Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
MALAM itu sekitar pukul 20.00 WIB, musikus ternama Addie Muljadi Sumaatmadja atau yang lebih dikenal dengan Addie MS menerima dengan hangat Media Indonesia di rumahnya. Pembawaannya santai, kalem, tetapi juga lugas layaknya yang selama ini terlihat di layar kaca ataupun lewat cicitan-cicitannya di Twitter. Belum lama ini, Addie kembali jadi perbincangan khalayak berkat aksi minikonser/panduan suara yang ia gelar di Balai Kota Jakarta. Banyak orang memuji. Aksi itu dinilai juga bukan tentang suatu kelompok tertentu, melainkan menyuarakan kebersamaan dan nasionalisme.
Aksi itu pula yang dikabarkan menginspirasi Plt Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat untuk membuat konser peringatan Hari Kebangkitan Nasional, kemarin.
Bagi Addie, aksi konser tersebut hingga cicitan di Twitter merupakan wujud dari menjadi warga negara yang baik. Baginya, sebagai warga negara, kita tidak boleh apatis dan pasif terhadap persoalan bangsa. Berikut penuturan lengkapnya kepada Media Indonesia, Senin (15/5).
Konser yang Anda gelar di Balai Kota beberapa waktu lalu kabarnya menginspirasi Plt Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat untuk membuat konser Kebangkitan Nasional. Bagaimana perasaan Anda?
Saya bahagia karena apa yang kita buat tanpa disangka ternyata membuat yang lain tergerak menyuarakan semangat persatuan NKRI, baik yang berasal dari luar Jakarta bahkan luar Indonesia dan itu membahagiakan. Kalau untuk konser Kebangkitan Nasional, Pak Djarot memang meminta saya untuk berpartisipasi, tetapi dari awal saya sudah bilang bahwa tanggal 20 saya ada pekerjaan di Surabaya sehingga saya tidak bisa ikut berpartisipasi, tetapi saya lebih kepada mendukung dengan memberikan masukan yang diperlukan.
Makna apa sebenarnya yang Anda ingin sampaikan dari konser di Balai Kota 10 Mei lalu?
Sebenarnya aksi menyanyi bersama kemarin lebih kepada buah keprihatinan saya selama berbulan-bulan di saat kita terbelah. Masalah ras, suku, fitnah ini-itu sehingga kita menjadi bangsa yang yang mau dipecah belah. Ini yang membuat saya prihatin dan sedih, entah kenapa saya tiba-tiba terpikir untuk membuat sesuatu. Lalu saya teringat ketika saya ada sebuah acara di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di pagi hari. Saya datang lebih awal dan di dekat Kantor OJK ada Balai Kota yang dipenuhi bunga, langsung saya ke sana sekadar mengambil foto dan membuat video bunga-bunga tersebut. Waktu saya masuk ke area Balai Kota ternyata banyak warga yang sedang bernyanyi lagu-lagu perjuangan, saya lewat sambil tangan saya kasih aba-aba dan mereka menyanyi semakin bergelora, saya jadi merinding sendiri dan cepat-cepat ke mobil.
Dari situ saya mulai berpikir bahwa orang-orang yang menyanyi tadi itu bukan penyanyi, mereka melakukannya secara spontan. Lalu pada 8 Mei itu kebetulan saya sedang di Yogyakarta, saya terpikir untuk mengundang teman-teman paduan suara untuk menyanyi bersama di Balai Kota dengan dress code merah putih. Tanpa disangka ajakan saya itu viral. Ternyata (pada 10 Mei) waktu saya datang pukul 06.00 itu sudah penuh. Menurut catatan petugas di Balai Kota yang datang itu hampir 10.000 orang. Ribuan orang itu menyanyi sambil menangis di depan saya, Pak Djarot juga menangis dan itu waktu yang amat sulit bagi saya untuk mengendalikan diri. Alhamdulillah suasana sangat intens dan emosional, serta yang terangkat adalah semangat persatuan NKRI dan pentingnya menjaga Pancasila.
Jika ada yang berpendapat seniman semestinya netral, bagaimana?
Yang tidak suka silakan. Ada yang bilang juga seniman mesti netral, ya tidak bisa karena seniman itu sama dengan warga negara lainnya, semua punya hak memilih, menyuarakan pendapat. Yang saya inginkan adalah mengajak warga lain untuk tidak apatis, pasif, dan semuanya itu harus ikut membangun dengan cara masing-masing, yang penting untuk kebaikan, bukan merusak dan dengan cara yang konstruktif, entah dengan bunga, balon, lilin, saya dengan lagu apa pun itu yang penting tidak mengganggu ketertiban dan tidak menghina, memaki, mencaci, kita harus belajar untuk menerima perbedaan, bahkan di keluarga saja kita berbeda.
Apa Anda pernah galau dicaci?
Buat saya tidak masalah karena ibadah saya itu bukan untuk manusia, ibadah saya untuk Allah. Saya tidak perlu menyatakan saya dua kali naik haji, nama saya saja enggak ada H nya dan buat saya tidak ada gunanya, tidak menambah nilai saya. Itu semua urusan pribadi masing-masing dengan penciptanya, yang jelas yang penting untuk kehidupan sosial saya, bagaimana saya tidak mencaci orang, menyakiti orang, membuat orang sengsara, menipu, korupsi, mencuri. Beberapa tahun lalu saya memang pernah galau, di-bully di Twitter, tapi sekarang enggak ada. Kalau ada yang mencela saya soal keimanan segala macam ya saya cuma astagfirullah saja. Tidak ada manusia yang tahu sebenarnya hati manusia lainnya.
Apakah Anda percaya keguyuban bangsa ini bisa kembali lagi?
Saya bukan pada posisi percaya atau tidak percaya kita akan guyub kembali. Akan tetapi, saya merasa saya harus ikut berbuat agar kita bisa guyub kembali. Tidak ada pilihan, Indonesia harus tetap Indonesia sebagai negara kesatuan. Rekonsiliasi itu tidak bisa hanya slogan, tapi harus diperlihatkan keteladanannya. Yang merasa mayoritas, coba datangi dan mengayomi yang minoritas. Mayoritas bisa dalam segala hal misalnya kesukuan, keagamaan, politik, dll, mayoritas lebih mudah untuk merangkul, dengan cara memberi teladan. Perlu proses bagi sebuah komunitas, keluarga, pertemanan yang terbelah karena keyakinan, politik, dan lain sebagainya untuk bersatu kembali itu perlu proses. Jadi kita tidak perlu berharap yang muluk-muluk karena rekonsiliasi itu tidak mudah dan perlu bukti nyata. Tunjukkan saja sikap kita, kita tidak mau bermusuhan, kita semua itu bersaudara, Indonesia itu bersaudara.
Apakah ada ketertarikan menjadi politikus atau pejabat daerah?
Saya tidak pernah tertarik pada dunia politik. Akan tetapi, kita tidak mungkin hidup tanpa politik, artinya saya tidak ingin berpolitik praktis meskipun pernah ditawari menjadi anggota partai beberapa kali. Saya dengan halus mengatakan bahwa saya tidak mampu dan sudah amat bersyukur dengan kehidupan saya saat ini. Namun, bukan berarti saya abai terhadap masalah politik, semua dari kita itu harus melek politik karena apa yang kita makan, kesehatan kita, kesejahteraan kita itu semua bergantung pada keputusan politik. Kalau kita abai dan hanya mengomel-ngomel, salah. Kita harus menunjukkan, meskipun tidak berada dalam partai politik, kita bersuara dan jangan diam. Jangan menjadi silent majority, kita harus tunjukkan sikap. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved