Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Purun, Kearifan Urang Banjar

Denny Susanto
05/8/2018 03:05
Purun, Kearifan Urang Banjar
(ebet)

SIANG itu, rumah mungil di tepi jalan Desa Tanggul, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), ramai dikunjungi pelancong dari berbagai daerah. Mereka datang untuk melihat proses pembuatan anyaman purun menjadi aneka produk dari tangan ibu-ibu kelompok perajin purun Galuh Cempaka.

Di bagian depan rumah, tumpukan batang purun yang dijemur bersusun-susun memadati halaman. Sementara itu, berbagai produk hasil anyaman berupa tikar dan tas warna-warni tergantung di teras.

Salahsia, 54, atau biasa dipanggil Acil Salah, pemilik rumah sekaligus ketua kelompok pengrajin itu terlihat sibuk melayani para tamu yang datang berkunjung. Dengan sabar ia menjelaskan sejarah hingga proses pembuatan kerajinan berbahan baku tanaman purun ini.
Desa Tanggul kini lebih dikenal dengan sebutan Kampung Purun karena sebagian kaum wanitanya berprofesi sebagai pembuat kerajinan anyaman purun. Desa ini juga ditetapkan menjadi desa wisata yang terkoneksi dengan sejumlah objek wisata sekitar seperti Danau Seran, sebuah danau bekas galian tambang intan PT Galuh Cempaka.

“Kerajinan purun ini sudah turun-temurun di sini,” ungkap Acil, saat ditemui Media Indonesia, Minggu (29/7). Kultur budaya yang berkembang di Banjarmasin sangat banyak hubungannya dengan gunung, sungai, rawa, dan danau. Tumbuhan dan binatang yang menghuni daerah ini sangat banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan mereka seperti pemanfaatan purun tikus (eleocharis dulcis).

Karena seratnya yang kuat, purun cocok digunakan sebagai bahan baku utama a­nyaman. Tanaman ini serupa rumput yang banyak tumbuh di daerah lahan basah. Karena massifnya, purun tikus dianggap gulma atau tanaman pengganggu bagi petani padi.
Di Kalimantan Selatan, purun banyak tersebar di kawasan lahan rawa sejumlah daerah, seperti Kabupaten Barito Kuala, Banjar, Tapin, Hulu Su­ngai Selatan, dan Hulu Sungai Utara.

Setelah dipotong, purun dijemur hingga kering lalu diberi pewarna. Ada warna hijau, merah, dan biru. Ada juga yang tidak diberi warna karena warna asli purun banyak juga yang suka. Proses pewarnaan purun dilakukan dengan merendam ke air mendidih yang sudah ditam­bahi pewarna. Agar warna tahan lama dan tak mudah pudar, purun harus kembali dijemur atau diangin-angin­kan beberapa jam. Terakhir, purun ditumbuk dengan kayu ulin, ini agar serat mudah dianyam. Meski sudah ada bantuan mesin para peng­rajin lebih suka mengolah bahan baku purun dengan cara tradisional.

Perlu waktu bebe­rapa hari mulai proses penjemuran hingga jadi produk kerajinan. Para ibu yang sudah sangat terampil hanya memerlukan waktu beberapa jam saja untuk membuat produk kerajinan ini. Anyaman purun dapat dibuat menjadi tas, tikar, bakul, topi, kopiah, dompet, tempat tisu, tempat minuman air mineral, dan masih banyak lagi. Harga jualnya pun terbilang murah mulai Rp10ribu hingga Rp50ribu.

“Dengan semakin banyaknya peminat hasil anyaman ini membuat kami para ibu bisa membantu ekonomi keluarga selain bertani,” ujar Acil.

Naik kelas
Suku Banjar (urang Banjar) ialah suku bangsa yang menempati sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Tengah, dan sebagian Kali­mantan Timur. Populasi Suku Banjar dengan jumlah besar juga dapat ditemui di wilayah Riau, Jambi, Sumatra Utara, dan Semenanjung Malaysia karena migrasi pada abad ke-19 ke Kepulauan Melayu.

Secara genetika, suku Banjar purba sudah terbentuk ribuan tahun yang lalu yang merupakan pembauran orang Melayu purba sebagai unsur dominan dan Dayak Maanyan. Sejak ratusan tahun lalu, suku Banjar sudah terkenal sebagai pengrajin anyam­an. Salah satu filosofi hidup urang Banjar ialah Bauntung yakni harus memiliki keterampilan hidup. Dari kecil, mereka sudah diajari keterampilan kejuruan dikaitkan dengan pekerjaan tertentu yang terdapat di lingkungannya agar mereka bisa hidup mandiri. Misalnya, kerajinan menganyam purun yang diwariskan secara turun-temurun.

Berkat purun, nama Kota Banjarmasin kini makin harum di tingkat nasional dan internasional karena dinilai sukses menekan penggunaan kantong plastik di pasar modern. Kota Banjarmasin menjadi percontohan bagi kabupaten/kota lain.
Hal itu juga membawa berkah bagi para pengrajin anyaman purun. Pesanan tas dan bakul (keranjang) purun meningkat. Hampir setiap kegiatan pemerintah, seperti peringatan hari-hari besar, seminar, pelatihan, dan lainnya menggunakan kerajinan purun sebagai wadah suvenir.

Bakul purun kini dapat dijumpai di toko retail modern di Kota Banjarmasin yang dijual seharga Rp30 ribu sebagai pengganti kantong plastik. “Sebagai ganti kantong plastik Pemko bekerja sama dengan UMKM menyediakan kantong belanja berbahan baku purun. Ini dimaksudkan untuk mengembangkan industri kerajinan lokal atau UMKM selain pertimbangan masalah lingkungan,” tutur Kepala Dinas Lingkung­an Hidup Kota Banjarmasin, Mukhyar.

Larangan penggunaan kantong plastik telah diterapkan sejak 2016 di 130 pusat perbelanjaan modern. Kebijakan ini dinilai cukup berhasil karena mampu mengurangi penggunaan kantong plastik mencapai 55%. Produksi sampah di ibu kota Kalsel ini setiap harinya mencapai 600 ton dan sekitar 84 ton yang di antaranya ialah sampah plastik. Sebelum ada kebijakan pengurangan kantong plastik ini, pusat perbelanjaan modern di Banjarmasin mengeluarkan dana hingga Rp563 juta setiap bulannya untuk penyediaan kantong plastik.
Selanjutnya, Pemerintah Kota Banjarmasin dalam waktu dekat akan menerapkan kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik di lingkungan sekolah dan pasar tradisional.

Dari sisi estetika, Wakil Ketua Pena Hijau Indonesia, Khaidir Rahman, menilai pandangan berbeda. Penggunaan bakul purun sebagai pengganti kantong plastik tidak tepat. Ia menilai, tas kain lebih cocok. “Selain lebih praktis dan bisa dibawa ke mana saja, tas kain bisa dibuat dari bahan kain bekas atau sasirangan yang juga akan membantu UMKM,” tuturnya. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya