Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

18/11/2017 21:30

Menggerakkan Ekonomi Kreatif Menangguk Devisa Negara

Zen

BANYAK yang mengatakan Indonesia gudangnya pelaku industri kreatif. Namun, banyaknya talenta kreatif itu belum mampu diwadahi secara baik. Bahkan belum ada ekosistem yang memadai untuk mereka sehingga sepotensial apa pun talenta milik Indonesia, dapat dipastikan mereka tertatih untuk merentangkan sayap ke luar negeri. Di dalam negeri pun, mereka belum punya induk yang bisa membina dan menginkubasi.

Untuk itulah Bekraf hadir. Secara kelembagaan, perjalanan Bekraf dimulai dari ditekennya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif pada 20 Januari 2015. Artinya Bekraf saat ini sudah berusia hampir tiga tahun.

Usia itu tentu bukan usia yang tergolong matang. Bahkan masih bisa dikata dalam tahap berkembang. Keberadaan Bekraf masih diterpa isu tak sedap. Setidaknya mulai isu laporan keuangan yang mendapat opini disclaimer atau tidak menyatakan pendapat dari Badan Pemeriksa Keuangan untuk laporan keuangan 2016.
Selain itu pula, Bekraf tampak masih tertatih dalam urusan penanganan dan pengelolaan terhadap ekonomi kreatif Indonesia. Banyak pelaku ekonomi kreatif merasa belum tersentuh oleh Bekraf, apalagi yang di daerah. Banyak hal butuh diperjelas dari sepak terjang Bekraf dalam mengawal sektor ekonomi kreatif. Berikut petikan wawancara Media Indonesia dengan Kepala Bekraf Triawan Munaf, di Kantor Bekraf, Jakarta, Rabu (14/11).

Bekraf telah berusia tiga tahun, bagaimana peran Bekraf dalam membangun industri kreatif di Tanah Air
Sebetulnya belum tiga tahun. Dua tahun delapan bulan, sejak perpres yang ditandatangani Januari 2015 (Perpres Nomor 6 Tahun 2015). Akan tetapi, setelah itu tidak langsung operasional karena sebagai sebuah lembaga pemerintah memerlukan proses dalam pembentukan strukturalnya.

Pada Agustus 2015, kami baru mendapatkan eselon satu. Lalu Februari 2016 baru mendapat eselon lainnya. Oktober 2016, kami baru memiliki sestama. Padahal, suatu lembaga pemerintah itu memerlukan backup dari PNS yaitu seorang sestama atau sekjen. Tidak boleh swasta atau yang berasal dari swasta memegang anggaran atau menggelola anggaran. Jadi kita dihitung dari situ, satu setengah tahunlah baru beroperasi.
Namun, selama 2015 kami dibentuk sampai sekarang, kami sudah jalan. Tentu kan tidak melulu dengan dukungan finansial, tapi pendukungan sumber pengetahuan, diskusi-diskusi, itu kami lalukan dari awal. Alhamdulillah sudah terasa keberadaan Bekraf itu.

Kesulitan dan kendala yang dihadapi Bekraf?
Keadaan Indonesia sangat besar, kita tidak bisa memuaskan dari segi pencapaian. Ada 500 kabupaten/kota yang harus kami bantu. Tentunya kami tidak menangani secepat itu karena kami tidak punya dinas. Semua harus ditangani dari Jakarta. Proses penyempurnaan dari adminitrasi. Kalau proses pendukungan secara kualitatif, itu sudah kami miliki.
Yang masih menjadi tantangan kami adalah secara kuantitatif bagaimana kami bisa mencapai lebih banyak lagi praktisi, pihak-pihak yang membutuhkan dukungan kami.

Bagaimana peran Bekraf dalam menanggani sektor ekonomi kreatif?
Jadi sejak semula Bekraf didirikan, kami melihat tidak adanya ekosistem di 16 subsektor ekonomi kreatif. Pembentukan struktural dari Bekraf, kami bentuk persis enam kedeputian sesuai dengan kebutuhannya. Tiap kedeputian itu diharapkan ditujukan untuk menciptakan ekosistem yang dibutuhkan dari sebuah industri ekonomi kreatif seperti riset, edukasi, dan pengembangan.
Lalu deputi infrastuktur karena kita belum punya infrastuktur online dan offline yang sudah mapan. Semua masih dalam pembentukan. Kita tidak punya ikonik teater seperti Syndey Opera, Royal Albert Hall di Inggris. Singapura yang negara kecil saja punya termasuk creative center di daerah-daerah.
Daya capai kami masih terbatas, kuantitas orang yang melayani. Kalau kualitas kami punya. Program-program kita cukup berkualitas. Tapi kuantitas? Anggaran ada. Akan tetapi, struktur kita untuk mencapai Indonesia yang sedemikian luas itu sangat terbatas. Ini terus kami kembangkan.

Apakah dengan kondisi dan format saat ini, Bekraf sudah ideal?
Perkembangan teknologi semakin cepat dan semakin cepat, kita tidak bisa menjadi lembaga yang kaku. Kita harus bisa menyesuaikan diri walaupun itu tidak mudah. Tentunya kalau kita ingin menyesuaikan diri, beradaptasi dengan perkembangan yang ada. Kita harus mencari jalan yang lebih mudah yang tidak mudah mengubah undang-undang, misalnya cukup dengan perpres yang baru. Itu kita amati terus apakah benar kita harus mendukung 16 subsektor seperti sekarang ini, apakah itu terlalu luas?
Nah itu kita terus evaluasi. Sejauh ini bentuk dari Bekraf sudah cukup ideal, tinggal bagaimana kita merespons perkembangan yang ada di luar termasuk yang ada di dunia sehingga kita tidak lagi ketinggalan, tapi kita bisa di depan. Walaupun itu cukup berat. Kita bisa punya antisipasi yang cepat dan tepat untuk mengikuti perkembangan. Termasuk yang tidak sesuai dengan aturan, kita harus bisa merespons cepat. Bukan dengan melarang, melainkan dengan mengajak diskusi.

Dari 16 subsektor, mana yang paling keren dan mengalami perkembangan pesat?
Semua keren. Kalau soal keren atau tidak, berdasarkan hasil survei ekonomi kreatif, pertumbuhan pesat terjadi pada empat subsektor, yakni desain komunikasi visual 10,28%, musik 7,26%, animasi video 6,68%, dan arsitektur 6,62%.

Dukungan seperti apa yang bisa diberikan Bekraf untuk pengembangan ekonomi kreatif?
Berbagai cara kami mendukung. Ibaratkan kalau ada badan sakit. Penyakit disembuhkan dengan memperbaiki ekosistemnya. Selain itu, yang sudah ada harus jalan terus. Ini menurut kita beri vitamin terus. Kita bantu mereka berpameran di luar negeri. Dua hal ini, di semua subsektor kita lakukan.

Apa kriteria ekonomi kreatif yang didukung Bekraf? Bagaimana prosesnya?
Kita selalu mengadakan kurasi yang seadil-adilnya, seobjektif mungkin, yang dilakukan oleh pihak ketiga, oleh orang-orang yang kita percayai. Bukan oleh kita sendiri karena kita tidak ahli. Mereka akan mengurasi siapa pun yang mendaftarkan diri. Biasanya kita ada open call untuk pameran misalnya. Mendaftar langsung dinilai sesuai dengan kreasi mereka. Bukannya kita diskriminatif, tapi kita ingin menampilkan kita di luar negeri dengan optimal. Seperti itu, kita lakukan secara terus-menerus di berbagai subsektor. Kita tidak ingin menampilkan Indonesia yang terlalu tradisional, kita ingin menampilkan Indonesia yang maju. Selera kerajinannya pun bisa sesuai dengan kualitas yang dituntut konsumen di luar negeri.

Ukuran keberhasilan dari dukungan Bekraf?

Setiap peserta yang dikirim ke luar negeri untuk ikut pameran-pameran terkemuka, kami tuntut untuk siap bertransaksi di sana. Kalau ada orang memesan barang, komitmen mereka harus dipenuhi. Karena kita perlu skill up. Untuk industri secara keseluruhan. Ajari orang lain. Ada perluasan seperti itu yang kita tekankan pada mereka. Ukuran keberhasilan tentu transaksi. Kalau bukan transaksi tentu buat apa ada ekonomi kreatif. Hanya kreatif saja. Kita justru mau memonetisasi ide-ide itu seluas-luasnya sehingga ketiga ukuran kita, yakni penambahan tenaga kerja, penambahan devisa, dan kontribusi pada PDB juga meningkat.

