Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
DUA siswa dari sekolah berbeda itu ditemani kakak pendampingnya bermain ular tangga bintang. Permainan ini berupa ular tangga versi besar dengan perintah yang tertulis di setiap kotak mengenai keuangan. Meski berasal dari daerah berbeda dan baru beberapa kali bertemu, mereka telah akrab seperti sahabat dari kecil.
Ya, mereka sama sekali tidak malu untuk bergaul, bahkan saling menghargai lo. Hal itu terlihat dari kekompakan mereka saat kunjungan ke kantor Permata Bank, Gedung WTC II Kawasan Sudirman, Jakarta, pada Jumat (13/7).
Bukan hanya berhubungan dengan satu teman baru, mereka pun berteman dengan 19 orang lainnya yang sebaya, 20 kakak pendamping, dan keluarga angkat yang dipertemukan dalam program Sabangmerauke yang merupakan kepanjangan dari Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali.
Program Sabangmerauke ini merupakan program pertukaran pelajar antardaerah di Indonesia yang bertujuan menanamkan semangat toleransi. "Toleransi itu bukan hanya diajarkan, tapi harus dirasakan. Masing-masing tinggal bersama anggota keluarga yang berbeda agama selama tiga bulan agar memahami apa yang dilakukan agama selain yang mereka anut," kata pendiri Sabangmerauke, Reynold Hamdani. Dalam program ini, anak-anak dari seluruh Indonesia akan tinggal dengan keluarga yang berbeda dan berinteraksi dengan teman-teman yang berbeda lo. Penasaran? Ikuti Medi yuk.
Keluarga baru
Sobat Medi, apa yang kalian pikirkan saat kita tinggal bersama keluarga yang memiliki latar belakang berbeda baik suku, budaya hingga agama? Tentu akan merasa khawatir tidak akan bersatu kan? Kegelisahan itu pun dialami Ari Raja, kelas 3 SMPN 4 Batam, seorang Adik Sabangmerauke (ASM) saat akan tinggal bersama keluarga angkat atau yang disebut Family Sabangmerauke (FSM) berbeda agama.
Ari sempat berharap dia akan mendapatkan FSM yang beragama Kristen Nasrani juga dan sempat khawatir karena ditempatkan di FSM muslim, Ibu Dian dan keluarganya yang menerima Ari sepenuh hati dan menyayanginya. "Kebetulan orangtua angkatku ini punya 6 anak asuh juga, berbeda agama pula. Menurutku, keluargaku ini menjadi seperti Indonesia kecil," kata Ari.
Ari dan juga ASM lainnya memang merasakan perbedaan, tapi itu bukan menjadi satu halangan untuk saling berinteraksi dan peduli lo. Bahkan menurut Dhini Maulidya, ASM berasal dari SMPN 1 Palu, merasa betah lo, ia seperti punya adik baru. Mereka pun sering menghabiskan waktu libur akhir pekan bersama nih sobat.
"Ibu Tami, ibu angkatku itu baik banget. Kami sering berlibur bersama seperti ke Kota Tua, Taman Mini Indonesia Indah, dan lainnya," kata Dhini.
Beragam kegiatan
Tak hanya berinteraksi dengan teman dan keluarga baru, setiap hari mereka pun mengikuti beragam kegiatan untuk memperkuat nilai toleransi dan menambah ilmu baru lo, seperti berkunjung ke beberapa rumah ibadah, bertemu dengan teman-teman berkebutuhan khusus di Soina (Special Olympics Indonesia), dan tentunya ke kantor Permata Bank.
"Hal ini bertujuan agar para generasi milenial tersebut memahami pentingnya mengelola uang dengan bijak. Permainan ini dikemas dengan menyenangkan agar para pelajar tersebut dapat mencerna dengan mudah, mengingat, dan menjalankannya dengan baik," kata Head Corporate Affairs Permata Bank, Kak Richele Maramis.
Mereka pun berkunjung ke kantor cabang bank untuk menyelaraskan ilmu yang mereka dapatkan sehingga akan membukakan mata mereka bahwa menabung di bank itu mudah dan aman.
Jadi duta perdamaian
Sobat, tahukah kamu di beberapa tempat perbedaan masih menjadi masalah lo, bahkan hal itu bisa membuat dua kampung berdebat lo. "Ya, diskriminasi itu memang ada, seperti di daerah tempat tinggalku di Bali, misalnya, mereka memang kelihatannya ramah, tapi masih membedakan warna kulit," kata Okta, Kelas 1 SMKN 1 Amlapura.
Nah, selama tiga bulan belajar dan merasakan toleransi, mereka akan kembali ke tempat tinggal asalnya dengan menjadi Duta Perdamaian lo. Ya, mereka punya misi untuk mendamaikan lingkungannya agar tak lagi mempermaslahkan perbedaan. Dhini, misalnya, ia akan kembali ke Palu, Sulawesi Tengah, dengan membawa misi memberi pendidikan baca tulis ke anak usia sekolah dasar. "Dalam program itu, nantinya aku akan masukkan nilai-nilai toleransi kepada mereka," kata Dhini.
Wah sungguh mulia ya niat Dhini ini. Semoga misi para ASN ini dapat terwujud agar Indonesia damai dan terwujud bhinneka tunggal ika ya. (M-1)
Suara Anak
Okta
Kelas 1, SMKN 1 Amlapura
Aku Hindu, sedangkan orangtua angkatku Katolik. Meskipun berbeda, tapi orangtua angkatku memperlakukan adil dengan anak-anaknya. Ini memang harusnya kita lakukan, tidak membeda-bedakan agama, suku untuk bersama.
Ari Raja, Kelas 3 SMP 4 Batam
Ya, memang benar ikut ini bisa membangun toleransi. Ada nilai-nilai PKN yang diterapkan langsung. Menurutku, semakin banyak diajarkan toleransi, semakin banyak pula perdamaian yang tercipta.
Dhini Maulidya
Kelas 3 SMPN 1 Palu
Aku setuju bahwa untuk belajar toleransi itu bukan hanya materi, melainkan benar-benar harus dirasakan. Makanya aku senang mengunjungi rumah ibadah seperti wihara, gereja, dan lainnya. Kami pun akrab, tidak peduli berbeda suku, agama, dan budaya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved