Headline
Istana minta Polri jaga situasi kondusif.
THE Final Countdown. Lagu milik band legendaris, Europe ini pernah bergema di kamar kos sebagian mahasiswa Indonesia di penghujung 80-an. Menjadi semacam anthem, penyemangat bagi mereka setelah lelah berkutat dengan setumpuk diktat. Sejatinya, lagu ini dirilis pada 26 Mei 1986 atau jika dihitung mundur, hampir sama dengan rezim Orde Baru bertakhta. Meski usang, resonansi lagu ini belumlah sirna. Pada Februari 2016 lalu, tembang milik band beraliran glamrock (diambil dari kata Glamour) asal Swedia ini, bahkan berhasil menembus peringkat teratas Billboard Hard Rock Digital Charts di Amerika Serikat.
Mengoleksi data dari Shazam dan Nielsen Music, Billboard mengungkapkan, lagu ini laris terjual 28.000 file dalam wujud digital dan diunduh 5,8 juta kali dalam bentuk streaming di negeri Paman Sam. Padahal, di era kejayaannya, pencapaian tertinggi lagu ini cuma menempati posisi 8 di Billboard Hot 100 pada 28 Maret 1987. Hal ini membuktikan kreativitas yang dihasilkan Joey Tempest dan kawan-kawan, tak berbatas. Karya mereka tak cuma mampu memikat generasi baby boomers, tapi juga menjadi referensi musik bagi generasi digital, generasi yang tidak pernah dipusingkan bagaimana ruwetnya mengurai pita kaset yang kusut.
Lantas, bagaimana kabarnya karier Joey Tempest (vokal), John Norum (gitar), Mic Michaeli (keyboard), John Leven (bas), serta Ian Haugland (drum) di era industri yang telah memasuki fase keempat ini? Tahun lalu, para pria yang telah berhias uban dan kerut di wajah ini masih mengeluarkan album yang bertajuk Walk The Earth dan berhasil memenangi Grammis`Award (penghargaan sejenis Grammy) di Swedia, untuk kategori album terbaik Hard Rock/Metal.
Selain itu, mereka juga masih menjalani tur ke berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia, tepatnya di Boyolali pada 12 Mei mendatang. Di kota kecil pegunungan di Jawa Tengah ini, mereka akan menjadi headliner di ajang Volcano Rock Festival bersama sejumlah band lokal cadas lainnya, termasuk God Bless. Setelah itu, seperti tertera di situs resmi band ini, mereka akan menyambangi sejumlah kota di Australia, Polandia, Belanda, sebelum mengakhiri lawatannya pada September di Paris, Prancis.
“Konser ini menjadi bagian dari tur keliling dunia Europe di tahun 2018. Dan Boyolali menjadi satu-satunya kota di Asia Tenggara yang mereka singgahi,” kata Anas Syahrul Alimi dari JogjaROCKarta Festival, selaku event consultant, di Boyolali, Jawa Tengah seperti dikutip Antara, beberapa waktu lalu.
Anas yang sukses mendatangkan band progrock ternama, Dream Theater di JogjaROCKarta Festival tahun lalu, berharap konser band yang juga tenar dengan lagu Carrie itu disambut antusias pecinta musik rock di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Jika melihat festival-festival musik sejenis di Tanah Air selama ini, seperti JavaRockinland, Rock in Borneo, JogjaROCKarta Festival, atau Rock in Solo yang selalu dipadati kaum ”berjubah hitam” (penggemar rock), rasanya harapan itu tidak akan bergema di ruang hampa. Seperti tag line Volcano Rock Festival kali ini, Gemah Ripah Rock Jinawi, penggemar rock di negeri ini memang tidak pernah mati. (E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved