Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

14/5/2017 07:30

Hakikat Pancasila adalah Nilai-Nilai Agama

Zen

SUASANA depan perkantoran Kementerian Agama di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/5) ramai, pasalnya sejumlah organisasi keagamaan berunjuk rasa untuk menuntut hukuman bagi Basuki Tjahaja Purnama.

Pagi itu, Media Indonesia berbincang dengan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, terkait dengan perkembangan kondisi sosial kultural di masyarakat, terutama pascapilkada di sejumlah daerah serta berbagai persiapan dalam menyambut bulan suci Ramadan serta persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Berikut petikan wawancaranya.

Terkait dengan Pilkada, Februari lalu di 101 daerah, Banyak yang mengaitkan dengan isu SARA yang menyebabkan masyarakat terpecah belah. Lalu menurut Anda apa yang bisa dimaknai dari pilkada kemarin? Terutama pilkada DKI Jakarta yang begitu menjadi sorotan?

Bangsa ini sedang berproses menjalani demokratisasi ke arah yang lebih baik dan ini butuh waktu. Idealnya ketika kita memilih pimpinan, baik itu presiden, anggota legislatif, gubernur, atau bupati/wali kota itu berdasarkan penilaian yang objektif terkait kompetensi calon, kapabilitas, dan integritasnya.

Pada kenyataannya di lapangan tidak terhindarkan adanya benturan yang terkait dengan SARA. Bagaimana pun ikut memengaruhi pilihan-pilihan masyarakat. Apalagi, hanya ada dua calon, misalnya, yang satu dengan yang lain sukunya berbeda, isu suku akan mengemuka, etniknya berbeda maka isu etnik akan muncul, kalau agamanya berbeda maka isu agama akan muncul. Namun, kita harus berproses diri ke arah yang lebih baik, jangan sampai perbedaan-perbedaan terkait dengan agama yang dianut, etnik yang berbeda, menjadi referensi utama. Namun, kita harus lebih mengedepankan pertimbangan-pertimbangan objektif yang terkait dengan kapasitas, kapabilitas, dan integritas dari calon-calon itu.

Pandangan Anda sebagai Menteri Agama, sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan masyarakat kita saat ini? Sepertinya masyarakat kita mudah dipecah. Apakah nilai-nilai keindonesiaan kita sudah luntur?

Saya melihat Indonesia secara keseluruhan tidak bisa secara sporadis. Saya bersyukur kita di tengah-tengah heterogenitas, kemajemukan, keragaman kita yang luar biasa di hampir semua aspek kehidupan, kita secara keseluruhan masih mampu menjaga keutuhan sebagai sebuah bangsa, meskipun tidak bisa menutup mata di wilayah-wilayah tertentu ada potensi-potensi disintegrasi bangsa yang kalau tidak ditangani dengan serius akan berdampak serius.

Pemilihan langsung itu menyebabkan keragaman ini terancam karena perbedaan-perbedaan secara terbuka di ruang publik itu diperhadapkan. Ketika saling berkompetisi dan bersaing antarpara kandidat, para pemilihnya atau pendukungnya tentu tidak tergelakkan akan muncul benturan-benturan. Sebatas perbedaan ini masih dalam koridor yang bisa kita toleransi. Namun, kalau sudah terlalu jauh, misalnya, menggunakan agama untuk hal-hal yang memecahbelah, saya pikir ini harus segera diatasi, apalagi ada upaya-upaya untuk mengubah atau mengganti dasar bernegara kita dengan ideologi lain. Secara keseluruhan kita harus optimis bangsa ini mampu menjaga keutuhannya di tengah keragaman.

Bagaimana lembaga Anda mengupayakan implementasi Pancasila dan kebinekaan di masyarakat karena di era globalisasi ini banyak paham keagamaan yang masuk ke Indonesia dan diterima masyarakat?

Bangsa kita ialah bangsa yang sangat religius. Bangsa kita bangsa agamais yang meletakan posisi agama pada letak yang sangat sentral dan tidak bisa dipisahkan dalam menata kehidupan kita bersama di tengah-tengah keragaman.

Dalam berbangsa dan bernegara kita sudah bersepakat dan berkomitmen menjadikan Pancasila sebagai dasar kita dalam berbangsa dan bernegara. Yang harus dipahami dan terus menerus disosialisasikan bahkan dijadikan sesuatu yang menyatu pada diri kita. Pancasila itu sesungguhnya adalah rumusan dalam upaya kita mengejawantahkan nilai-nilai agama dalam konteks kita sebagai warga negara dalam hidup berbangsa dan bernegara. Jadi menurut saya ini yang harus dimaknai dengan baik, bahwa sesungguhnya semua sila yang ada dalam Pancasila hakikatnya ialah nilai-nilai agama yang harus diwujudkan setiap warga negara dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jadi Pancasila itu bukan sesuatu yang terpisah dari agama, Pancasila itu hakikatnya adalah nilai-nilai agama. Rumusan nilai-nilai agama yang oleh para pendiri bangsa dengan kearifannya mereka rumuskan dalam upaya untuk diimplementasikan setiap warga negara yang hakikatnya adalah umat beragama. Karena semua masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang agamais, dan perwujudan itu ialah dalam konteks berbangsa dan bernegara.

Jadi, kalau ada yang ingin mengubah Pancasila dengan ideologi lain, misalnya khalifah, seakan-akan Pancasila itu bukan Islam. Pancasila itu nilai-nilai Islam. Pancasila itu juga nilai-nilai umat Kristiani karena semua sila yang ada dalam Pancasila itu tidak hanya Islam, tetapi Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu. Semua meyakini itu nilai-nilai agama yang dianjurkan dan diajarkan setiap agama. Jadi ini sudah final, sesuatu yang tidak perlu lagi diupayakan atau diganti, tetapi justru harus dimaknai dengan bagaimana cara mengaktualisasikannya dalam kehidupan keseharian kita.

Jadi cara-caranya seperti apa? Untuk mengupayakan implementasi Pancasila di masyarakat?

Pertama pada level pemahaman. Jadi, menyosialisasikan tentu melalui sektor pendidikan baik yang bersifat formal maupun informal. Itu semua dilakukan bagaimana menyebarkan pemahaman atau substansi dari Pancasila dalam konteks kita sebagai warga negara menjalani kehidupannya. Kedua, harus ada upaya untuk mewaspadai paham-paham dan ajaran-ajaran yang bertolak belakang dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan kalau kita temukan itu, harus dihadapi dengan cara-cara yang persuasif, yang baik dan kita coba memberikan pemahaman yang benar terhadap Pancasila, kecuali kalau merupakan gerakan, itu berarti sudah terkait dengan persoalan hukum. Aparat hukum yang semestinya bertindak dalam menjaga Pancasila menjadi dasar negara.

Gebrakan apa saja yang telah Anda lakukan guna mengubah persepsi masyarakat bahwa banyak korupsi di lembaga ini? Langkah apa saja yang sudah dilakukan dan sejauh mana upaya itu membuahkan hasil?

Pertama yang saya coba lakukan adalah menanamkan nilai-nilai yang merupakan budaya kerja dari setiap SDM yang ada di Kementerian Agama. Lalu kemudian dikenal dengan 5 nilai budaya kerja, yaitu integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan itulah yang kita semua berupaya untuk ada pada setiap ASN (Aparatur Sipil Negara) Kementerian Agama di mana pun mereka berada. Karena nilai itulah yang diharapkan menjadi jiwa sekaligus spirit bagi kita di Kementerian Agama untuk melayani masyarakat di bidang keagamaan. Lima nilai itu adalah cara untuk membentengi diri dari godaan-godaan yang lalu membuat kita khilaf atau lalai tergoda untuk melakukan hal-hal yang tidak terpuji.

Apakah nilai-nilai yang diterapkan itu terlihat hasilnya?

Saya bersyukur dalam 2-3 tahun belakangan ini, perubahan itu terasa dan banyak kalangan yang mengapresiasi hal itu dan ini patut kita syukuri sambil kita terus berupaya karena masih jauh capaian yang harus kita raih ke depan.

Untuk sambut Ramadan tahun ini, hal-hal apa saja yang sudah dipersiapkan dan bagaimana proses penetapan awal Ramadan maupun Idul Fitri nanti? Bagaimana kalau terjadi perbedaan?

Seperti biasa sejak saya menjadi menteri agama, penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal dengan cara musyawarah tertutup. Diawali dengan melihat posisi hilal pada saat itu, lalu laporan dari sejumlah petugas yang ditugasi untuk melihat pada titik-titik tertentu di seluruh wilayah Indonesia. Hasil itu kita musyawarahkan dengan para ulama dan para ahli astronomi dan kita tetapkan.

Jadi, kemungkinannya 2 dan mudah-mudahan sama, tapi tidak tertutup kemungkinan terjadinya perbedaan dalam menetapkan 1 Ramadan dan 1 Syawal itu. Kalau berbeda, kita harus memaklumi ini ranah yang memang terbuka peluang adanya perbedaan karena cara dan metodologi dalam melihat atau menentukan itu memang tidak sama, hasilnya pun berbeda. Ini sesuatu yang biasa saja, tidak harus disesali atau dihindari karena keragaman ini juga bagian dari kekayaan umat Islam dalam menjalani ibadahnya. Tapi kami berupaya senantiasa mudah-mudahan 1 Ramadan dan 1 Syawal tahun ini bisa bersamaan.

Bagaimana persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini? Berapa dan bagaimana sebenarnya kuota yang disiapkan?

Tiga tahun terakhir, sampai 2016 semua negara tidak terkecuali Indonesia itu mengalami pemotongan kuota sebesar 20% dari kuota normal. Pada 2017 kuota itu kembali normal menjadi 100%. Namun, khusus Indonesia, selain kembali ke kuota normal, ditambah 10 ribu jemaah. Jadi kalau pada 2016 kuota kita itu 168.800 jemaah, tahun ini menjadi 221 ribu (sudah termasuk tambahan 10 ribu) jemaah artinya ada kenaikan sebesar 52.200 jemaah.

Kita bersyukur persiapannya sudah mendekati final dan dengan kuota sebesar itu, alhamdulillah sejumlah hotel di Kota Mekah sudah kita sewa, di Madinah hampir mendekati final, angkutan udara, katering, transportasi di Tanah Suci itu sudah kita lakukan kontrak. Tinggal kita konsentrasi di dalam negeri, terkait dengan penyiapan dokumen, paspor, visa bagi jemaah haji, karena sampai saat ini belum selesai tahap pelunasan para jemaah dan ini yang sedang kita tunggu.

Bagaimana dengan upaya menjaga keamanan dan keselamatan jemaah kita di sana karena dalam beberapa tahun terakhir ada sejumlah insiden yang terjadi saat penyelenggaraan ibadah haji berlangsung?

Petugas-petugas haji kita sudah semakin terlatih dan terkonsolidasi dengan baik dalam bagaimana melayani para jemaah haji dan juga mengantisipasi kalau terjadi hal-hal yang sifatnya darurat.

Pengalaman kita dalam menghadapi Peristiwa Mina tahun lalu itu membuat kita banyak belajar dan berbenah diri. Tentunya itu peristiwa yang tidak kita kehendaki, tetapi kita juga harus mengantisipasi dan mempersiapkan diri dan segala sesuatunya sudah kita lakukan persiapan.

Apa tantangan terberat Anda selama menjabat Menteri Agama?

Saya menjadikannya menjadi tantangan ini sesuatu yang harus diselesaikan, dibenahi, dicarikan solusi, dan seterusnya. Tantangan utama sebagai menteri agama ialah bagaimana mengajak kita semua umat beragama untuk kembali pada substansi dan esensi agama itu sendiri. Agama hakikatnya ialah ajaran nilai agar kita sebagai manusia saling melindungi, saling menjaga diri harkat martabat kemanusiaan sesama umat manusia. Jadi, harus ditolak kalau ada orang berkonflik karena agama, sesuatu yang justru bertentangan dengan esensi agama itu sendiri. Sering kali kita lupa, dan justru menjadikan agama untuk alat kita bertikai, padahal agama itu justru untuk mendamaikan, merukunkan, agar saling menjaga harkat, derajat, martabat kita sebagai umat manusia. Jadi ini tantangan bagi bangsa Indonesia di tengah-tengah kemajemukannya, keragamannya, sehingga agama betul-betul mampu menebarkan kemaslahatan bagi sesama. (Rizky Noor Alam/M-4)

Baca Juga

Video Lainnya