Bagaimana sinergi Bekraf dengan lembaga lain? Ada anggapan bahwa Bekraf kurang bersinergi dengan komunitas yang sudah ada, mohon tanggapannya?
Kita sangat sinergi. Tidak bisa sempurna. Namun dengan pariwisata kita harus bersinergi. Karena kita dukung agar pariwisata menjadi andalan kita. Pariwisata tanpa ekonomi kreatif itu cuma pemandangan. Tidak ada makanan, tidak ada fesyen, tidak ada kerajinan, tidak ada musik, dan lain-lain. Jadi kita harus mengikuti apa yang ditargetkan pemerintah dalam memajukan pariwisata.
Seperti kita sudah bikin 10 konsep film yang sudah hampir selesai dari 10 destinasi wisata. Bukan iklan, bukan promosi, melainkan sebuah cerita yang terjadi di daerah itu.

Bagaimana iklim ekonomi kreatif di Indonesia saat ini? Apakah sudah kondusif atau malah masih jauh dari ideal?
Baik sekali kondisi iklim ekonomi kreatif. Akselerasi ekonomi yang dihasilkan ekraf sangat cepat. Saya harapkan akhir 2017 sumbangan ekraf pada PDB sudah sampai Rp1.000 triliun, pada 2015 yang sudah diukur Rp852 triliun, lalu ada kenaikan sampai hampir Rp910 triliun pada 2016. Kalaupun tidak sampai Rp1.000 triliun, hampir ke Rp1.000 triliun.

Kesadaran hak atas kekayaan intelektual terkait dengan industri kreatif, termasuk perlindungan hukum terhadap hak cipta. Bagaimana Bekraf menyikapi hal itu?
Ekonomi kreatif bisa maju kalau kita memahami apa itu hak kekayaan intelektual. Kita bisa bukan hanya memahami, melainkan lebih lanjut lagi memberikan fasilitasi maupun pendaftaran yang kami fasilitasi secara masif dan gratis. Kami juga keliling Indonesia untuk memberikan pemahaman itu. Kalau HaKI sudah dijalankan dengan penuh. Itulah yang namanya ekraf. Sudah terdaftar, terlindungi, dan termonetisasi. Tanpa terdaftar, terlindungi itu tidak bisa termonetisasi. Kalau sudah HaKI itu yang mahal. Termasuk juga produk-produk yang harus diperhatikan branding-nya, promosinya, karena di situlah nilai dari sebuah barang. Bukan hanya bahan mentahnya saja, melainkan juga desain, nama dari desain itu, kemasan, itulah yang menjadi nilai tambah dari kreativitas itu.

Laporan keuangan sempat mendapat disclaimer dari BPK, bagaimana dengan itu? Bahkan DPR juga menganggap SDM Bekraf kurang kompeten dalam laporan keuangan?
Di tahun pertama memang kami akui kami masih sangat muda, sangat awam soal itu. Kami tidak punya struktur yang cukup untuk menangani pelaporan keuangan. Kami termasuk dari beberapa lembaga atau kementerian yang mendapat nilai rendah. Kami sudah janji tahun berikutnya, tahun kedua. Asal jangan di tahun keberapa masih juga jelek. Mudah-mudahan di tahun kedua ini kita sudah bisa meningkatkan status. Kalau bisa sudah wajar tanpa pengecualian (WTP).
Saya akui pada saat itu kita memang sangat belum bisa menggelola keuangan dengan baik. Kalau boleh dibilang PNS yang kita dapat juga tidak sepenuhnya yang terbaik semua secara kualitatif. Secara kuantitatif juga kurang orangnya. Karena birokrasi administrasi keuangan di kementerian sungguh rumit, salah koma saja bisa dikembalikan, salah titik saja bisa dikembalikan. Banyak yang kami pelajari di tahun pertama dari pemeriksaan keuangan itu.

Apa yang dilakukan untuk perbaikan soal laporan keuangan?
Kita minta bimbingan semua dari BPKP, termasuk juga konsultasi dengan BPK. Lalu kita minta cara-cara kami beroperasi dengan SOP-SOP secara lebih lengkap. Waktu itu kami belum punya SOP. Makanya kalau belum punya ada lalu apa standarnya. Makanya SOP sangat penting sekali. Kita sudah lengkapi itu. Kerja keras. Sestama kita yang baru direkrut pada Agustus 2016 baru satu tahun lebih. Wajar saja baru masuk Agustus padahal yang diperiksa 2016 itu.
Kita enggak mau berdalih. Kita mau perbaiki. Kita masih lemah. Walaupun saat ini belum sempurna, target kita tetap WTP.

Anggaran yang dipotong. Bagaimana dengan itu?
Sekarang sudah dipotong. Yang tahun depan mudah-mudahan tidak dipotong. Kalau dipotong ya kita ikuti saja. Kita pasrah. (M-2)

Baca Juga

Video Lainnya