para peneliti menemukan bahwa pada umumnya para responden mampu membedakan kebahagiaan dan kemarahan pada anjing. Terutama, para responden yang berasal dari Eropa yang lebih ramah dengan anjing daripada responden dari negara-negara mayoritas Muslim. Mereka lebih mampu mengidentifikasi kesedihan, ketakutan dan netralitas dalam ekspresi wajah anjing dengan akurasi yang lebih tinggi.
Tak hanya orang dewasa, anak-anak juga diminta untuk menebak ekspresi yang tergambar dalam foto-foto binatang ini. Tanpa memandang latar belakang budaya yang mereka miliki, ternyata hasilnya sangat mengejutkan, mayoritas anak tidak dapat mengidentifikasi secara akurat emosi anjing hanya berdasarkan ekspresi wajah.
Federica Amici selaku inisiator penelitian menyebutkan bahwa, "Hasil ini patut diperhatikan, lantaran ini mengindikasikan bahwa teryata bukanlah pengalaman interaksi langsung dengan anjing yang mempengaruhi kemampuan manusia untuk mengenali emosi mereka, tetapi lebih pada lingkungan budaya di mana manusia berkembang."
Memang, anjing berkomunikasi dalam berbagai cara yang tidak semata melibatkan ekspresi wajah saja, melainkan gerak tubuh, posisi ekor, posisi telinga, dan bau.
Merujuk pada eksperimen dari University of Portsmouth pada tahun 2017, anjing ternyata menghasilkan ekspresi wajah yang lebih signifikan ketika mereka tahu mereka sedang dilihat oleh manusia. Ekspresi wajah anjing tetap tidak berubah ketika mereka melihat gambar makanan yang menarik, tetapi mereka cenderung mengangkat alis mereka dan melebarkan mata mereka ketika melihat manusia. Temuan ini menunjukkan ekspresi wajah anjing mungkin menjadi cara untuk menangkap perhatian manusia. (Bus/M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved