Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Spesies Baru Tikus Melanesia Ditemukan di Papua

(theguardian/ifl scienceZic/L-2)
16/4/2016 09:17
Spesies Baru Tikus Melanesia Ditemukan di Papua
(Sumber :Journal of Mammalogy Oxford)

MISTERI peredaran spesies tikus raksasa yang berkeliaran di sekitar Pulau Manus, Papua Nugini, kini terpecahkan. Dalam studi baru yang dipublikasikan dalam Journal of Mammalogy, peneliti secara resmi menggambarkan hewan itu untuk pertama kalinya. Para peneliti menamakan hewan pengerat kuno itu sebagai Rattus detentus. Kata detentus diambil dari situasi yang terdapat pada Pulau Manus yang merupakan pulau terisolasi tempat penahanan orang-orang pencari suaka di Australia. Detentus merupakan cabang awal dari genus rattus yang ditemukan di seluruh Kepulauan Melanesia. Penamaan detentus sendiri diusulkan Profesor Tim Flannery, seorang mammaeolog dan palaentolog yang juga merupakan salah seorang pe nulis studi itu, dan melibatkan persetujuan dari peneliti-peneliti lainnya.

Ia mengatakan tikus yang berhasil mereka deskripsikan merupakan salah satu tikus terbesar yang ditemukan di gugus Kepulauan Melanesia. Cirinya dengan bulu kasar dan ekor pendek. Pada organ mulut, tikus itu memiliki gigi seri depan yang kuat, tapi geraham kecil. Tubuhnya yang tergolong besar membuat Rattus memiliki berat sekitar 0,5 kilogram. Flannery menambahkan, meskipun tikus itu tergolong besar, beratnya belum melampaui pemegang rekor saat ini, yaitu tikus berbulu bosavi (Bosavi woolyrat) dengan berat 1,5 kg. Sebelumnya, para peneliti telah menduga ada tikus besar endemis di Pulau Manus. Dugaan peneliti beranjak dari laporan penduduk setempat yang menyebutkan hewan pengerat itu berkeliaran di Manus dan di dekat Pulau Los Negros. Se lain itu, beberapa peneliti lokal juga menemukan beberapa tanda penggerogotan beberapa kacang dari pohon Canarium indicum yang mengindikasikan keberadaan hewan pengerat itu. Untuk meyakini keberadaan spesies itu, para ahli meneliti fosil tulangbelulang yang diduga merupakan spesies sejenis yang ditemukan pada situs arkeologi Pamwak di Pulau Manus. Hasil penelitian fosil itu merepresentasikan rupa tikus, yaitu seperti apa yang peneliti studi selama ini. Lebih lanjut, bukti autentik hasil penelitian itu mengonfi rmasi spesies itu sebagai hewan yang tinggal cukup lama di pulau itu atau mungkin disebut spesies kuno.

Meskipun spesies baru itu menarik untuk ditelaah lebih lanjut, tikus itu sangat sulit ditemukan. Peneliti lapangan lokal yang mengenal lanskap dan vegetasi daerah itu saja telah menghabiskan waktu selama 30 tahun dalam mencari hewan pengerat ini. Flannery dan peneliti lain menduga jarangnya penampakan tikus besar itu mengindikasikan statusnya yang sudah mulai terancam. Pengalihfungsian habitat hutan yang terkonversi menjadi lahan bertani dan adanya predator kucing liar diduga merupakan faktor penyebab berkurangnya populasi spesies itu. (theguardian/ifl scienceZic/L-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya