PERDEBATAN antara pengguna kata terpercaya dan tepercaya belum tuntas. Masing-masing memaparkan dasar penggunaan. Akan tetapi, ada perbedaan paradigmatik yang besar di antara dasar pemikiran kedua kubu.
Kubu pengguna kata terpercaya mengajukan bukti deskriptif. Tata bahasa deskriptif mereka jadikan landasan. Tata bahasa itu didasarkan pada bagaimana bahasa digunakan. Di sisi lain, kubu pengguna kata tepercaya berpikir lebih preskriptif. Mereka lebih mengacu kepada tata bahasa preskriptif. Mereka tidak memikirkan bagaimana bahasa digunakan, tapi bagaimana bahasa sebaiknya ditata. Mana dari dua pertimbangan itu yang mesti dikedepankan?
Bahasa Indonesia memiliki banyak kekecualian. Tak sedikit pengguna bahasa yang sulit membedakan bentuk yang salah dari yang benar. Banyak pengguna bahkan tidak menyadari suatu bentuk salah karena memang faktanya bentuk itu digunakan banyak orang. Keadaan tersebut membuat tata bahasa preskriptif lebih diperlukan.
Harimurti Kridalaksana di dalam buku Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia edisi kedua, 1996, menguraikan aturan yang terkait dengan persoalan tepercaya dan terpercaya. Dalam subbab morfofonemik, Harimurti menjelaskan apa yang mesti dilakukan saat morfem /ter-/ bertemu morfem yang suku pertamanya mengandung /er-/: 'Pelesapan fonem /r/ dari afiks /ber-/, /ter-/. dan /per-/ serta /per-an/ karena tergabung dengan morfem dasar yang suku pertamanya berawal dengan fonem /r/ atau yang suku pertamanya mengandung /er/'.
Contoh yang dikemukakan menggambarkan pelesapan fonem r dari /ber-/ di dalam proses morfologis /ber-/ + /rumah/ dan /ber-/ + /kerja/ sehingga menghasilkan kata berumah dan bekerja. Yang paling mirip dengan kasus tepercaya ialah pertemuan morfem /ter-/ dengan /perdaya/, yang menghasilkan kata teperdaya.
Kita, para pekerja bahasa media, seharusnya mengambil posisi untuk lebih berorientasi preskriptif. Jika media terus mengambil posisi deskriptif, koran dan televisi kita akan menjadi tumpukan apologi bahasa yang akan membuat bingung para pembaca dan pemirsa. Padahal, publik sangat sering mengacu kepada media saat bicara soal bahasa. Itu mungkin bisa dianggap sebagai salah satu tanggung jawab sosial media dalam hal bahasa.
Persoalan terpercaya dan tepercaya itu juga tidak bisa dituntaskan dengan mengajukan bukti-bukti yang terkait dengan makna superlatif. Persoalan makna ialah elemen di tataran semantik, sedangkan soal tepercaya dan terpercaya merupakan diskusi morfofonemik, sebuah proses fonologis yang terjadi di dalam pertemuan morfem dengan morfem. Jos Daniel Parera di dalam buku Morfologi menyatakan kita 'tidak bisa mengambil keputusan morfofonemik berdasarkan pertimbangan di tataran semantik'. Dengan begitu, pemaparan fakta bahwa ter- bermakna superlatif jelas tak bisa dijadikan landasan untuk menjelaskan proses morfofonemik ini. Apalagi, makna superlatif tersebut belum muncul sebelum /ter-/ digabungkan dengan /percaya/. Makna baru muncul setelah kita sepakat apakah akan menulisnya tepercaya atau terpercaya. Setelah menyelisik semua pertimbangan morfologis ilmiah, jelas bahwa dasar pertimbangan penggunaan terpercaya jadi sulit dipercaya.