Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
DULU, makan menjadi salah satu kegiatan yang amat digemari Mohammad Naufal Abdillah, 23. Apalagi kalau sedang banyak pikiran, makan menjadi pereda stresnya walau sesaat.
Waktu itu, tutur dia, sekali pesan nasi goreng tak cukup satu porsi. Tiga porsi habis dilahapnya sekali makan. Tak mengherankan, bobot tubuhnya yang memang sudah gemuk sejak kecil terus bertambah. Puncaknya mencapai 238 kg.
Berat tubuh yang sangat berlebihan itu sebetulnya membuat Noval merasa 'tersiksa'. “Saya jadi gampang capek dan sakit sendi kalau lagi jalan lama,” katanya saat menuturkan kisahnya pada diskusi kesehatan yang digelar Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) di Jakarta, pekan lalu.
Naufal bukan tak berupaya mengurangi bobotnya. Ia pernah mencoba berbagai metode diet. Akan tetapi, semua gagal. Rata-rata hanya 2-3 bulan ia sanggup mengikuti pola makan sesuai dengan aturan diet-diet tersebut, sesudahnya dia kembali ke pola makan lama.
Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan terutama risiko komplikasi obesitas yang bisa membahayakan kesehatannya, Naufal memilih menjalani bedah bariatrik. Bedah yang ditujukan untuk mengatasi obesitas skala berat itu dilakukannya di RSPI-Pondok Indah, Jakarta, pada Desember 2018. Operasi itu memangkas 85% lambungnya sehingga tersisa bagian lambung yang diameternya tak lebih dari ukuran jari kelingking.
Terhitung tiga bulanan sesudah operasi tersebut, kini bobot Naufal sudah turun 36 kg menjadi 202 kg. Ditargetkan, berat badannya bisa berkurang 100 kg dalam setahun ini. Ia optimistis bisa mencapai target itu.
"Dokter gizi selalu memandu dan memantau, soal pola makan dan olahraga juga. Sering diingatkan lewat (pesan) Whatsapp. Jadi, sejauh ini pola makan saya terkontrol," tutur mahasiswa asal Jawa Timur itu.
Terkait dengan pola makan, dengan bantuan dokter gizi, asupannya dibatasi tak lebih dari 1.000 kalori per hari. Namun, ia mengaku tak pernah kelaparan seperti dulu.
Menu makannya diseleksi, lebih mengutamakan asupan protein dan meminimalkan gula. Jika ingin ngemil, dia memilih makan buah-buahan.
Pada kesempatan sama, dokter konsultan bedah digestif RSPI-Pondok Indah, dr Peter Ian Limas SpB-KBD, menjelaskan obesitas merupakan penyakit yang bisa menjadi pintu bagi kedatangan beragam penyakit berbahaya, termasuk diabetes melitus dan hipertensi yang bisa menimbulkan komplikasi stroke, serangan jantung, dan gagal ginjal.
Karena itulah, obesitas perlu ditangani. Salah satu caranya ialah dengan bedah bariatrik yang dilakukan untuk membuang sebagian atau seluruh lambung. Menurut Peter, langkah pembedahan itu diperlukan karena pada kasus obesitas ekstrem cara konvensional, seperti diet, olahraga, dan penggunaan obat-obatan, terbukti tidak efektif.
"Keberhasilan penanganan gizi dan obat-obatan jangka panjang hanya 3%," ujar Peter.
Operasi bariatrik, lanjutnya, membuang sebagian besar atau seluruh lambung (tergantung jenis operasinya). Teknik itu menurunkan berat badan dengan dua cara, yakni membatasi asupan makan dan membatasi penyerapan makanan oleh usus. Dengan langkah itu, operasi bariatrik bisa mengurangi 55%-85% kelebihan berat badan.
"Operasi bariatrik dilakukan dengan bedah laparoskopi, bukan bedah terbuka, sehingga masa pemulihannya lebih cepat. Umumnya hanya rawat inap 1-2 hari sesudah operasi, pasien bisa pulang," imbuh Peter.
Setelah operasi, asupan makan pasien diatur secara bertahap. Dimulai dari konsumsi air putih saja selama tiga hari pertama, dilanjutkan dengan konsumsi susu selama dua pekan, lalu bertahap mulai mengonsumsi makanan lunak hingga makanan biasa.
Perbaiki diabetes
Bedah bariatrik, lanjut Peter, bukan hanya bermanfaat menurunkan berat badan secara efektif. Operasi itu juga terbukti dapat memperbaiki diabetes.
"Seperti pasien obesitas yang juga mengidap diabetes, tadinya memakai suntik insulin, tapi sesudah operasi tidak lagi memerlukan insulin, gula darahnya bisa terkontrol," papar Peter.
Bagaimana mekanismenya? Menurutnya, sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun, diduga mekanisme itu melibatkan perubahan berbagai hormon dalam tubuh yang pada akhirnya meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin.
Meski bedah bariatrik ampuh mengatasi obesitas, Peter mengingatkan bahwa prosedur itu bukanlah 'peluru emas' yang bisa melenyapkan obesitas untuk selamanya. Kedisiplinan pasien dalam menjaga pola makan tetap diperlukan karena dalam jangka panjang, ketika pasien tidak mampu mengontrol pola makan, ia bisa kembali mengalami obesitas. (H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved