Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Adipati Dolken: Senang Berperan Berbeda Genre

(Riz)
28/7/2019 00:00
Adipati Dolken: Senang Berperan Berbeda Genre
Aktor yg bermain film Perburuan, film yang diangkat dari novel karya Pramoedya Ananta Toer(MI/AGUNG WIBOWO)

AKTOR muda Adipati Dolken mengaku bahwa dirinya senang dapat bermain film dengan karakter-karekter yang berbeda-beda, termasuk dalam hal genre. Baginya mendapatkan peran dan genre yang berbeda akan semakin mengasah kemampuannya sebagai seorang aktor.

"Sebenarnya semuanya suka dan setiap prosesnya juga berbeda-beda jadi tidak bisa mematok lebih suka main film historical, comedy, atau drama, semuanya suka untuk mengasah kemampuan kita terus," kata Adipati saat berkunjung ke kantor Media Indonesia di Jakarta (25/7).

Seperti yang diketahui, pada 15 Agustus mendatang film terbaru Adipati yang berjudul Perburuan mulai tayang di bioskop. Dalam film yang diangkat dari novel karya Pramoedya Ananta Toer tersebut, dirinya berperan sebagai Hardo yang merupakan tokoh utama dalam film tersebut.

"Hardo itu salah satu anak orang penting di wilayahnya. Dia juga prajurit PETA, tapi dia merasa tertekan dengan penindasan di zaman penjajahan Jepang. Akhirnya dia merasa kebebasan dia sebagai manusia harus diperjuangkan sampai akhirnya dia melakukan suatu langkah dengan teman-temannya, tapi gagal. Akhirnya dia diburu oleh Jepang. Tapi selama proses perubahan dirinya, pembenahan diri itu cuma punya satu tujuan, yaitu untuk bertemu dengan Ningsih," jelas pria berusia 27 tahun tersebut.

Lebih lanjut, pria kelahiran Bandung, 19 Agustus 1991 tersebut menjelaskan bahwa tantangan terberat dalam film terbarunya tersebut terkait dengan dialog dan bahasa yang digunakan. Pasalnya dalam satu scene dialognya panjang dengan bahasa yang baku.

"Jelas sulit, karena ini dari buku sastra juga, dari bukunya Pak Pram, eranya juga zaman dulu sehari sebelum kemerdekaan, selain itu karena ini tulisannya juga tulisan Pak Pram berarti bahasanya juga bahasanya dan itu salah satu kesulitan juga karena kita harus membuat bahasa yang serumit dan seformal itu menjadi hal yang natural untuk kita perlihatkan kepada penonton dengan dialog yang panjang-panjang juga, kesulitannya di situ sih, dengan era, dengan tata bahasanya, bagaimana kita menyampaikan ideologi dan intelektualnya Pak Pram yang ditulis dibukunya menjadi sesuatu yang dinikmati secara visual," imbuhnya.

Adipati pun menyiasati kesulitan tersebut dengan terus mendialogkan terus-menerus dan memahami makna apa yang dibicarakan.

"Kalau bicarakan pesan, menjadi hal yang berat, film ini menjadi bahan kita untuk mengenal masa lalu untuk mengapresiasi apa yang sudah terjadi. Jadi, kita sebagai WNI untuk bisa lebih mengerti apa yang terjadi, baik tentang kemerdekaan, kemanusiaan, maupun kebebebasan hidup. Semuanya ada di situ," pungkasnya. (Riz)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya