ERA medsos nyatanya telah memberi pengaruh besar terhadap pilihan masyarakat untuk pemimpin mereka. Sekarang ini kian banyak orang-orang dengan pribadi narsis dan sosiopat dipilih sebagai pemimpin. Berbeda dengan dengan psikopat, sosiopat masih memiliki hati nurani namun cenderung lemah dan mereka juga lemah dalam empati.
Keberhasilan orang-orang narsis dan sosiopat menduduki jabatan pemimpin itu terjadi di tingkatan struktur jabatan publik, mulai dari tingkatan kecil, walikota, hingga untuk perebutan kursi kepemimpinan negara. Fenomena ini terjadi di banyak negara di dunia. Demikian ulasan dari Bill Eddy, LCSW, JD, Direktur Pelatihan di High Conflict Institue, Amerika Serikat, yang juga seorang pengacara dam penulis buku Why We Elect Narcissists and Sociopaths - and How We Can Stop.
Diterbitkan situs Psychology Today, tulisan Eddy menjabarkan jika kepribadian narsisis dan sosiopat adalah dua kepribadian paling menggoda, baik dalam menimang pacar atupun memilih pekerja. Jika ingin menjadi politisi, orang narsis dan sisopat akan mempelajari cara yang paling efektif untuk merayu seluruh penduduk. Beberapa di antaranya adalah sibuk menyalahkan orang lain, banyak keinginan atau tidak sama sekali, emosi tidak terkelola, dan perilaku ekstrem.
Orang narsisis membesar-besarkan pencapaian dan prestasi. Mereka menggunakan ide-ide muluk untuk memikat orang lain. Seperti berkata 'percayalah, aku akan bangunkan rumah terbaik yang pernah ada'. Sosiopat akan berbohong dan membuat ancaman serius. "Aku punya rencana rahasia, tapi aku tidak bisa memberitahu sampai setelah aku terpilih.
Kepribadian narsisis cenderung kurang empati, sedangkan sosiopat tidak pernah menyesal. Mereka bisa mengatakan apapun untuk menggaet target. Mereka bisa menciptakan ikatan dengan pengikut mereka. Pada saat yang sama, narsisis dan sosiopat, akan terus mengeluh bahwa mereka diperlakukan tidak adil. Mereka lalu meminta pengikut untuk membela dan berjuang.
Persaingan di Media
Dahulu, organisasi punya cukup waktu untuk mengamati kepribadian calon pemimpin. Mereka lalu disaring dan diuji. Saat ini, mekanisme itu telah diwakili Facebook, YouTube, Instagram, dan Twitter. Media sosial menjadi ladang kompetisi untuk mendapatkan perhatian. Arti siapapun dengan kepribadian ekstrem akan mendapatkan perhatian lebih besar.
Narsisis dan Sosiopat suka mencari perhatian. Mereka akan mencari panggung untuk bicara tentang konflik, krisis, kekacauan, dan ketakutan.
Tema itu penting untuk menciptakan situasi emosional yang menarik perhatian. Untuk terpilih, mereka tidak perlu punya kecakapan memimpin atau memerintah. Mereka hanya perlu kepribadian yang secara dramatis dengan bercerita tentang konflik, krisis, kekacauan, dan ketakutan.
Menjual Fantasi Krisis
Politisi punya pola mirip yang mudah dipelajari dan dikenali. Pertama, menjual narasi tentang ancaman krisis mengerikan. Kedua, krisis itu disebabkan lawan. Ketiga, diperlukan orang yang tepat untuk mengatasinya.
Politikus narsisis dan sosiopat memang jarang mendapatkan dukungan lebih dari 40% populasi. Kelompok mayoritas tidak pernah bulat mendukung politikus jenis tersebut. Tapi cara itu bisa membuat mayoritas terpecah, saling bertarung, dan tidak efektif. Mereka tergoda secara emosional juga.
Pada umumnya, pemilih kemudian akan terbagi dalam empat kelompok:
- Loyalis.
Pemilih jenis ini merasa punya hubungan emosional. Mereka tak ragu untuk membela dan berjuang demi pemimpin mereka. Dalam kebanyakan kasus, 30-40% orang merasa nyaman dengan pemimpin otoriter sejak awal.
-Resisten
Mereka merasa pemimpin otoriter merupakan ancaman bagi keberadaan komunitas atau bangsa. Jumlahnya mungkin 10-20%. Mereka juga marah kepada kaum moderat karena bersikap tak acuh.
-Moderat
Mereka pada umumnya mengambil posisi di tengah.
-Pemilih Menggambang
Mereka tidak memilih. Mereka justru ingin menghindari dan menarik diri dari politik. Meski banyak yang percaya ada krisis, bagi mereka, penjahat dan pahlawan sama-sama buruk. Grup ini bisa menjadi kelompok terbesar. (M-1)