Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Paidi: Dua Kali Tanam Bangkrut Terlampaui

Galih Agus Saputra
27/7/2019 08:10
Paidi: Dua Kali Tanam Bangkrut Terlampaui
Paidi.(MI/SUMARYANTO BRONTO)

DESA di masa kini dipandang sebagai masa depan untuk kehidupan yang lebih baik. Jika dulu kebanyakan orang, khususnya anak muda melihat petani dengan sebelah mata karena identik dengan kemiskinan, sekarang profesi itu mulai digandrungi. Profesi petani terbukti dapat memberi kesejahteraan para pelakunya, seperti yang dapat disaksikan melalui kisah hidup narasumber Kick Andy.

Dalam episode Petani itu Keren, kali ini Kick Andy menghadirkan Paidi, 37. Ia warga Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, yang telah banyak mendapat keuntungan dari budi daya porang. Namun, perlu diketahui sebelumnya bahwa perjuangan Paidi itu tidak mudah.

Pada mulanya, Paidi sempat menjadi penjual tahu keliling. Sungguh nahas, usaha rintisannya itu bangkrut karena kerap diutang pembelinya di sejumlah kampung yang ia kunjungi. Barang kali, nominal utang itu tidak terlalu besar karena hanya berkisar Rp2.000 hingga Rp3.000. Namun nyatanya, jika dikalkulasi akhirnya tidak dapat mengembalikan modal jualan tahu Paidi.

Seakan tak mengenal patah arang, Paidi kemudian menyiasati kekurangannya itu dengan mengumpulkan plastik bekas makanan dari para pembelinya alias merangkap menjadi pemulung. Siasat itu berhasil dan memberikan secercah harapan, hingga kemudian memantik keberanian Paidi untuk mengajukan pinjaman modal kepada bank untuk memperbesar usahanya.

“Dari situ, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Akhirnya, di situlah saya bangkrut untuk kedua kali,” tutur pria berambut gondrong itu.

Setelah bangkrut dua kali, Paidi kemudian banyak menghabiskan waktunya di warnet untuk mempelajari berbagai macam referensi terkait dengan budi daya porang. Porang adalah tanaman penghasil umbi yang memiliki nama Latin Amorphophallus muelleri. Selain dapat dimakan, jenis umbi itu juga dapat dijadikan bahan kosmetik dan biasanya tumbuh di bawah pohon.

Namun, berkat kegigihannya mengakses informasi di internet, Paidi akhirnya dapat menemukan solusi untuk membudidayakan porang tanpa pohon pelindung. Dari situ pula, ia mendapatkan pembeli langsung dari luar negeri dengan omzet yang cukup besar. Kini penghasilan Paidi sudah mencapai miliaran, dan kerap membagikan ilmunya itu lewat blog dan Youtube. Bahkan, ia juga kerap datang ke berbagai daerah di Indonesia untuk berbagi ilmu budi daya porang karena kebutuhan porang itu masih sangat besar, sedangkan jumlah petani porang di dunia masih sangat sedikit.

 

Primadona warga Kepel

Berkat keterampilan Paidi, kini porang seakan menjadi primadona, khususnya bagi warga Kepel. Paidi, dewasa ini dapat meraih keuntungan hingga Rp1 miliar dari setiap 1 hektare (ha) lahan yang dikelolannya. Padahal, ia memiliki 4 ha lahan, dan dari situlah ia mulai menggerakkan masyarakat Kepel lewat Kelompok Tani Sarwo Asih agar mengikuti jejaknya dalam kurung waktu tujuh tahun belakangan.

Porang yang ditanam Paidi dan warga kepel memiliki dua jenis masa panen. Ada porang yang dapat dipanen selama enam bulan sekali dan ada pula yang jenis porang yang baru dapat dipanen selama dua tahun sekali. Tiap pohon menghasilkan minimal 2 kilogram porang, dan yang tidak kalah menarik ternyata Paidi pernah panen porang mencapai 900 ton yang bernilai Rp5,4 miliar pada 2018.

Paidi sebenarnya sudah mulai mengekspor Porang ke Tiongkok sejak 2017. Pada masa itu ia telah berhasil mengirim 370 ton porang kering. “Sebenarnya 80% porang ini bisa digunakan menjadi bahan makanan. Sebanyak 20%-nya lagi menjadi bahan kosmetik, dan ada juga bagian yang saya tidak terlalu mengerti dapat digunakan untuk pesawat terbang dan pasta gigi, dan kenapa selama dua tahun lalu penjualan porang ini sangat tinggi, karena pasarnya sudah mencapai Eropa,” tutur Paidi.

Setelah mencapai titik yang dewasa ini telah diraih Paidi, ia ke depannya ingin membuka kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk belajar budi daya porang di desa Kepel. Selain itu, ia juga mewanti-wanti kepada semua orang untuk tidak takut membudidayakan porang karena dewasa ini kebutuhan porang di pasaran hanya mampu dicukupi sebesar 10%. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya