Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
PADA 20 Oktober 1945, pasukan sekutu yang diboncengi Netherland-Indies Civil Administration (NICA), mendarat di Semarang dengan dalih untuk membebaskan tawanan perang di Magelang.
Namun, NICA ternyata memiliki misi lain, yaitu ingin kembali menguasai Indonesia yang baru saja merdeka.
NICA mempersenjatai para bekas tawanan dan menyerang TKR.
Pertempuran akhirnya berhenti pada 2 November 1945 setelah diadakan perundingan gencatan senjata.
Namun, sekutu kembali mengkhianati gencatan senjata dengan menyerang Ambarawa.
Puncak pertempuran di Kota Ambarawa terjadi pada 20 November 1945 dan akhirnya pasukan TKR yang dipimpin Kolonel Sudirman dengan taktik supit urang berhasil memukul mundur pasukan sekutu pada 15 Desember 1945.
Keberhasilan pasukan TKR pada usianya yang masih sangat muda tidak bisa dilepaskan dari dukungan rakyat yang memiliki semangat yang sama, yaitu mengusir sekutu yang ingin berkuasa lagi di Bumi Pertiwi dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan.
Peristiwa yang terjadi 71 tahun silam itu merupakan momentum bersejarah yang melambangkan keunggulan moral, jiwa pantang menyerah, dan rela berkorban yang dimiliki TNI-AD serta senantiasa bersama-sama rakyat dalam menegakkan NKRI.
Nilai-nilai itulah yang kemudian membentuk jati diri TNI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional yang profesional.
Nilai-nilai tersebut juga dapat dimaknai bahwa TNI-AD memiliki tiga peran yang disebut Trisula TNI-AD, yaitu sebagai kekuatan pertahanan negara yang militan, kekuatan moral, dan kekuatan kultural bangsa yang berjati diri Pancasila.
Peristiwa yang kemudian dikenal dengan Palagan Ambarawa itu sekaligus meneguhkan bukti bahwa kemanunggalan dengan rakyat ialah roh perjuangan dan pengabdian TNI-AD kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Saat ini, setelah 71 tahun berselang sejak peristiwa bersejarah tersebut, bangsa Indonesia kembali menghadapi tantangan dan ancaman yang berpotensi merapuhkan fondasi NKRI.
Tantangan dan ancaman tersebut datang dalam dimensi yang berbeda, lebih kompleks, dan semakin sulit untuk dihadapi.
Kebinekaan yang pernah terajut indah dalam bingkai persatuan dan mampu mengantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang merdeka saat ini terancam oleh menguatnya sentimen-sentimen SARA berbalutkan dalih demokratisasi.
Pemahaman dan implementasi dari nilai-nilai luhur yang tersarikan dalam Pancasila terasa semakin memudar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Akibatnya, nilai-nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terdistorsikan menjadi fanatisme agama yang sempit dan nilai-nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengalami kemunduran.
Dampak dari hal tersebut, persatuan Indonesia semakin rapuh akibat tidak dikedepankannya nilai Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan.
Muara akhirnya ialah semakin sulitnya terwujud Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Masih maraknya konflik horizontal dan vertikal yang bernuansa politis, munculnya aksi-aksi teror yang dilakukan kelompok tertentu, timbulnya potensi disintegrasi bangsa, dan terbukanya dukungan internasional kepada kelompok separatis, termasuk meningkatnya sentimen keagamaan, kesukuan, kepartaian, dan tidak harmonisnya hubungan kemitraan dan komunikasi antarkomponen masyarakat merupakan fakta-fakta konkret yang menjadi indikator memudarnya nilai-nilai Pancasila tersebut.
Masyarakat kita menjadi semakin mudah terprovokasi oleh hasutan yang tersebar melalui perangkat teknologi informasi.
Dalam hal ini, TNI-AD sebagai salah satu alat negara memerankan diri sebagai penjaga tata hubungan interaksi sosial masyarakat Indonesia yang majemuk.
TNI-AD juga dapat dijadikan sebagai role model pembentukan semangat persatuan dalam kebinekaan.
Prajurit TNI-AD yang berasal dari latar belakang suku, agama, maupun budaya yang sangat heterogen mampu disatukan dalam sebuah bingkai keindonesiaan melalui proses pendidikan dan terus dipelihara dalam berbagai penugasan mereka sebagai penegak kedaulatan NKRI.
Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, sekaligus aparat negara, tentunya TNI-AD ingin berperan aktif menjadi bagian dari solusi untuk merekatkan kembali persatuan dan kesatuan bangsa sebagai fondasi tegak kukuhnya NKRI.
Secara eksternal, TNI-AD berusaha untuk terus aktif mengambil bagian penting dari setiap upaya menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, khususnya yang terkait dengan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika.
Di samping sebagai kekuatan pertahanan yang menjadi tugas pokok TNI-AD, kekuatan moral dan kekuatan kultural yang dimiliki dalam konsep Trisula TNI-AD juga akan senantiasa diimplementasikan bersama-sama dengan pemerintah dan komponen bangsa lainnya untuk membentengi rakyat dan bangsa Indonesia dari berbagai ancaman atas kebinekaan baik dari dalam maupun dari luar. Secara internal, jati diri TNI juga harus senantiasa direvitalisasi agar benar-benar mendarah daging dalam diri setiap prajurit TNI-AD sehingga setiap pikiran, sikap, dan perilakunya benar-benar dicurahkan untuk mengabdi kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Peringatan Hari Juang Kartika 2016 di tengah-tengah sangat dinamisnya situasi sosial politik negara ini merupakan momentum yang tepat bagi TNI-AD untuk melakukan introspeksi dan menggali kembali nilai-nilai kepahlawanan, kecintaan kepada tanah air, dan kemanunggalan dengan rakyat yang terkandung dalam peristiwa bersejarah Palagan Ambarawa.
Berlandaskan jati diri yang terbentuk secara alami oleh sejarah besar tersebut, TNI-AD akan terus manunggal dengan rakyat untuk membangun negeri dalam bingkai NKRI.
Dirgahayu TNI-AD!
"Melalui Hari Juang Kartika, kita mantapkan jati diri TNI-AD dan kemanunggalan TNI-rakyat guna mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian."
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved