Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

26/11/2017 09:23

Penelitian tidak Berhenti di Makalah

Zen

MESKI masih banyak berkas menanti di meja, Plt Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Bambang Subiyanto, langsung bersiap berbincang begitu Media Indonesia tiba pada Rabu (22/11) sore di kantornya, Gedung LIPI, Jakarta.

Mengemban tugas pimpinan sejak sekitar pertengahan tahun ini, yakni dengan berpulangnya Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain, Bambang harus melanjutkan tanggung jawab yang jelas tidak mudah. Bukan saja menghadapi harapan masyarakat akan implementasi penelitian yang lebih luas, LIPI juga diharapkan lebih banyak melakukan kajian sosial politik seiring dengan situasi terkini dalam negeri. Lalu bagaimana Bambang membawa LIPI menjawab tantangan-tantangan itu? Sembari menawarkan teh dan kue khas Jepang, yang merupakan buah tangannya, berikut ia berbagi jawaban.

Perubahan apa yang Anda lakukan semenjak mengemban tugas sebagai Plt Kepala LIPI?

Selama ini sebagian besar penelitian hanya berhenti sampai ke paper dan paten atau makalah saja. Saya berusaha mengubah mindset, penelitian tidak berhenti di paper, tetapi sampai bisa diimplementasikan, diaplikasikan atau bisa digunakan oleh stakeholder karena kami menginginkan LIPI bisa dikenal oleh masyarakat secara luas dengan karya yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan.

Salah satu cara untuk mengubah mindset ini dengan mendorong penelitian untuk dipatenkan sehingga paten bisa melonjak. Yang tadinya cuma 60 sekarang menjadi 150 produksi paten. Soal paten ini, LIPI leader-nya di Indonesia dan merupakan produsen paten terbesar di ASEAN dan Australia. Kita sekarang punya lebih dari 500 paten. Hal ini menunjukkan bahwa memang kita ubah arah dari penelitian yang tadinya hanya berupa paper itu. Tetapi kembali soal implementasi, memang butuh biaya besar. Karena itu kami berusaha mendatangi Bappenas, Kemenristek Dikti, dan Menteri Keuangan untuk pembiayaan. Alhamdulillah, kami juga mendapatkan tambahan anggaran dari Dikti.

Bagaimana langkah riil untuk meningkatkan implementasi penelitian itu?

Selama ini memang tempat untuk menyiapkan suatu teknologi supaya bisa dipakai itu di pusat inovasi, yaitu Sains Techno Park.

Kalau (penelitian) sudah dipaten, tapi masih tidak bisa digunakan, langkah pertama yaitu inkubasi teknologi sehingga ouput-nya matang sehingga tidak ada keraguan atau kegagalan jika digunakan pihak lain. Kedua, tentang inkubasi bisnis yaitu bagaimana caranya supaya kegiatan atau produk yang dihasilkan itu diketahui harganya.

Namun, jika ditanya kenapa industri masih tidak mau menyerap (penelitian), ada dua penyebabnya. Kemungkinan besar hasil penelitian kita itu tidak sesuai keinginan dan memenuhi kebutuhan industri atau sektor swasta sehingga apa pun yang dilakukan mereka tidak mau, kedua memang karakter pengusaha Indonesia, yang tidak berani dan menanggung risiko.

Apakah upaya untuk implementasi itu bisa berjalan dengan anggaran yang ada? Apalagi tahun depan pagu anggaran LIPI berubah dari Rp2,3 triliun menjadi Rp1,3 triliun.

Mungkin intesitas akan kita kurangin, misalnya kita melakukan dinas pengambilan data 5 orang akan kita kurangin menjadi 2 orang. Namun, ini sebenarnya membingungkan juga karena yang dikurangin biaya perjalanan dan koordinasi. Padahal, perjalan dinas kami dalam rangka menjalankan penelitian bukan koordinasi. Jadi, targetnya kami turunkan dan disesuaikan dengan anggaranya. Dengan pengurangan itu, gaji dan biaya jasa itu tidak bisa dikurangi.

Mudah-mudahan dengan Undang-Undang Sistem Teknologi dan Ilmu Pengetahuan yang baru, dapat dicantumkan bahwa anggaran penelitian 2% dari izin pendapatan negara. Dengan demikian, kita memiliki dana lebih. Dengan begitu, kita bisa memiliki peralatan canggih supaya para peneliti itu bisa membuat analisis lebih dalam. Kedepannya, sara itu bisa menjadi titik awal untuk mendapatkan hadiah Nobel.

Sekarang ini bahasan publik di sektor politik, ekonomi, hingga e-commerce juga semakin mengandalkan hasil riset. Bagaimana upaya LIPI menggenjot penelitian di bidang itu?

Ya, itu jadi tantangan untuk LIPI. Sebenarnya kita harus melakukan penelitian dan menyiapkan generasi millenial. Kita harus bisa mengantisipasi perubahan lingkungan dan teknologi dengan kajian global village, yakni bahwa di dunia global tidak ada batasan.

Soal kajian politik seperti pemilu, memang ada beberapa teman ilmu sosial dan kemanusiaan sudah melakukan kajian. LIPI sudah melakukan kerja sama dengan KPK, bagaimana membuat kajian rekrutmen para politikus yang bagus, tidak koruptor, dan bagimana cara etika berpolitik. Jadi, penelitian kami sudah ke arah sana, sudah menjadi buku, tetapi menunggu anggaran sosialisasi.

Saat ini isu intoleransi masih mencuat di masyarakat. Bagaimana LIPI mengambil peran untuk ikut meredakan konflik SARA?

Kami sudah menggelar diskusi dan pertemuan tentang bagaimana memelihara kebinekaan. Puncaknya kami mengundang presiden-presiden terdahulu, tetapi belum bisa terlaksana. Itu sebenarnya dalam rangka memeliharan kebinekaan, juga mencari apa benar ada kerenggangan pada kebhinekaan. Jika dilihat, memang tidak ada masalah, tetapi kenapa ada pihak yang begitu emosi. Mungkin terpancing dengan adanya medsos. Oleh karena itu, kami sebut namanya radikalisme atau sumbu pendek, tahun depan akan dikaji dan akan kami berikan solusinya kepada pemerintah. Intinya para pemimpinan konsisten menjaga keutuhan NKRI.

Bagaimana dengan upaya menyebarluaskan antusiasme penelitian kepada remaja?

Terus terang, antusiasme remaja sudah bisa dilihat dari kegiatan lomba-lomba karya ilmiah remaja dan perkemahan remaja nasional. Cuma sekarang bagaimana kedepannya. Apalagi, mereka setelah kita bimbing, mereka sangat antuasias sekali mendapatkan bimbingan. Itu juga terlihat saat kami melakukan pameran, mereka sebenarnya ingin dibimbing secara terus-menerus. Bahkan saya pernah menanyakan dan mereka menjawab ingin menjadi peneliti. Ini sebenarnya yang membuat saya senang bahwa banyak anak muda yang ingin menjadi peneliti.

Namun, kita tahu semuanya memerlukan anggaran. Dengan dana sedemikian terbatas, kami akan berusaha terus mencari anggaran lebih, dan mencari partner atau sponsor dalam rangka mengadakan kegiatan, dari awal sampai menjadi peneliti hebat di Indonesia karena peneliti hebat itu bisa di LIPI dan institusi lainnya. (Ferdian Ananda Majni/M-3)

Baca Juga

Video Lainnya