09/10/2016 08:00

Berkawan Dalam Lumpur

SEBUAH area terbuka di Jimbaran Hijau, Bali, disulap menjadi kolam-kolam penuh lumpur. Di kolam-kolam itu pula terdapat berbagai halang rintang dengan tali temali ataupun bidang-bidang yang berbeda ketinggian. Itu mirip dengan pemandangan di acara kompetisi ketangkasan maupun permainan perebutan benteng.

Memang pada Sabtu (1/10) di arena itu puluhan orang terjun dan berusaha menaklukkan berbagai rintangan. Namun, nyatanya mereka tidak bersaing, apalagi menjatuhkan lawan. Seperti yang terlihat di rangkaian kolam lumpur dengan dinding-dinding tanah di tengahnya. Tidak jarang peserta yang telah lebih dulu berhasil naik ke dinding sengaja tetap duduk puncak dan mengulurkan tangan kepada mereka yang masih di kolam.
Dengan tubuh yang sama-sama telah dipenuhi lumpur berwarna cokelat, mereka pun saling memberikan semangat. Gelak tawa tidak pernah habis terdengar di sana-sini.

Itulah ajang tough mudder. Sejak diciptakan pada 2010 di New York, ajang itu telah sukses di berbagai kota di Amerika Serikat, Australia, dan ibu kota Uni Emirat Arab.

Kepopuleran tough mudder itu pula yang membuat 1.500 orang datang ke Jimbaran Hijau. Salah satunya ialah Kevin Sujoyo. Ia sengaja mengambil cuti dan terbang dari Jakarta. "Kebetulan saya hari Sabtu masuk kantor, jadi saya bela-belain cuti dan pengajuan cuti sudah saya masukan sejak bulan lalu. Intinya saya harus ikut (tough mudder) ini," tutur Kevin.

Kevin datang bersama komunitas kebugarannya dan sudah berada di Bali sejak hari sebelumnya. Rombongan yang terdiri atas 20 orang, baik pria maupun perempuan, itu pun sudah melakukan persiapan selama satu setengah bulan. "Memang sudah niat banget. Bahkan sejak sekitar satu setengah bulan lalu, kita latihan fisik seperti lari, push up, sit up, angkat beban dan street work out supaya bisa melewati seluruh obstacles di tough mudder ini," lanjut Kevin.

Hal yang sama juga diutarakan Adam Stone asal Inggris. Bahkan bersama sang istri, ia telah datang ke Bali sejak seminggu sebelumnya. "Ini sangat luar biasa. Rintangannya sangat sulit dan cuacanya panas. Saya pikir acara ini sangat hebat," ujar Stone.

Kerja sama

Seperti terinspirasi dari ajang survival tough guy, tough mudder yang diciptakan dua pria kebangsaan Inggris, Will Dean and Guy Livingstone, memang penuh rintangan. Totalnya ada 18 rintangan di sepanjang jarak 16 kilometer.

Namun, sisi kerja sama sangat ditekankan di ajang itu. Bahkan para mudders, sebutan peserta, harus mengucapkan sumpah untuk saling menjaga. Sumpah itu diucapkan sebelum mereka memulai lomba dan harus diterapkan semua orang. Sebab itu, peserta tidak perlu khawatir kepayahan meski hanya datang seorang diri.

Kekhawatiran itu pula yang segera terhapus dari pikiran Vikar Muhammad. Sebelumnya ia sempat khawatir karena hanya datang dengan seorang teman.

Saat melintasi 18 rintangan, Vikar tidak sulit mendapat pertolongan. Bahkan tidak sedikit orang yang sengaja menunggu untuk membantunya. "Saya juga kaget, waktu di obstacles everest 2.0, saya ditunggu teman-teman lain di atas untuk menggapai tangan saya. Hebatnya, yang bantu ternyata bukan hanya orang Indonesia, tapi juga banyak orang bule," ungkap Vikar.

Tak hanya memberikan bantuan, para peserta juga saling memberi semangat. Pemandangan ini terutama terlihat di rintangan artic enema 2.0. Di sana, mudders harus meluncur ke kolam yang penuh dengan air es, lalu melewati papan di tengahnya dengan cara menyelam.

Pada rintangan itu banyak peserta yang tak kuat menahan dingin sehingga memilih melewati papan tersebut dari atas kolam, bukan menyelam. Namun, mudders lain yang sudah selesai kerap meneriaki dan memberikan semangat untuk tetap melewati papan dari dalam kolam.

"Ayo kamu bisa, jangan menghindari (rintangan) itu," teriak anggota komunitas asal Malaysia yang tampak memberikan semangat kepada teman seanggotanya.

Di rintangan piramida, mudders harus saling membantu dengan menggunakan tubuh mereka untuk memanjat. Alhasil, mereka yang berada di paling bawah pun memiliki beban paling berat karena harus menahan beban mudders lain yang berada di atasnya.

Vikar dan temannya yang memang bertubuh kecil diminta para peserta asing berbadan kekar untuk berada di atas, sedangkan para peserta asing itu rela menjadi penopang beban.

Di rintangan lainnya, sekelompok peserta yang berasal dari Australia tampak begitu gembira karena bisa bersama melewati rintangan. "Jelek? Tidak, ini justru sangat menyenangkan. Saya suka tantangan-tantangan ini karena kami bisa menyelesaikannya bersama sebagai tim," ujar George Matthew yang sudah lebih dari 10 kali mengunjungi Bali itu.

Operational Manager Tough Mudder, Nathan Bassett, mengungkapkan kekompakan peserta memang jadi gol ajang itu. "Kita tidak mau setiap mudders hanya mementingkan dirinya sendiri, tetapi di sini harus mau membantu orang lain. Karena pasti nanti kita sendiri juga akan membutuhkan bantuan," ujarnya.

Keindahan Bali

Pemilihan Bali sebagai tuan rumah tough mudder pertama di Benua Asia memang bukan sembarangan. Bassett menjelaskan pihaknya memilih Bali karena Pulau Dewata sudah seperti menjadi ikon pariwisata Asia, bahkan di dunia. Menggapai Bali pun terbilang cukup mudah, terlebih bagi peserta dari dua benua, yakni Asia dan Australia.

"Semua mengetahui Bali, warga Australia dan Asia sudah menjadikan Bali seperti rumah kedua mereka. Jadi saya pikir pemilihan Bali sudah tidak perlu diragukan lagi, dan itu semua sudah jelas terbukti," ungkap Bassett.

Tak hanya itu, keindahan panorama Bali menjadi salah satu alasan dipilihnya Bali menjadi tuan rumah Tough Mudder 2016.

"Pemandangan Bali juga menjadi alasan utamanya. Karena mudders bisa lari dan melewati rintangan dengan pemandangan laut yang sangat indah. Tentu hal itu bisa semakin membuat senang dan tentunya menjadi pengalaman yang tak terlupakan," sambung Bassett. (M-3)

Baca Juga

Video Lainnya