Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Bersama Kita Memerangi Hoax

Yasir Nur Hidayat, Jakarta
29/8/2017 22:25
Bersama Kita Memerangi Hoax
(thinkstock)

PENGUNGKAPAN kelompok Saracen suka tidak suka mengguncang dunia siber Indonesia. Akhirnya terungkap bahwa kelompok ini merupakan sindikat penyebar pesan hoax dan isu SARA di media sosial. Bahkan Saracen diduga terlibat dalam penyebaran pesan-pesan provokatif pada saat pelaksanaan pilkada.

Akibat lebih jauhnya muncul desakan kepada Presiden Joko Widodo supaya tidak melantik pasangan calon yang memenangkan pilkada, kalau terbukti menggunakan jasa Saracen. Selain Saracen diperkirakan masih banyak sindikat-sindikat lain yang memiliki modus operandi serupa. Indonesia disebutkan berbagai media massa menjadi sasaran empuk pelaku-pelaku bisnis kebencian, yang memiliki daya rusak sangat besar untuk persatuan negara.

Terbongkarnya kelompok sindikat penebar ujaran kebencian dan SARA di media sosial jangan dianggap remeh. Saracen ternyata tak hanya menyerang satu agama saja, tetapi juga berbagai pihak. Bahkan termasuk pemerintah dengan teknik adu domba yang sistematis.

Berdasarkan data dari Kominfo, pengaduan konten negatif terkait SARA dan kebencian menduduki urutan ketiga yakni 165 pengaduan setelah pengaduan pengaduan pornografi sebanyak 774.409 dan radikalisme 199 pengaduan.

Sepanjang 2016 hingga 2017, terdapat 3.252 konten negatif di Twitter yang dilaporkan ke Kominfo. Data-data tersebut dapat diambil kesimpulan yang menunjukkan tingginya tingkat provokasi di media sosial.

Salah satu penyebab mudahnya pesan negatif dan berbau SARA dapat menyebar dengan mudah adalah rendahnya literasi masyarakat Indonesia. Masyarakat menempati posisi cukup tinggi sebagai user internet, khususnya media sosial. Meskipun demikian, penduduk Indonesia memiliki minat baca yang rendah. Gap inilah yang menjadi sasaran empuk mafia-mafia di media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan yang tidak bertanggung jawab guna memenuhi kepentingan mereka.

Keberhasilan Kepolisian menangkap sindikat penebar kebencian ini patut diapresiasi. Namun, perjuangan melawan hoax tidak boleh berhenti. MUI sudah mengeluarkan Fatwa mengenai tata cara dan etika dalam bermedia sosial, tapi cara tersebut kurang efektif apabila tidak dibarengi dengan gerakan yang sinergis dan masif dari aspek lain. UU ITE yang dimiliki pemerintah kurang bisa menyaring dan menjala pelaku-pelaku kejahatan siber.

Salah satu upaya yang bisa digalakkan adalah kerja sama antara Kemenkominfo dan Kemendiknas untuk melakukan sosialisasi penggunaan media sosial yang baik dan benar agar tidak mudah terpengaruh dengan isu hoax dan isu yang bersifat provokatif. Khusus unutk Kemendiknas agar memberikan penekanan sosialisasi tersebut di sekolah untuk menyasar anak usia sekolah.

Kemudian tokoh-tokoh muda terus melakukan sosialisasi pesan yang bermanfaat dan membangun bagi bangsa dan negara di media sosial untuk memerangi penyebaran isu hoax. Penyebaran hoax, provokasi isu SARA dan ujaran kebencian adalah musuh bersama. Sudah menjadi tanggung jawab untuk menanggulangi dan memeranginya. Terlalu mahal harga yang harus dibayar bangsa ini kalau penebar kebencian terus merajalela.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eko Suprihatno
Berita Lainnya