Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Menuju Pelaminan dengan Adat Sunda

Despian Nurhidayat
28/10/2018 06:15
Menuju Pelaminan dengan Adat Sunda
(MI/Ebet)

INDONESIA memiliki keanekaragaman suku dan budaya. Selain itu, mempunyai berbagai macam cara tersendiri dan unik saat menjalani prosesi pernikahan. Sunda sebagai salah satu suku di Indonesia pun memiliki adat dalam menjalankan prosesi pernikahan. Masyarakat Sunda yang tersebar di wilayah Jawa Barat dan Provinsi Banten tentunya memiliki kesamaan dalam menjalankan prosesi ini.

"Dalam pernikahan, secara kronologis upacara adat perkawinan dapat sudah mulai dari adat sebelum akad nikah, saat akad nikah, dan sesudah akad nikah. Semua upacara ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Sunda yang masih memegang teguh pendirian adatnya," ungkap Epon, seorang guru yang juga memiliki sanggar yang secara khusus mengurusi perihal upacara adat Sunda.

Upacara adat sebelum akad nikah biasanya diawali dengan prosesi Neundeun Omong, proses ini berupa kunjungan orangtua jejaka kepada orangtua si gadis untuk bersilaturahim dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan dilamar. Selanjutnya beralih ke tahap ngalamar, nanyaan atau nyeureuhan, yaitu kunjungan orangtua jejaka untuk meminang atau melamar si gadis. Dalam kunjungan tersebut dibahas pula mengenai rencana waktu pernikahannya. Sebagai acara penutup dalam ngalamar ini, si pelamar memberikan uang kepada orangtua si gadis sebagai panyangcang atau pengikat, kadang-kadang dilengkapi pula dengan sirih pinang selengkapnya disertai kue-kue dan buah-buahan. Mulai saat itu si gadis telah terikat dan disebut orang bertunangan.

Upacara adat sebelum akad nikah pun memasuki tahapan selanjutnya, yaitu seserahan, yang bermaksud menyerahkan si jejaka calon pengantin pria kepada calon mertuanya untuk dikawinkan kepada si gadis. Pada acara ini biasanya dihadiri para kerabat terdekat. Di samping menyerahkan calon pengantin pria, juga menyerahkan barang-barang berupa uang, pakaian, perhiasan, kosmetik, dan perlengkapan perempuan. Isi seserahan itu bergantung pula pada kemampuan pihak calon pengantin pria. Upacara ini dilakukan satu atau dua hari sebelum hari perkawinan atau ada pula yang melaksanakan pada hari perkawinan sebelum akad nikah dimulai.

"Upacara perkawinan dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam agama Islam dan adat. Ketentuan tersebut, yaitu adanya keinginan dari kedua calon mempelai tanpa paksaan, harus ada wali nikah, yaitu ayah calon mempelai perempuan atau wakilnya yang sah, ada ijab kabul, ada saksi dan ada mas kawin. Yang memimpin pelaksanaan akad nikah adalah seorang penghulu atau naib, yaitu pejabat Kantor Urusan Agama," ungkap Epon.

Menjadi mempelai

Selanjutnya prosesi adat pernikahan, prosesi ini sebetulnya proses yang biasa dilaksanakan masyarakat pada umumnya, yaitu diawali dengan pernikahan yang biasa dilaksanakan di masjid atau di rumah mempelai perempuan. Adapun pelaksanaannya ialah kedua mempelai duduk bersanding dan diapit kedua orangtua mempelai, mereka duduk berhadapan dengan penghulu yang di kanan-kirinya didampingi dua orang saksi dan para undangan duduk berkeliling.

Yang mengawinkan harus wali dari mempelai perempuan atau mewakilkan kepada penghulu. Kalimat menikahkan dari penghulu disebut ijab, sedangkan sambutan dari mempelai pria disebut qobul (kabul). Setelah dilakukan ijab kabul dengan baik selanjutnya mempelai pria membacakan talek, yang bermakna janji dan menandatangani surat nikah. Upacara diakhiri dengan penyerahan mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai perempuan.

Selanjutnya diadakanlah upacara nincak endog: atau upacara injak telur, yaitu setelah upacara nyawer kedua mempelai mendekati tangga rumah, di sana telah tersedia perlengkapan, seperti sebuah ajug/lilin, seikat harupat (sagar enau) berisikan 7 batang, sebuah tunjangan atau barera (alat tenun tradisional) yang diikat kain tenun poleng, sebuah elekan, sebutir telur ayam mentah, sebuah kendi berisi air, dan batu pipisan, semua perlengkapan ini mempunyai perlambang. Dalam pelaksanaannya lilin dinyalakan, mempelai perempuan membakar ujung harupat dan selanjutnya dibuang, lalu mempelai pria menginjak telur, setelah itu kakinya ditaruh di atas batu pipisan untuk dibasuh air kendi oleh mempelai perempuan dan kendinya langsung dihempaskan ke tanah hingga hancur. Makna dari upacara ini ialah menggambarkan pengabdian seorang istri kepada suaminya.

