Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
BEBERAPA tahun terakhir, seni bela diri campuran atau mix martial arts (MMA) menjadi perhatian di Indonesia. Salah satu faktor yang mempopulerkannya ialah kejuaraan resmi MMA yang diselengarakan televisi swasta. Di samping itu, ada juga Ultimate Fighting Championship (UFC) di Amerika pada medio 1993.
MMA tergolong sebagai olahraga ekstrem. Apalagi, para atlet atau petarungnya diperbolehkan menggunakan gabungan teknik dari berbagai cabang seni bela diri untuk menunjukkan teknik bertarung yang paling efektif.
Muda berkesempatan mewawancarai salah satu petarung MMA, RD Ahmad Abdirrahman Yogaswara, yang berlaga di One Pride MMA, salah satu ajang kejuaraan profesional di Indonesia. Kecintaan pemuda yang akrab disapa Abid itu berawal dari VCD UFC yang dibawa ayahnya karena suka olahraga tersebut.
Lalu, bagaimana perjalanan Abid yang punya julukan Macan Kumbang dalam meniti karier sebagai atlet profesional MMA? Simak petikan wawancaranya.
Bagaimana proses perjalanan kamu sebagai atlet MMA?
Saat saya kecil, ketika MMA belum banyak diketahui di Indonesia, ayah saya yang hobi dengan bela diri membeli VCD UFC 2 di Singapura. Saat itulah saya sangat tertarik untuk mendalaminya dan punya cita-cita untuk berkarier di bela diri.
Berawal dari berlatih tinju, lalu muay thai di bawah naungan Asta Bogor. Saya beberapa kali mewakili Jawa Barat mengikuti kejuaraan daerah. Di kejuaraan profesional One Pride, saya turun di kelas bulu, dan awalnya ikut dari audisi.
Namun, jalan untuk menjadi atlet MMA profesional juga bisa ditempuh dengan beberapa cara, seperti tergabung ke organisasi profesional, punya jaringan dengan promotor, atau melalui talent scouting. Kalau sudah ikut kejuaraan profesional, ya sudah enggak bisa ikut di kejuaraan-kejuaraan lain seperti mewakili daerah.
Bagaimana punya julukan Macan Kumbang?
Itu sebenarnya cukup lucu karena kami (fighter one pride) diminta mencari nama julukan. Karena Bogor terkenal dengan lambang Macan Kumbang, dari sanalah saya gunakan nama tersebut.
Bagaimana upaya kamu mengembangkan teknik?
Saya berlatih setiap hari, minimal dua kali. Untuk mengembangkan teknik, tentu belajar dari senior dan pelatih saya. Basic saya muay thai, ilmu bela diri dari sisi striking atau berdiri, sedangkan di MMA dibutuhkan juga untuk berlatih ilmu gulat (bantingan) dan ju-jitsu (teknik kuncian bawah).
Tentunya, ada perbedaan porsi latihan ketika menghadapi kejuaraan. Di sisi intensitas dan tujuan, pada hari-hari off season (luar persiapan pertandingan), saya selalu menajamkan dasar ilmu saya sambil pelan-pelan menambah teknik. Ketika persiapan, saya lebih fokus ke arah game plan sesuai lawan yang saya hadapi.
Apa pernah tidak disetujui dari keluarga?
Awalnya keluarga agak segan, tetapi seiring waktu keluarga sangat mendukung karier saya. Saat ini dari 6 bulan lalu, saya juga menjadi pengajar di Bali MMA, di Bali. Di sana, saya mengajar orang-orang untuk olahraga, bukan buat bertanding di kompetisi.
Apa yang perlu menjadi bekal bagi petarung muda?
Paling utama ialah karakter selalu mau belajar dan berkembang, fisik, maupun mental. Tidak bisa dimungkiri, fisik sangat penting, begitu juga teknik, tetapi mental daya juang ialah hal yang utama menurut saya, untuk bisa menjalani karier ini.
Kami merupakan atlet, tentunya dalam suatu environment kompetisi yang terkontrol. Tentunya lebih dari hanya berkelahi, tetapi ada sisi seni yang orang mungkin secara general masih belajar memahami.
Bagaimana kalau cedera?
Ya, asuransikan diri. Tidak ada cara mengantisipasi cedera ketika turun berlaga karena lawan yang kamu hadapi itu punya niat menyakiti kamu, sama saja dengan kita yang mau melawannya.
Recovery juga perlu dilakukan. Saya biasanya dua kali seminggu, dengan metode berendam di es, spa, atau terapi massage. Bukan hanya fisik yang perlu di-recovery, melainkan juga mental. Biasanya untuk mental recovery saya surfing. Sama saja seperti kita merawat mobil, enggak bisa asal ngasih ‘bensin’, nutrisi juga perlu dijaga. Dikasih pelumas, cek angin, ban, sama dengan badan juga perlu dirawat.
Apa yang perlu dijadikan prinsip bagi atlet MMA muda?
Karakter tekun tentunya. Di luar gemerlap panggung, ada kehidupan yang sangat menjenuhkan. Tentunya kita harus bisa menjalani sehari-hari dengan antusiasme dan fokus tinggi.
Kejenuhan menjadi tantangan yang harus dihadapi. Saya kebetulan beberapa kali juga kalah dan sangat sulit bangun tidur menjalani hal yang sama, diteriaki pelatih, tahu kalau hari itu saya tidak akan nyaman, dan mendorong untuk jadi lebih baik. Selain itu, yang menjadikan tekad saya hingga sejauh ini tetap berlaga di MMA, tentu ingin menjadi juara dunia. Itulah target ke depan, ingin mewakili Indonesia dan menjuarai di kejuaraan internasional.
Siapa atlet MMA yang memengaruhi gaya dalam bertarung kamu?
Banyak sekali. Saya selalu belajar dari atlet lama, seperti Anderson Silva, Georges St Pierre, dan Vitor Belfort. Generasi baru seperti Khabib Nurmagomedov dan Israel Adesanya.
Saya juga belajar dari atlet di luar MMA, seperti petinju Vasyl Lomachenko, Canelo Alvarez, kick boxer Murthel Groenhart, Giorgio Petrosyan, Sittichai Sitsongpeenong, dan bahkan atlet di luar fighting seperti Cristiano Ronaldo.
Punya kiat untuk atlet MMA muda?
Learn your basics you’ll never get enough of it, be patient, dan stay persistant. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved