Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

13/7/2019 12:01

Tidak Sedikit Pemulung Terinfeksi Bakteri Berbahaya

TEMPAT Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang yang memang kerap jadi pemberitaan, menjadi sorotan dunia sejak Maret lalu. Sebabnya ialah unggahan Instagram aktor pemenang Oscar Leonardo DiCaprio.

Lewat akun @leonardodicaprio, pria yang melejit lewat film Titanic itu menyoroti besarnya volume sampah di Bantargebang dan emisi gas rumah kaca (GRK) dari TPST yang berada di Kota Bekasi, Jawa Barat, tersebut.

Satu sisi, kritik Leonardo itu sesungguhnya ironis karena negaranya sendiri, Amerika Serikat (AS), ialah salah satu negara pengekspor sampah plastik terbesar. Di sisi lain, kritik itu memang tidak salah karena permasalahan sampah di Bantargebang sudah lama genting.

Diungkapkan sendiri oleh Gubernur DKI Jakarta, kapasitas Bantargebang sudah hampir melebihi batas. Sudah 33 tahun beroperasi, Bantargebang sudah menampung 39 juta ton sampah DKI. Kapasitas maksimal Bantargebang, yakni 49 juta ton, diperkirakan akan tercapai pada 2021.

Gentingnya permasalahan Bantargebang memang sepatutnya bukan hanya disadari benar oleh Pemprov DKI Jakarta, melainkan juga warganya. Membuka mata warga DKI Jakarta terhadap kondisi Bantargebang itulah yang dilakukan acara Field Trip to Bantargebang oleh Sustainable Indonesia, pada Sabtu (22/6). Masyarakat, khususnya asal Jakarta, diajak melihat berbagai dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial akibat produksi sampah yang begitu besar.

Seperti yang telah diungkapkan, meski Bantargebang memiliki fasilitas pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif refuse derived fuel (RDF) sebagai pengganti batu bara, Rumah Komposting dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa); masih jauh lebih banyak sampah yang tidak terolah.

Fasilitas RDF ditargetkan mengolah 1.000 ton sampah plastik per hari, PLTSa ditargetkan mengolah 100 ton sampah nonorganik per hari, sedangkan Rumah Komposting memiliki kapasitas produksi 40 ton per hari. Bandingkan jumlah keseluruhan itu dengan jumlah sampah Jakarta yang harus diterima Bantargebang yang tiap harinya mencapai 7.452 ton.

Tidak heran, gunungan sampah terus bertambah dan tentunya pula pencemaran ke udara, tanah, dan sumber air.

Korban terbesarnya bukan hanya penduduk sekitar, melainkan juga para pemulung yang berjasa mengurangi 800 ton sampah, khususnya plastik, di Bantargebang tiap harinya. Tidak sedikit pemulung terinfeksi bakteri berbahaya.

Salah satunya ialah Dul yang sudah memulung sejak Bantargebang berdiri. "sudah empat bulan tidak mulung," kata pria yang akrab disapa Opa tersebut. Menurut pemeriksaan medis, dalam tubuhnya ditemukan dua tipe bakteri Salmonella.

Sebelumnya, ada pula seorang pemulung berusia 30-an tahun yang meninggal dunia setelah sakit tiga hari. Ia diduga menderita infeksi akibat tertusuk benda tajam yang ada di sampah.

Emisi GRK

Belum lagi persoalan emisi GRK. Penelitian para ilmuwan dunia telah mengungkapkan jika GRK berupa metan dan ethilen merupakan emisi dari banyak jenis plastik yang umum digunakan masyarakat.

Tim dari University of Hawaii at Manoa tersebut menguji plastik polikarbonate, acrilik, polipropylen, poliethilen terephthalate, polistyren, dan high-density polyethylene and low-density polyethylene (LDPE).

Material plastik itu biasa digunakan pada kemasan makanan, tekstil, hingga material konstruksi. Polietilen umum digunakan pada kantong belanja.

Plastik-plastik tersebut mulai mengemisikan GRK saat terpapar sinar matahari. Namun, proses itu tidak berhenti ketika matahari sudah terbenam.

Dengan hasil penelitian dunia tersebut, emisi GRK di Bantargebang menjadi hal yang harus diperhatikan. Penggiat lingkungan yang juga pendiri MAN Forum, Yuri Romero, dalam field trip itu pun menyuarakan pentingnya diet sampah.

"Fokusnya ganti mindset lewat pendidikan lingkungan hidup. Kita lebih fokus di-reduce," ujarnya. Ia menekankan agar setiap rumah tangga kini harus benar-benar peduli pada sampah, termasuk sampah anorganik. Sedapat mungkin mengurangi sampah semenjak dari kebiasaan harian. Salah satu contohnya ialah selalu membawa tas belanja sendiri. Selanjutnya, masyarakat juga harus mulai menyetop penggunaan sedotan plastik. (Abdillah M Marzuqi)

Baca Juga

Video Lainnya