"Setelah sah menjadi suami dan istri, kedua pasangan ini memasuki tahap munjungan atau sungkeman yang dilakukan dengan kedua mempelai sungkem kepada kedua orangtua mempelai untuk memohon doa restu. Selanjutnya memasuki upacara sawer atau kalau di kita disebutnya nyawer," ungkap perempuan yang sudah mendirikan sanggar selama 15 tahun lebih ini.

Upacara sawer ini membutuhkan perlengkapan yang berupa sebuah bokor yang berisi beras kuning, uang kecil (receh)/logam, bunga, dua buah tektek (lipatan sirih yang berisi ramuan untuk menyirih), dan permen. Pada pelaksanaannya kedua mempelai duduk di halaman rumah di bawah cucuran atap (panyaweran), upacara ini dipimpin juru sawer. Juru sawer menaburkan isi bokor tadi kepada kedua pengantin dan para undangan sebagai selingan dari syair yang dinyanyikan olehnya sendiri. Adapun makna dari upacara nyawer tersurat dalam syair yang ditembangkan juru sawer, intinya ialah memberikan nasihat kepada kedua mempelai agar saling mengasihani dan mendoakan agar kedua mempelai mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam membina rumah tangganya, hidup rukun sampai di akhir hayatnya.

Setelah prosesi nyawer, dilanjutkan dengan prosesi nincak endog atau upacara injak telur, yaitu setelah upacara nyawer kedua mempelai mendekati tangga rumah, di sana telah tersedia perlengkapan, seperti sebuah ajug/lilin, seikat harupat (sagar enau) berisikan tujuh batang, sebuah tunjangan atau barera (alat tenun tradisional) yang diikat kain tenun poleng, sebuah elekan, sebutir telur ayam mentah, sebuah kendi berisi air, dan batu pipisan, semua perlengkapan ini mempunyai perlambang.

Dalam pelaksanaannya lilin dinyalakan, mempelai perempuan membakar ujung harupat dan selanjutnya dibuang, lalu mempelai pria menginjak telur, setelah itu kakinya ditaruh di atas batu pipisan untuk dibasuh air kendi oleh mempelai perempuan dan kendinya langsung dihempaskan ke tanah hingga hancur. Makna dari upacara ini ialah menggambarkan pengabdian seorang istri kepada suaminya.

Upacara ini pun mendekati akhir, yaitu melakukan upacara buka pintu. Upacara ini dilaksanakan setelah upacara nincak endog, mempelai perempuan masuk ke dalam rumah, sedangkan mempelai pria menunggu di luar, hal ini menunjukkan bahwa mempelai perempuan belum mau membukakan pintu sebelum mempelai pria kedengaran mengucapkan syahadat. Maksud upacara ini untuk meyakinkan kebenarannya beragama Islam. Setelah membacakan syahadat pintu dibuka dan mempelai pria dipersilakan masuk. Tanya jawab antara keduanya dilakukan dengan nyanyian (tembang) yang dilakukan juru tembang.

Huang lingkung

Terakhir, diadakan upacara huap lingkung, dengan cara kedua mempelai duduk bersanding, yang perempuan di sebelah kiri pria, di depan mempelai telah tersedia adep-adep, yaitu nasi kuning dan bakakak ayam (panggang ayam yang bagian dadanya dibelah dua). Mula-mula bakakak ayam dipegang kedua mempelai lalu saling tarik-menarik hingga menjadi dua. Siapa yang mendapatkan bagian terbesar dialah yang akan memperoleh rezeki terbesar di antara keduanya. Setelah itu kedua mempelai huap lingkung, saling menyuapi. Upacara ini dimaksudkan agar kedua mempelai harus saling memberi tanpa batas, dengan tulus dan ikhlas sepenuh hati. Sehabis upacara huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk di pelaminan dan diapit kedua orangtua mempelai untuk menerima ucapan selamat dari para undangan (acara resepsi).

"Meski peradaban zaman sudah menggerus berbagai kebiasaan tradisional masyarakat terdahulu, seni dan kebudayaan tradisonal akan tetap lestari dan abadi melalui berbagai upacara atau perayaan, resepsi pernikahan misalnya. Masyarakat Jawa Barat atau bisa disebut dengan Sunda, masih menjungjung tinggi dan melestarikan nilai-nilai budaya dari leluhur," tutup Epon. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya