Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Kepada Lenganku

Rendy Jean Satria
04/11/2018 08:40
Kepada Lenganku
(DOK MI)

Kepada Lenganku

Sudah berapa tahun kau membantuku
Menciptakan bahasa dari airmata ibuku
Menggeledah ribuan senja menjadi tubuh
Untuk dinikmati seperti lanskap di jauhan
Kuambil taring langit, lolongan srigala hutan
Lumpur sawah, debar gunung, retakan-retakan
Di jembatan, lumut yang menempel, dan lain-lain

Sudah berapa tahun kau membantuku
Untuk membuat kata-kata menjadi mawar
Di hati seorang perempuan. Hingga aku
Terbangun di kamar yang disusun olehmu
Dan jendela itu telah lama ditinggalkan
Burung-burung. Aku ingin tetap bersamamu
Memperpanjang hari-hari menjadi bahasa

2018
===
Langit Menjadi Pendiam

Dua ekor kucing. Tirai jendela yang tertutup
Tisu basah, pembakaran daun-daun, pohon rambutan
Sebaris tajuk berita online, Trump bertemu Kim-Jong Un
Langit menjadi pendiam, dan aku sibuk menghitung
Kesunyian yang masuk ke dalam tubuhku. Komputer
Berjalan dan di gudang persediaan kata-kata remuk
Seseorang dari dinding pembatas muncul. Di meja kerja
Terjadi peperangan antara masa lalu dan masa depan

Langit menjadi pendiam, instagram yang semu, matahari
Dengan rambut blonde muncul dari pantai jauh. Ribuan
Visual menganggu pandanganku untuk melihatmu lebih
Dekat. Aku tak bertanya, mengapa ribuan kupu-kupu
Bersembunyi di perpustakaanku, dan seperti sore
Aku ingin menarik tubuhku ke dalam garis-garis bibirmu
Barisan truk-truk melintas, membawa muatan cinta
Kenapa senja akhir-akhir ini menjadi lebih kontemporer
Melebihi bunyi sepatu kematian dan getar sajak-sajak
Sergei Yessenin. Pintu ditutup dengan keras seperti
Menghadang segerombolan cahaya masuk

Aku jatuh dan naik, sama saja. Langit tetap pendiam
Tubuh-tubuhku di masa lalu berdemo, menuntut
Kenaikan volume keresahan yang dilalui burung-burung
Ingatanku pingsan dan menjadi bangkai. Kata-kata
Mendarat di gerbang kota. Au Revoir, menjauhlah
Dariku 250 km dan biarkan mataku terpejam

2018
===

Berjalan pada Dini Hari

Siapa yang berjalan pada dini hari itu
Selain bayangan, hanya bayangan
Dan cinta yang tertegun di muka jendela
Aku tak tau, kau tak mengerti

Lalu bulan, meskipun sepotong
Tak lagi akan menunggu
Siapa-siapa lagi, kecuali bayangan
Aku tak tau, kau tak mengerti

Kuperhatikan lampu-lampu jalan
Padam, seperti mimpi. Sebab
Kalau pun aku bersedih, awan tetap
Bercadar debu dan udara

Aku tak tau, kau tak mengerti
Mengapa hanya ada dingin
Dan di teras itu, kutatap parasmu
Untuk memastikan ini bukan ilusi

2018
===

Aku Ingin Sajak ini Melampaui Usiaku

1/
Jika aku harus berlayar tanpa peta di tanganku
Tempat inilah yang kujadikan pelabuhan untuk
Kuistirahatkan tubuhku, sampai semak-semak
Keresahan kubabat habis, tak tersisa. Jika aku
Harus menenggak setiap kata, di sinilah
Kujadikan nisan bagi kata-kataku. Dan kau,
Adalah napas bagi hari-hari remajaku
Yang terbentang di bawah langit kasturi
Juga cekikan yang terlampau putus asa
Aku hanya ingin berlindung dari serangan
Kedua lengan fajar yang mencekikku


2/
Kutulis kalimat-kalimat ini yang kupinjam
Dari tubuhku, terlampau tegang menulis
Di atas matahari berangin dan gemetar ranting
Aku ingin sajak ini melampaui usiaku
Dan letakanlah ia dalam matamu
Yang lembut dan bercahaya. Di sisi selatan
Nanti kau akan menemukan kata ini menyebar
Membawa kabar paling debar. Antara sajak
Novalis dan Burns, kudambakan malam
Berjilbab keharuman dan rumah bagi
Bunga-bunga yang kupetik di lembah alif

3/
Jika aku harus memilih kota-kota beratap bismillah
Maka di sinilah akan kulafadzkan segala iktiar
Kau dan aku, tanpa beban masa lalu. Surah-
Surah melayang, kitab-kitab kuning menyala
Di dalam masjid tua itu, barjanzi di dendangkan
Jari-jariku memutar tasbih dari kayu gaharu
Aku semakin dekat dengan kiblat yang kutuju
Jalan tanpa tiang-tiang beton, dan dinaungi
Daun-daun sebesar kuping gajah
Sampai ingatanku jadi tua dan busuk
Aku tetap menjaga kenangan padamu kekal
Sekekal nama-nama agung dalam kitab suci

2018
===

Taman Tegalega, Shubuh Hari

Berjalanlah aku, ke situ
Tempat kata-kata berhamburan
Bagai kabut. Lilitan akar-akar tua,
Pohon-pohon berlumut, ranting-
Ranting yang meranggas, tumpukan
Batu-batu, orang-orang bergerak
Dari satu taman ke taman. Aku
Menujumu dengan beban resah
Sebesar matahari

Burung-burung memanjat langit
Empat patung macan di kelokan itu
Tampak berembun, kuhirup
Segala bau-bauan, termasuk
Bau kematian. Kelak di taman ini
Orang-orang akan mengingatku
Sebagai penyair dengan jaket
Tebal yang berjalan di antara
Daun-daun luruh dan pikiran
Yang meluap. Jangan mudah
Melupakanku, Karena aku tidak
Akan melupakanmu

Aku telat bangun, melihat
Wanita-wanita di jalan Ciateul
Pulang dengan tubuh yang berlendir
Dan bulan terusir oleh kicau kata-kata
Aku ingin di sini dulu, ucapku
Pada tiang-tiang penyangga
Menatap binar di mata anak-anak
Yang belum mengerti apa itu
Kesedihan

2018
===

Perkebunan Arca


Setelah rumah panggung kita singgahi
Dan bebek-bebek bergerak ke arah balong
Gerimis mematahkan ranting-ranting pohon
Kabut demi kabut membentuk ranjang tebal
Menghilangkan jejak ciuman

Kebun-kebun kopi Arabica terhampar
Kutatap matamu, kau juga balas menatapnya
Demikian getar dan degup berpendar
Kau berbisik, jauh di sana langit tak lebih
Kekal pada kerinduanku

2018
===

Rendy Jean Satria, lahir di Cimanggis Depok, 4 Januari 1989. Buku puisi terbarunya berjudul Pada Debar Akhir Pekan (penerbit basabasi, 2018). Kini ia bekerja dan menetap di Bandung.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya